Oleh : Onchy G. Aramana, S.Th.
Penulis adalah warga GMIM Jemaat “Solafide” Radey Wilayah Tenga, yang sekarang ini bekerja sebagai Staf Bidang. Akademik Fakultas Teologi UKIT.
I PETRUS 3 : 13 – 20
DODOKUGMIM.COM – Menjadi orang Kristen pada abad pertama memang tidak mudah. Ada masa-masa tertentu ketika mereka harus mengalami masa sukar yang tidak bisa dihindari.
Komitmen kekristenan mereka ditantang luar biasa. Yang sangat menyedihkan ketika mereka menderita justru pada saat mereka berbuat baik, bukan menderita karena sesuatu yang sudah sepantasnya mereka tanggung.
Dalam kondisi seperti inilah surat penggembalaan I Petrus ini di tulis. Para penerima surat ini ada dalam bahaya penderitaan justru karena mereka menjadi orang Kristen. Hanya orang yang berbuat baik namun menderita karena kebaikannya akan menerima pijian dari Allah.
Penderitaan Kristus dipandang sebagai teladan sekaligus sebagai penanggungan dosa. Ia dihukum mati bukan karena Ia bersalah, sebaliknya justru karena Ia “ tidak berbuat dosa”. Kenyataan ini telah memberi teladan tentang bagaimana penderitaan itu dihadapi oleh jemaat Kristen. Berbahagia dalam penderitaan karena kebenaran.
Dalam konteks jemaat Kristen yang mengalami penderitaan dan kesukaran hidup karena menjadi orang Kristen saat itu, maka tentunya seruan,nasehat dan ajakan diatas sangat relevan. Jemaat bisa saja mundur dan berbalik dari prinsip-prinsip hidup dan etik moral yang dipegangnya, jikalau hidup kekristennanya hanya membuahkan konsekwensi penderitaan bagi dirinya sendiri.
Orang-orang Kristen kemungkinan menderita hanya karena berbuat baik. Jalan keluar paling aman yang ditawarkan supaya tidak nenderita adalah “ikut arus”. Mengikuti prinsip-prinsip hidup dan “aturan main” yang tidak membawa penderitaan.
Namun, penulis Surat I Petrus ini mau meneguhkan komitman jemaat untuk tetap setia berpegang pada kebenaran. Lebih baik menderita karena kebenaran daripada karena berbuat jahat, karena demikianlah ia akan menerima pujian daripada Allah. Jemaat dinasehatkan untuk menjaga kemurnian hidup dalam perbuatan-perbuatan baik setiap waktu sebagai bentuk pertanggung jawaban atas pengharapan mereka.
Lari dari penderitaan sebagai konsekwenisi hidup beriman dan mencari kenyamanan hidup bukanlah ciri dari orang-orang yang punya pengharapan. Penderitaan bukan menbawa orang pada sikap pasif, tetapi sebaliknya lebih memotivasi setiap orang untuk aktif membawa kebenaran lewat penampakan hidup yang kristiani.
Bukankah Kristus adalah teladan yang sempurna bagi setiap orang yang percaya pada-Nya? Ia yang benar, rela menderita dan mati,justru bagi manusia yang tidak benar. Penderitaan dan kematiaan-Nya pada akhirnya membawa setiap orang hidup dalam kebenaran dan keselamatan.
Gereja-gereja dewasa ini, sekalipun dalam konteks yang berbeda, juga mengalami penderitaan. Penderitaan tersebut hadir dalam berbagai bentuknya. baik itu penderitaan secara fisik(mis. Kerusuhan, pengrusakan dan pembakaran gedung gereja, penutupan gedung gereja), penderitaan secara psikis karena berbagai tekanan mental yang dialami dan kebebasan beribadah yang di hambat.
Berbagai modus penghambatan yang dilakukan secara terselubung telah menempatkan gereja-gereja dalam kondisi tekanan dan menderita. Dalam konteks penderitaan sekarang, kita diajak untuk berefleksi dari pembacaan ini. Apakah penderitaan itu adalah akibat dari perbuatan baik kita ataukah karena perbuatan jahat kita sendiri ? Kalau itu karena perbuatan jahat, gereja harus cepat menata dirinya kembali. Tapi kalau itu karena perbuatan baik yang didasarkan pada kebenaran yang diyakininya, maka gereja harus berbahagia.
Penderitaan yang dialami bukan menjadi alasan bagi gereja untuk pasif diri dan menerima itu sebagai sekedar sebuah “takdir”. Namun sebaliknya, gereja semakin termotivasi dan aktif dalam menyuarakan suara kenabiaannya, baik lewat kata maupun sikap hidup setiap waktu. Gereja-gereja terutama secara “institusi”,harus memiliki komitmen dan kesatuan pandang dalam “sepak terjangnya”menjadi teladan untuk”membawa”yang lain hidup dalam kebenaran.
Kecenderungan untuk membenarkan institusi gereja sendiri dan menyalahkan dan melecehkan gereja yang lain bukanlah buah dari hidup beriman. Tetapi dari latar belakang historis yang berbeda, ajaran dogmatis dan kekayaan litrugis yang bernaneka ragam akan dilihat sebagai saru kekayaan gereja yang harus disyukuri dan di hormati dalam kehidupan beroikumene yang sehat. Karena sesungguhnya kehidupan gereja adalah kehidupan yang menjadi berkat bagi yang lain, sebagaimana yang telah diteladankan Kristus.
Kristus tidak pernah berjanji bahwa ketika mengikut dia maka gereja akan mengalami kejayaan dan kesuksesan dan tidak ada penderitaan. Tapi yang Dia janjikan adalah Dia akan memberi kemampuan untuk mengatasi dan menghadapi masalah sesuai dengan perkembangan zaman demi zaman. Amin (dodokugmim/nandarisbonde)