Syalom….Damai dihati…..Tabea …..
Saudara saudara sekalian, bulan ini kita memasuki bulan syukur GMIM saat kita mengingat perbuatan tangan Tuhan yang telah menuntun gereja ini hadir secara mandiri sejak tanggal 30 September 1934 yang lalu, penginjilan yang telah dilakukan oleh para penginjil dari pelbagai penjuru dari Eropa dan kemudian yang hadir di tanah Minahasa menjadi catatan penting bagian dari perenungan kita sebagai momentum perayaan 86 tahun GMIM bersinode. Pada saat yang sama kita juga sebagai warga bangsa kita harus menjalani kehidupan di tengah bangsa yang bergumul berkaitan dengan pandemic covid-19 yang juga belum ada akhirnya. Kita berdoa supaya kiranya semua upaya yang dilakukan oleh pemerintah dan seluruh masyarakat akan menghasilkan sesuatu yang mendatangkan sukacita bagi bangsa ini, semoga juga penanganan atas covid ini dan ditemukanya vaksin yang menolong masyarakat untuk terbebas dari ancaman covid ini menjadi berkat bagi bangsa ini. Mari kita doakan bangsa ini mari kita juga berjuang bersama bangsa ini dan menjaga supaya segala aturan pemerintah akan kita pegang teguh
Saudara-saudara,
Di daerah kita bahkan diseluruh Indonesia pada minggu ini juga pada beberapa hari lalu pesta demokrasi di mulai lagi dengan pendaftaran para calon peserta pilkada serentak didaerah Sulawesi Utara kita akan menyelenggarakan nanti pada tanggal 9 Desember Pesta Demokrasi dalam rangka pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara, kemudian dibeberapa kabupaten dan kota. kabupaten seperti Bolaang Mongondow Timur, Bolaang Mongondow Selatan, kemudian Minahasa Selatan, Minahasa Utara, kemudian Kota Bitung, Kota Manado dan Kota Tomohon inilah realita kita yang olehnya melalui MTPJ kita diingatkan bahwa tema pelayanan kita minggu ini adalah berdemokrasi dalam perspektif iman.
Persoalannya adalah bagaimana kita menilai suatu demokrasi dalam kacamata iman kita, apa yang hendak kita perhatikan apa yang hendak kita gumuli bersama berkaitan dengan demokrasi yang bermartabat. Realita kita berbangsa dan bernegara kita belum bisa keluar banyak dari fenomena bahwa demokrasi kita diwarnai oleh politik transaksional, belum bisa keluar dari bahwa kita melakukan transaksi-transaksi politik demi kepentingan kelompok atau pribadi tertentu. Ini realita kita, kita juga sebagai gereja haruslah menjadi persekutuan yang mampu menggarami dunia termasuk dunia politik.
Apa yang kita baca dalam teks 1 Samuel 8 ini sangat berarti untuk menjadi bahan renungan kita saat kita menghadapi realita seperti ini. HUT GMIM bersinode, pesta demokrasi, tapi juga jangan lupa kita bersyukur bahwa kita baru saja merayakan Hari Ulang tahun Intan Negara Republik Indonesia 75 tahun negara kita ini. Mari saya mengajak kita merenungkan teks ini. Pertama teks ini memberi informasi kepada kita tentang pergulatan orang-orang Israel sesudah keluar dari tanah Mesir menuju tanah Kanaan, tanah perjanjian mereka kemudian mengalami distorsi yang luar biasa berkaitan dengan siapa yang memimpin, siapa yang mengarahkan bangsa ini, karena itu diperjalanan mereka kemudian meminta, “hoiii …musa pilih akang hakim-hakim” Musa pun berusaha melakukannya, itupun sesuai dengan anjuran mertuanya Jitro yang sampai mengatakan kamu terlalu susah untuk, terlalu sibuk dan terlalu capek untuk mengurus bangsa besar ini kalau mengahadapi sendiri” harus libatkan orang, harus pilih orang yang punya potensi yang kuat untuk melayani bangsa ini, untuk menyelesaikan masalah, mesti ada pemimpin sekian orang, 50 orang ada pemimpin 100 orang, ada pemimpin 500 orang ada pemimpin 1000 orang yang ketika masalah-masalah besar barulah anda tangani sesudah tidak dapat ditangani oleh yang memimpin. Jadi management Jitrolah yang mengantar Musa mengangkat para hakim. Karena itu dalam Keluaran pasal 18 terutama ayat 21 sesudah Jitro menasehati Musa kemudian Jitro memberi pedoman coba angkatlah pemimpin-pemimpin seperti itu. Tetapi pemimpin yang engkau angkat ada empat kreteria yang dimunculkan disitu yakni : satu, dia cakap dia punya kapabilitas untuk dapat memimpin dengan baik, kedua: dia takut akan Tuhan, haruslah menjadi orang yang betul-betul memahami bahwa kepelayanannya sebagai pemimpin karena ia menjalankan amanat Tuhan, yang ketiga: adalah dapat dipercaya, dapat dipercaya artinya kejujuran ada pada dirinya, dan yang keempat adalah tidak pernah melakukan atau mempraktekan suap, orang yang benci suap.
