
Tulisan berjudul “Memperkenalkan Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM)” pernah disampaikan oleh penulis dalam seminar Sejarah Kehadiran Iman Kristiani di Sulawesi utara dalam rangka Perayaan Tahun Iman Memperingati 50 Tahun pembukaan Konsili Vatikan II, Sabtu 9 Maret 2013 di aula Seminari Hati Kudus Yesus Pineleng kab. Minahasa Sulawesi Utara, oleh Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng. Tulisan ini penulis sajikan kembali dengan beberapa revisi dan penyesuaian untuk sumbangan HUT ke 80 Pdt.Prof.Dr. W.A. Roeroe
1. Menjadi Gereja yang Mengurus dan Membiayai Dirinya Sendiri.
Sejak GMIM berdiri tahun 1934, pimpinan sinode dan klasis didominasi oleh pendeta Indische Kerk Eropa. Hanya Pdt. A. Z. R.Wenas tenaga pribumi yang menjabat ketua klasis Tomohon dan wakil ketua sinode. Peristiwa pendudukan militer Jepang di Minahasa awal tahun 1942 – 1945, membawa perubahan yang amat berarti bagi GMIM. Ketua sinode mulai dijabat oleh Ds. A. Z. R. Wenas, dan pengurus sinode lainnya serta ketua-ketua klasis beralih ke tenaga pribumi. Meskipun pembiayaan Gereja ditanggung sendiri, serta biaya hidup para Pendeta dan Guru Injil. Inilah peristiwa sejarah pertama kali GMIM dipimpin oleh tenaga pribumi dan membiayai dirinya sendiri.
2. Jemaat-jemaat GMIM di Gorontalo, Buol-Tolitoli dan Donggala.
Setelah GMIM berdiri tahun 1934, jemaat-jemaat Indische Kerk di daerah—daerah tersebut menjadi jemaat GMIM. Jemaat-jemaat itu terdiri dari orang Minahasa, Sangihe dan Talaud para perantau atau pegawai kantor dan karyawan perusahan Belanda serta penduduk setempat hasil pekabaran Injil zaman NZG dan Indische Kerk. Dalam sidang sinode GMIM tahun 1964, jemaat-jemaat tersebut dimandirikan menjadi tiga Gereja bersinode sendiri dengan nama: Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo (GPIG), Gereja Protestan Indonesia di Buol-Tolitoli (GPIBT), dan Gereja Protestan Indonesia di Donggala (GPID). Pada periode-periode pertama tiga Gereja itu bersinode sendiri, ketua sinodenya dijabat Oleh pendeta GMIM. Setelah 30 tahun GMIM berdiri, dari kandungannya lahir tiga Gereja bersinode sendiri. Tiga gereja itu hingga kini tetap memandang GMIM sebagai kakaknya.
3. Pekabaran Injil ke Daerah Lain dan Kemitraan dengan Gereja-gereja di Indonesia.
Sebelum GMIM berdiri, sejumlah warga gereja Protestan Minahasa menjadi penginjil di luar daerah sampai ke Batak Karo di Sumatera. Setelah GMIM bersinode sendiri, hal tersebut terus berlangsung, yang di kemudian hari berkembang dalam bentuk kemiteraan dengan gereja-gereja di Indonesia seperti di Luwuk Banggai, Poso, Sulawesi Selatan Tenggara, Halmahera, Papua, Kalimantan, Nias dan Mentawai. Secara reguler GMIM mengirim tenaga pendeta, guru agama, dokter, perawat dan Iain-Iain sebagai Tenaga utusan Gereja (TUG). Ini adalah peristiwa yang ikut memperluas pewartaan Injil dan pembangunan iman jemaat-jemaat.
4. Kehadiran GMIM dalam Gerakan Oikumene (Keesaan) Gereja-gereja
GMIM sangat aktif dalam gerakan keesaan Gereja-gereja di Indonesia dan se-dunia. Dalam lingkup internasional, GMIM merupakan salah satu gereja pendiri dan aktif sebagai anggota dewan gereja-gereja Asia (DGA) dan dewan gereja-gereja sedunia (DGD), serta anggota aliansi gereja-gereja reformasi sedunia. Untuk pertama kalinya dua pendeta GMIM muda: Pdt. R.M Luntungan dan Pdt. B.Mundung mengikuti konfrensi pekabar injil sedunia di tambaran India tahun 1938 salah satu event oikumenis yang merintis jalan kearah pembentukan DGD tahun 1948 di Amsterdam Belanda. Ketika mulai terjalinnya hubungan kerjasama antara DGD dengan Gereja Roma Katolik (Vatikan) hampir bersamaan dengan dimulainya konsili Vatikan II, maka GMIM sebagai anggota DGD terhisab pula ke dalam spirit oikumenis tersebut dan menimba berbagai perkembangan teologi yang digumuli bersama kedua institusi Gereja itu.
