![](https://www.dodokugmim.com/wp-content/uploads/2019/10/IMG-20191013-WA0002.jpg)
1 Raja-Raja 17: 1 – 6
KITAB Raja-raja (bahasa Ibrani : Sepher M’lakhim, ספר מלכים) merupakan bagian dari Tanakh (Alkitab Ibrani) dan Perjanjian Lama di Alkitab Kristen. Dalam Alkitab Ibrani, kitab ini diduga dipisahkan menjadi dua bagian dari versi aslinya dalam bahasa Ibrani, menjadi :1. Kitab Samuel.2. Kitab Raja-raja yang sekarang.
Kedua kitab ini tergolong ke dalam Kitab Nabi-nabi Awal.Di kemudian hari, karena keputusan redaksional, kitab Samuel dan Raja-raja itu dibagi menjadi seluruhnya empat kitab : 1 Samuel2 Samuel1 Raja-Raja2 Raja-Raja.Kitab Raja-raja (1 Raja-Raja dan 2 Raja-Raja) yang terdapat dalam Tanakh memuat pandangan Alkitab terhadap sejarah bangsa Israel sejak kisah hari tua dan kematian Daud sampai kepada pelepasan keturunannya, raja Yoyakhin dari penjara di Babel, meliputi periode sekitar 400 tahun (960-560 SM).
Kitab ini menutup serangkaian kitab sejarah yang dimulai dari Kitab Yosua, Kitab Hakim-hakim dan Kitab Samuel, yang membentuk bagian dalam Alkitab Ibrani yang dinamakan Kitab Nabi-nabi Awal. Rangkaian ini sering dirujuk sebagai “Sejarah Deuteronomistik” (Deuteronomistic history), suatu bagian tulisan yang, menurut para ahli, dibuat untuk memberikan penjelasan teologis mengenai “Kejatuhan Yerusalem” (~ tahun 587 SM) yang merupakan kehancuran Kerajaan Israel di tangan tentara Babel pada tahun 586 SM dan dasar bagi kepulangan dari pembuangan itu.
Kitab Raja-raja ditulis sebagai kitab sejarah, tetapi juga mencampurkan legenda, cerita rakyat, kisah mujizat dalam suatu tawarikh, dengan tujuan utama untuk menjelaskan apa yang terjadi berdasarkan nilai kebenaran ilahi, sehingga lebih tepat dibaca sebagai pustaka teologi dalam bentuk kitab sejarah.
Nama “Elia”, yang berarti “Tuhan adalah Allahku,” menggambarkan keyakinan kokoh dalam kehidupan Elia (1 Raja-raja 18:21,39). Kisah-kisah utama kehidupannya terdapat dalam 1 Raja-raja 17:1-19:21; 1 Raja-raja 21:17-29; 2 Raja-raja 1:1-2:25.Kehidupan Elia berkisar di sekitar pertentangan di antara penyembahan terhadap Tuhan dan penyembahan Baal.
Tugasnya ialah menyadarkan bangsa Israel terhadap kemurtadan mereka dan memanggil mereka untuk taat kembali kepada Allah Israel (1Raj 18:21,36-37).
Jadi, Elia menjadi seorang pemugar dan pembaharu yang berusaha menegakkan kembali perjanjian itu.Perjanjian Lama diakhiri dengan nubuat bahwa Elia akan datang kembali “menjelang datangnya hari Tuhan yang besar dan dahsyat itu” (Maleakhi 4:5) ; nubuat ini tergenapi sebagian ketika Yohanes Pembaptis muncul (Matius 11:7-14; Lukas 1:17) dan mungkin akan digenapi sebelum Kristus datang kembali (bandingkan Matius 17:11; Wahyu 11:3-6).
Pengabdian Elia yang penuh kesetiaan kepada Allah dan perjanjian-Nya menjadikannya teladan iman, keberanian, dan kesetiaan kepada Allah di tengah-tengah pertentangan dan penganiayaan yang amat hebat dan juga teladan ketekunan yang setia dalam menentang agama dan nabi-nabi palsu.Selaku utusan Allah, Elia menyampaikan firman berisi hukuman dari Tuhan atas ketidaktaatan Israel.
Allah akan menahan hujan selama tiga setengah tahun (bandingkan Ulangan 11:13-17). Firman berisi hukuman ini juga mengejek Baal, karena para penyembah Baal percaya bahwa dia menguasai hujan dan bertanggung jawab untuk panen yang berlimpah-limpah. Perjanjian Baru menyatakan bahwa masa kekeringan di Israel ini terjadi sebagai hasil doa Elia yang sungguh-sungguh (Yakobus 5:17).
Yesus Kristus merujuk pada peristiwa ini dan sekaligus menegaskan bahwa hujan ditahan selama tiga setengah tahun pada waktu Ia berbicara di sebuah sinagoge di Nazaret, menurut catatan Injil Lukas pasal 4:25.
Mengenai 1 Raja-raja 17 : 1-6, kita melihat dengan sangat nyata bahwasanya alampun taat kepada Tuhan. Dan ini terjadi melalui Elia. Di pihak Elia sendiri, terlihat betapa ia sangat setia kepada Tuhan. Tak sekalipun ia ragu dalam melakukan kehendak dan perintahNya. Ini Elia lakukan sebab ia tahu betul siapa Tuhan itu. Pengetahuan akan Dia (teologi) ini ada karena kedekatan hubungan relasional vertikal antara Elia dengan Tuhan. Kedekatan itu sendiri terjadi oleh kebenaran demi kebenaran yang Elia perbuat di hadapanNya.
Mengaplikasikan karakter Elia dalam hidup jemaat masa kini kita harus melihat betapa kesetiaan menjadi “barang mahal” sebab kebanyakan orang percaya lebih setia kepada keinginan dirinya daripada kemauan Tuhan. Padahal sudah dengan jelas Alkitab dalam hal ini Perjanjian Baru membeberkan tentang hidup menurut daging dan hidup menurut Roh (Galatia 5 : 16-23).
Namun juga mesti diakui bahwa tarikan untuk hidup setia kepada diri sendiri dan keinginannya lebih kuat ketimbang setia kepada Tuhan, walaupun, sebagaimana terhadap Elia, Tuhan dapat memerintahkan siapa saja untuk memelihara kita, asalkan kesetiaan kepadaNya diutamakan.Sebagai orang percaya yang diizinkan Tuhan hidup saat ini harusnya kita sadar bahwa diperkenankannya kita hidup oleh Tuhan untuk maksud agar kuta hidup dalam kesetiaan kepadaNya agar dunia melihat dan pada gilirannya memuliakan Dia.
Jadi hidup kita bukanlah untuk kita semata melainkan untuk Dia yang menjadikan kita. Kita mampu berpikir, berbicara dan bertindak bukanlah karena kita tetapi karena Dia, Tuhan. Maka janganlah kita bermegah diri.
Dari semua paparan di atas dapatlah kita melihat beberapa hal :1. Hidup dekat dengan Tuhan adalah mutlak bagi orang percaya.2. Kesetiaan kepada Tuhan akan menghadirkan hal-hal dahsyat.
Dengan setidaknya dua hal ini kita dapat melangkahkan kaki iman di era kekinian dan keakanan, selama Tuhan berkenan memberi kita kehidupan. Amin.(dodokugmim/nataliatamangunde)