DODOKUGMIM.COM – Shalom, saudara-saudaraku dalam Tuhan.Pada kesempatan ini, kita akan merenungkan satu tema khotbah yang menarik yaitu jangan mendua hati. Tema ini tentu berangkat dari kutipan ayat firman Tuhan Yakobus 1: 8 “ Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya”. Apa kesan kita saat membaca ayat ini? Saya teringat beberapa waktu yang lalu, saat menghadiri acara pernikahan. Disaat jamuan makan, seseorang yang diundang untuk menyanyi, memilih suatu lagu yang berjudul “Mana mungkin mendua hati” yang dipopulerkan Trio ambisi. Saya coba menyanyikan lagu ini, walau saya sadar ini tidak akan sama dengan penyanyi aslinya. Tidak semua syairnya saya nyanyikan, hanya sebagian saja…: “mana mungkin kau membagi cinta, mana mungkin kau mendua hati. cinta yang tulus dalam hatiku, biarlah engkau kembali padanya. Mana mungkin kau membagi cinta. Mana mungkin kau mendua hati. cinta yang tulus dalam hatiku, biarlah engkau kembali padanya… kekasih..” Memang saudraku saat bicara mendua hati selalu arahnya soal hubungan asmara. Mendua hati atau dalam lagu tadi dipahami sebagai bentuk membagi hati menunjukkan sikap orang yang sudah tidak mulai setia dan ada yang akan dirugikan. Seperti saat ada teman yang kemudian menjadikan ayat alkitab ini (Yak. 1:8) sebagai status di facebook-nya. Ia hanya menuliskan ayat ini saja, tanpa memberikan penjelasan apapun, sehingga menimbulkan beragam komentar, termasuk saya. Dari sekian banyak komentar yang ada semuanya berujung pada penilaian bahwa status ini berbicara tetang seseorang yang sementara berselingkuh. Walau pada akhirnya sang pemilik status kemudian memberikan klarifikasinya bahwa bukan itu maksud dan tujuan status tersebut.
Saudaraku, memang itulah kecenderungan kita ketika berbicara soal mendua hati. cenderung arahnya hanya pada soal relasi antar manusia, padahal itu juga bisa bicara soal relasi manusia dengan Tuhan. Saudaraku jika ayat alkitab memang dibaca lepas dari konteksnya maka penafsiran seperti yang disebut diatas tadi bisa dibenarkan. Namun tentu satu kalimat yang sama bisa memiliki arti yang berbeda jika ditempatkan dalam konteks yang kalimat berbeda. Seperti contoh “aku cinta padamu”, saat kalimat ini diucapkan oleh seorang pemuda kepada kekasihnya nampaknya ini bukan masalah. Namun jika diucapkan oleh seorang bapak yang sudah punya istri kepada perempuan lain, maka nuasanya, pesanya, maksudnya akan jadi berbeda. Demikian juga kita memahami teks ayat alkitab saat ini. Walau nampaknya itu bisa cocok dalam kaitan hubungan asmara, tapi jika dilihat dalam konteks dimana ayat ini berasal maka kita akan menemukan bahwa kalimat mendua hati ini berkaitan dengan pengakuan iman percaya seseorang.