Keterlibatan GMIM dalam gerakan oikumene internasional, berlangsung pula dalam bentuk hubungan kemitraan bilateral dengan sejumlah gereja atau jemaat dan lembaga Kristen di Jepang, Korea Selatan, Singapura, USA, Belanda, Jerman seperti: Nerderlandse Hervormde-Kerk (NHK), Evangelische Kirche in Hessen-Nassau (EHKN) Yang dirintis Oleh Pdt. W. A. Roeroe sejak tahun 1972 sewaktu beliau studi program doktor teologi di universitas Mainz Jerman, Life Mission International Seoul di Korsel, dan Iain-Iain.
Di Indonesia, GMIM merupakan pelopor gerakan dan pendiri serta anggota aktif lembaga keesaan gereja-gereja di Indonesia. Dimulai dengan pembentukan Majelis Kristen Indonesia Timur berpusat di Makasar dalam konperensi Gereja-gereja dan Zending Indonesia Timur bulan Maret 1947 di Malino Sulsel, Pdt. W.J Rumambi atas penugasan pimpinan sinode GMIM, menjadi motor utama pembentukan Majelis Kristen, dan dipilih sebagai sekretaris pertama lembaga itu (1947-1948).
25 Mei 1950 dibentuklah lembaga yang diberi nama Dewan Gereja-Gereja di Indonesia (DGI). Dalam sidang raya DGI tahun 1984 di Ambon, dewan diubah menjadi Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) dan menghasilkan Lima Dokumen Keesaan Gereja (LDKG) — kemudian disebut Dokumen Keesaan Gereja (DKG) sebagai panduan bersama. Pada bulan Juli 1980 GMIM menjadi makawale sidang raya DGI, dan sejak itu Pdt. Dr. W. A. Roeroe menjadi ketua DGI/PGI yang ikut berperan dalam proses membidani lahirnya LDKG/DKG.
Di Sulawesi Utara dan Tengah (serta Gorontalo), GMIM aktif berarak—arakan dalam gerakan keesaan Gereja dengan terhisab ke dalam Sinode—Am Gereja—gereja Sulawesi utara, Tengah dan Gorontalo (SAG Suluttenggo) – sebelumnya Dewan Gereja—gereja Sulutteng kemudian Persekutuan Gereja—gereja Wilayah (PGIW Sulutteng). Wadah oikumenis gerejawi ini tak dapat dipisahkan dengan sosok Pdt. Andreas Rondo yang menjabat ketua sejak wadah itu didirikan sampai tahun 1990.
5. Pelayanan Diakonia.
Di bidang persekolahan: sejak berdiri tahun 1934, GMIM mewarisi sekitar 220 sekolah dasar, 20 sekolah lanjutan berbahasa Melayu (Sekolah Teknik Pertukangan di Wasian-Kakas, Sekolah Guru di Kuranga Tomohon, dan lain-lain), STOVIL Tomohon, dan sejumlah sekolah berbahasa Belanda (Hollandse Inlandse School). Juga pengembangan sekolah menengah kejuruan dan pendidikan tinggi sampai didirikannya UKIT, sangat diwarnai oleh visi dan kegigihan Pdt. A. Z. R. Wenas.
Di bidang kesehatan: sejak berdiri sendiri tahun 1934, GMIM mewarisi sekitar 20 poliklinik dan tiga rumah sakit (Amurang, Sonder dan Tondano), serta melanjutkan usaha pelayanan kesehatan masyarakat di kampung-kampung. Pelayanan diakonia kesehatan GMIM ini, terus mengalami perkembangan: pendirian poliklinik, rumah sakit, Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA) dan rumah bersalin, Sekolah Menengah/Akademi Keperawatan, pusat pemberantasan penyakit paru-paru di Kaaten (1953-1967), pusat pelayanan keluarga bertanggungjawab (KB), pusat pelayanan kesehatan masyarakat desa (PKMD), dan lain-lain.