Karena itu sepanjang sejarah dalam perjalanan sampai tiba di tanah Kanaan para hakim itulah yang melakukan dan turut membantu musa melaksanakan kepemimpinan di Israel, walaupun Musa tidak tiba sampai di Kanaan, kita tahu semua sejarah ini. Tetapi diakhir periode, episode adanya hakim-hakim justru hakim-hakim terakhir yang punya kapasitas yang hebat yakni Eli dan Samuel akhirnya Ketika Eli, Samuel mengangkat anak-anaknya untuk menjadi penerus, pewaris jabatan mereka tidak mampu melaksanakan amanat itu. Saya berani mengatakan barangkali karena juga kehebatan Eli dalam kepemimpinannya sehingga pelengkapan Hofni dan Pinehas demikian juga Samuel pelengkapannya terhadap Yoel dan Abia tidak berhasil membangun kualitas jati diri anak-anaknya untuk menjadi pemimpin yang hebat, penerus kualitas kepemimpinan ayah mereka yakni Eli untuk Hofni dan Penehas dan Samuel untuk Yoel dan Abia, oleh karena itu menuntutlah Israel tolong berikan kami raja sebagaimana juga bangsa bangsa sekitar mereka punya raja lalu kami? Apalagi perilaku anak-anakmu tidak mencerminkkan kualitas kepemimpinan yang baik mereka melakukan tindakan-tindakan ketidakadilan mereka juga suap dan sebagainya. Inilah catatan-catatan reflektif disini sehingga memaksa umat meminta raja. Tetapi jangan lupa sebetulnya disinilah juga tuntutan untuk bangsa ini yakin bahwa seorang raja yang kalian minta resikonya adalah bahwa itu berdampak pada masyarakat itu sendiri bahwa anak-anak mereka baik laki-laki dan perempuan harus menjadi bagian dari mencukupkan kebutuhan kerajaan dan demi juga kemaslahatan bangsa dan negara, bayangkan disitu dikatakan harus siap kalau kalian meminta raja harus kamu siap untuk “hoii.. anakmu laki-laki akan bekerja untuk raja akan menjadi perwira, akan mengatur semuanya akan berperang dan sebagainya, ini anak anakmu perempuan akan mengurus dapur, akomodasi dan sebagainya”, tetapi mereka tetap komit untuk tolong kami butuh raja, ya okey jika kalian butuh raja silahkan. Tetapi kalau kita melihat teks-teks lain misalnya dalam Mazmur 2 : 7 ketika seorang raja memimpin pada dasarnya dia menjalankan program Allah karena Theokrasi ada pada pemahaman orang Kristen, pemahaman orang Yahudi, orang Israel pada saat seorang Raja diurapi saat itu dia disebut anak Allah karena melaksanakan kehendak Allah, anak-Ku engkau pada saat ini kuperanakan Engkau itu dalam Mazmur 2 : 7 pada saat ini anda harus berlaku sebagai orang yang melaksanakan perintah Allah dan kepemimpinanmu adalah kepemimpinan dari Allah dan itulah yang berlaku mulai dari Saul kemudian Daud, kemudian Salomo selalu diminta kamu harus menjadi raja dan dalam mengikuti kehendak Allah. Sebab itu juga dalam perjanjian baru ketika berbicara soal pemerintahan Paulus sampai mengatakan pemerintah itu adalah hamba Allah tetapi hamba Allah dalam bahasa yang dipakai dalam Roma pasal 13 adalah diakonosteu hamba Allah diakonos (διάκονος) pelaku untuk kebaikan umat manusia, semua yang berkaitan dengan urusan-urusan pajak dan sebagainya disebutkan leiturgos, leiturgoiteu para pelayan Allah.
Saudara-saudara apa manfaat teks ini bagi kita sekarang? Saya kira masyarakat dan bangsa kita sedang bergulat dengan demokrasi yang betul-betul bermartabat. Ketika kita akan memilih pemimpin kita kiranya juga dalam pikiran dan benak kita, selalu tergambar bahwa yang saya pilih adalah orang yang akan menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah, siapun dia apakah gubernur, apakah wakil gubernur, apakah bupati dan wakil bupati, apakah walikota dan wakil walikota tetapi keterpilihan mereka haruslah jauh dari praktek-praktek politik transaksional. Teks kita sampai mengatakan kegagalan Samuel termasuk juga kegagalan Eli memperlengkapi anak-anaknya karena anak-anak itu tidak memiliki karakter pemimpin yang hebat, mereka akhirnya terjebak menjadi pengejar suap, mereka terjebak menjadi pemimpin yang tidak menegakkan keadilan dan kebenaran sehingga memaksa bangsa Israel meminta raja, padahal pada kenyataan juga dalam sejarah Israel tidak selamanya raja itu berhasil. Salomo yang meminta hikmatpun gagal melaksanakan amanat Allah. Oleh karena itu momentum kita sekarang ini adalah mementum menegakan keadilan yang bermartabat atau dalam teks kita menegakkan keadilan yang betul-betul berdimensi dalam tanda petik berdimensi kristiani yang kuat yang betul-betul kita tegakan di tengah bangsa dan negara ini. Marilah kita tetap berkomitmen untuk memajukan bangsa ini termasuk memajukan demokrasi yang beradab, mengambil peran yang konstruktif peran yang sungguh-sungguh inovatif tetapi juga kritis namun harus realistik dalam menyikapi perbagai persoalan bangsa sehingga kita kemudian bersama-sama menuju masayarakat Indonesia yang diimpikan bersama sesuai dengan Undang-Undang dasar 1945 yakni Indonesia yang adil dan Makmur sekaligus Indonesia yang beradab.
Terpujilah nama Tuhan. Amin