Saudaraku yang terkasih, dalam bacaan ini Yakobus sepertinya hendak mengatakan bahwa menjadi orang Kristen sama sekali tidak berarti kita akan mendapat hak-hak istimewa, hidup akan menjadi lebih mudah dan tidak akan mengalami kesulitan. Bukankah Kristus pernah berucap “ Siapa yang mengikut Aku, dia harus memikul salibnya.” Karena itu Yakobus mengatakan bahwa kita harus bangga menjadi hamba-Nya dan menganggapnya sebagai suatu kebahagiaan kalau kita jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan. Kata pencobaan disini dipakai “peirasmos” yang memiliki makna pengujian terhadap sesuatu. Dalam prakteknya kata uji dan coba kita maknai berbeda. Pencobaan sering dimaknai sebagai upaya menjatuhkan dan olehnya datangnya dari si jahat (dimaknai negatif), sedangkan ujian dimaknai sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan (dimaknai positif). Bagaikan murid yang harus melewati ujian sekolah agar bisa naik ke tingkat selanjutnya. Namun, segala peristiwa yang terjadi dalam hidup kita ini selalu melibatkan dua hal tadi apakah itu ujian atau cobaan. Sesuatu berkat yang luar biasa sekalipun, dapat berubah menjadi cobaan yang dapat dipergunakan oleh si jahat untuk menjatuhkan iman seseorang. Lalu bagaimana kita bisa membedakan itu? Menurut Yakobus, seperti dalam ayat 5 diperlukan hikmat untuk bisa mengerti dan melihat hal-hal yang positif dibalik hal negatif yang terjadi. Pdt Eka Darmaputera, mengungkapkan suatu pernyataan secara hiperbolis dari seorang pendeta dari Florida, AS, Stephen Brown. Katany; “setiap kali ada seorang yang bukan kristiani terkena kanker, maka Allah memberikan satu orang kristiani menderita penyakit yang sama. Tujuannya apa? Agar dunia melihat, dimana perbedaan antara mereka berdua – yang kristiani dan yang bukan kristiani. Sebab seharusnyalah mereka berbeda! Dimana perbedaannya itu seharusnya? Sikap atau respons seperti apa yang bisa kita sebut “kas kristiani?.” Bacaan alkitab saat ini menunjukkan sikap atau respons orang Kristen yang seharusnya terhadap segala cobaan yaitu anggaplah sebagai suatu kebahagiaan (ayat 2). Ya, inlah sikap kita. Bukankah kedengaran aneh? Saat jatuh dalam pencobaan harus berbahagia?, tapi walau demikian dibalik itu semua ada tujuannya yaitu bahwa ujian terhadap imamu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun (ayat 3,4). Indah bukan saat kita bisa melewati ujian tersebut. Kita akan tahu pada akhirnya bahwa salah satu manfaat terbesar dari setiap persoalan yang kita hadapi adalah itu dapat membawa orang datang kepada Tuhan. Yang terpenting bukanlah ujian atau cobaan itu, melainkan “respon atau sikap kita”. Respon untuk tidak mendua hati. Pdt Joas Adiprasetya dalam bukunya Labirin Kehidupan melihat bahwa satu perstiwa bisa memiliki dua dimensi; “Iblis bisa mencobai kita, namun disaat bersamaan melalui pencobaan itu, Allah dapat menguji iman kita. Agar kita berhasil mengatasinya dan bertumbuh. Di dalam peristiwa yang tunggal itu, pencobaan iblis dan ujian Allah berlangsung secara bersamaan. Allah tentu saja lebih berkuasa dari Iblis. Allah tentu saja mampu mengatasi pencobaan yang kita hadapi. Allah tentu saja mampu menjauhkan kita dari pencobaan. Namun Allah yang mampu tersebut tidak serta merta mengizinkan kita untuk mengadaikan bahwa Allah juga mau melakukannya. Kerap Allah menahan diri dan memutuskan untuk “tidak mau” menolong kita dengan mudahnya. Sebab Ia mempercayai kita dan menghargai kebebasan kita. Allah mengharapkan munculnya iman, harap dan cinta yang bersemi di dalam peristiwa-peristiwa hidup tersebut. Hargailah penghargaan Allah atas diri anda yang berharga itu.”
Saudaraku yang terkasih. Tema dan ajakan firman Tuhan saat ini, mengingatkan kita untuk jangan mendua hati. Suatu sikap yang bisa diaplikasikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam hubungan suami istri, orang tua dengan anak, persahabatan atau pun dalam relasi antar manusia lainnya. Sikap mendua hati merujuk pada sikap keadaan orang yang bimbang dan ragu. Kebimbangan tentu membuat manusia tidak akan tenang dalam hidupnya. Sikap mendua hati, disatu pihak membuat orang itu tidak bahagia, tapi dipihak lain juga memperlihatkan suatu sikap yang tidak setia. Bukankah kesetiaan itu baru dapat disebut kesetiaan setelah ia di uji dan digoda supaya tidak setia namun ia tetap memilih untuk bertahan setia?. Firman-Nya sekarang berbicara soal sikap iman yang tidak boleh mendua didalam Tuhan. Pergumulan, kesakitan bisa jadi ujian yang akan membuat kita tetap setia bersama dengan Tuhan atau sebaliknya. Sadarlah kita, bahwa tokoh-tokoh iman dalam alkitab harus dan telah melewati banyak kesakitan dan penderitaan. Karena kedewasaan iman yang sehat sulit dicapai takkala orang berada pada zona nyaman selalu. Seperti sebuah paku yang semakin dipukul, dihantam, semakin ia tertancap kuat. Demikian kiranya iman kita, semakin kuat dan teguh serta tidak goyah. Tuhan memberkati kita sekalian. Amin.