Di bidang sosial: sejak berdiri sendiri tahun 1934, GMIM melalui Serikat Pengasihan Kaum Ibu yang umumnya isteri pendeta-pendeta GMIM, memulai usaha penampungan anak-anak yatim piatu dan terlantar di Tomohon. Usaha diakonia sosial ini berkembang terus dengan didirikannya sejumlah Wale ni Oki, Panti Asuhan, Sekolah Luar Biasa (SLB), Panti Tuna Rungu dan Tuna Netra; pelayanan korban bencana alam, pemberdayaan masyarakat pesisir pantai, orangtua asuh dan lain-lain.
6. Perayaan Yubileum GMIM Bersinode dan Empat Abad Injil Masuk Minahasa.
Tahun 1984 dirayakan oleh GMIM sebagai tahun iman untuk memperingati 50 tahun GMIM bersinode sendiri serta menjelang lima abad Injil di Minahasa. Perayaan yang dituntun oleh tema Nyanyikanlah Nyanyian Baru Bagi Tuhan dalam mana jemaat-jemaat bersyukur dan memuliakan TUHAN (Mazmur 96), diisi dengan berbagai kegiatan ibadah, selebrasi seni dan olahraga, pameran, studi dan dokumentasi, dan aksi diakonial. Perayaan yubileum ini menjadi momen bagi jemaat-jemaat GMIM melakukan refleksi iman tentang arti kehadirannya sebagai Gereja Tuhan. Makna penting yang muncul dari perayaan tahun iman ini antara Iain adalah, semakin bangkitnya spirit jemaat-jemaat dalam menopang usaha misioner GMIM ke luar, dan muncul kesadaran baru tentang pentingnya menulis sejarah jemaat.
7. Kemitraan Antar Jemaat-Jemaat GMIM.
Sejak tahun 1980an, GMIM memulaikan program kemitraan antar jemaat-jemaat GMIM yang dimotivasi Oleh visi dan misi teologi ekklesiologis bersinode (berjalan bersama) dan amanat Firman Tuhan: yang kuat wajib menanggung kelemahan mereka yang tidak kuat dan jangan mencari kesenangan sendiri (Roma 15:1). Satu atau beberapa jemaat GMIM yang tingkat kemandirian daya dan dana lebih kuat, bermitra dengan satu jemaat GMIM yang belum kuat melalui program peningkatan sumber daya manusia, pembangunan sarana fisik dan Iain-Iain. Sekarang ini, program kemitraan antar jemaat mulai meluas menjadi kemitraan antar jemaat Gereja tetangga atas inisiatif Majelis Jemaat GMIM. Seperti jemaat GMIM Walian Tomohon bermitra dengan salah satu jemaat Gereja Protestan Indonesia di Gorontalo (GPIG).
8. Hubungan dan Kerjasama dengan Gereja Roma Katolik.
Hubungan kerjasama antara Gereja Roma Katolik Indonesia (MAWI — KWI) dengan DGI/PGI di mana GMIM sebagai anggota aktif di dalamnya. Salah satu bentuk hubungan kerjasama itu adalah, penerbitan Surat Penggembalaan Bersama KWI-PGI setiap perayaan Hari Natal, yang oleh GMIM dibacakan dalam ibadah jemaat-jemaat. Di daerah kita Sulawesi Utara, hubungan kerjasama sudah lama terjalin sejak masa ketua sinode Pdt. A. Z. R. Wenas. Mulai tahun 1980an Uskup Manado selalu hadir dalam sidang sinode GMIM (meskipun baru dalam acara pembukaan). Antara Fakultas Teologi UKIT dan Sekolah Tinggi Filsafat Seminari Pineleng, sejak tahun 1970an telah terjalin dialog antar monastik dan itu berjalan sampai sekarang. Sejumlah dosen Program Pascasarjana Teologi UKIȚ adalah Pastor dan Guru Besar umat Roma Katolik.
9. Hubungan dan Kerjasama Antarumat Beragama.
GMIM dalam sejarahnya, selalu berada di garda depan upaya membangun hubungan dan kerjasama antarumat beragama baik intern umat kristen maupun dengan umat dari agama-agama lain tapi secara kelembagaan belum dengan umat Yahudi yang sekarang ini memiliki sinagoge di Tondano. GMIM terlibat aktif dalam Badan Musyawarah Antar Gereja (BAMAG), Badan Kerja Sama Antar umat ber-Agama (BKSAUA), dan Forum Komunikasi Umat Beragama (FKUB) tingkat provinsi, kabupaten/kota dan desa/ kelurahan.(dodokugmim/joshuanugraha)