DODOKUGMIM.COM – Di tengah konteks Indonesia, Pendidikan Kristiani lebih dikenal dengan istilah Pendidikan Agama Kristen (PAK). Fokus PAK adalah pengajaran doktrinasi iman Kristen di tengah konteks sekolah, gereja, ruang publik dan keluarga. Dalam konteks gereja, pelayanan pendidikan Kristen bagi warga jemaat yang mencakup pada pelayanan Anak sampai Lanjut Usia (Lansia) yang modelnya disebut sebagai Pembinaan Warga Gereja (PWG). Andar Ismail menyatakan bahwa PAK dan PWG adalah dasarnya merupakan dua perkara yang serupa.
Di bawah ini penulis akan melampirkan kisah dari Pdt. Justitia Vox Dei Hattu yang menuturkan narasi yang berdasar pada pengalamannya yang menggeluti bidang PAK. Narasinya demikian:
Narasi 1
Cerita yang terjadi ketika beliau studi strata satu. Setiap kali beliau menyebutkan bahwa bidang konsentrasinya adalah PAK, semua orang baik di kampus maupun di gereja memberi komentar yang sama kepada beliau: “Wah, pasti hebat yah dalam mengajar anak-anak sekolah minggu. Wah pasti hebat yah dalam memikirkan kegiatan-kegiatan sekolah minggu. Boleh dong kami tanya-tanya kalau kami kesusahan dalam mengajar di sekolah minggu.”
Narasi 2
Cerita terjadi ketika beliau sedang melanjutkan strata dua dan tiga. Setiap kali beliau menyampaikan bahwa bidang konsentrasi studinya adalah pendidikan Kristen atau PAK, maka respons teman-teman dibidang konsentrasi lain adalah: “Wah, kamu bakal cepat selesai studinya. PAK kan gampang, tidak susah.” Peristiwa yang lebih menyakitkan ketika beliau sedang menyusun disertasi, dengan enteng beberapa kawan dari bidang studi lain menganggap bahwa beliau bisa segera selesai karena PAK itu mudah, sesuatu yang sangat praktikal, tidak butuh analisis dan tidak perlu dibuat sulit. Beberapa temannya menegaskan bahwa wajar untuk mereka yang diluar bidang PAK (Biblika, Dogmatika, Etika, Historika, Agama-agama dll). Beliau hanya tersenyum miris setiap kali berhadapan dengan situasi ini.
Dalam narasi di atas memperlihatkan bahwa sejak lama pendidikan Kristen atau PAK sebagai bidang studi/bidang kajian yang diperlakukan secara keliru. Narasi pertama, memperlihatkan bahwa PAK diidentikan dengan anak-anak, atau dalam ranah gereja PAK sama dengan sekolah minggu, karena dianggap sangat mempuni dalam mengajar sekolah minggu dan semua urusan yang berkaitan dengan anak di gereja. Pada narasi kedua, tampak jelas bahwa PAK adalah sesuatu yang mudah (dari segi bobot keilmuan) dibandingkan dengan bidang konsentrasi studi yang lain. Akibatnya, tidak heran jika para mahasiswa/i yang menggeluti bidang PAK harus menerima label demikian yang secara sengaja menimbulkan potensi diskriminasi terhadap bidang Studi PAK.
Polarisasi esensi dari pendidikan Kristiani dalam gereja pun dipahami terbatas pada transfer knowledge, yang pada dasarnya pengetahuan Alkitab dan khotbah kemudian dianggap sebagai materi utama untuk pendidikan Kristiani dan fokus pendidikannya adalah bagaimana jemaat mengetahui dan menghafal ajaran-ajaran Kristen ketimbang menginternalisasikan nilai-nilai Kristiani dan mengimplementasikannya dalam kehidupan. Akibatnya menciptakan pendidikan dengan model banking yang berfokus pada penimbunan pengetahuan kognitif.
Polarisasi PAK muncul karena PAK “terpenjara” dalam kurikulum di atas tumpukan kertas yang berfokus pada doktrinasi dan pemeliharaan nilai secara pribadi maupun kolektif. PAK seharusnya menyatakan perannya dalam menekankan pada nilai-nilai kasih, keadilan, hospitalitas, solidaritas, perdamaian dan kesetaraan pada kehidupan secara nyata yang mencakup kehidupan jemaat secara kolektif. PAK dalam gereja akan selalu responsif terhadap realita permasalahan gereja dewasa ini, bukan hanya ilmu Teologi yang dipakai dan dapat dijadikan solusi di tengah problematika yang dihadapi oleh jemaat, tapi PAK adalah pionir terdepan di tengah pelayanan gereja yang dapat menyikapi dan menyelesaikan masalah yang terjadi di tengah pelayanan gereja ini. Jadi, berhentilah menganggap Pendidikan Kristiani sebagai disiplin ilmu kedua yang diperlukan dalam menjalankan pelayanan gereja saat ini. Maka, gereja harus terus melirik bahkan menggenggam kendali mengenai roda pedati pelayanan ini, sehingga takkan menciptakan jurang pembeda yang semakin luas antara ruang bagi PAK dan Teologi.
Arah pelayanan Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) harus menciptakan dan memberikan ruang yang nyaman bagi PAK untuk bereksplorasi, sehingga fungsi gereja yang adalah buah dari pemberitaan Injil dan pendidikan Kristen akan benar-benar dimanifestasikan sesuai dengan cakupan gereja yang kokoh terlibat dalam pendidikan Kristen dalam gereja, sehingga GMIM tidak akan menciptakan polarisasi di tengah pelayanan gerejanya.
Sumber refleksi dan Kontemplasi:
Harmakaputra, Hans A., Meretas Polarisasi Pendidikan Kristiani: Isu-isu Kontemporer Terkait Pendidikan Kristen di Gereja dan Masyarakat. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2021.
Hattu, Justitia Vox Dei. “Keterkaitan Pendidikan Kristiani di Sekolah dan Gereja,” Indonesian Journal of Theology 7, no. 1 (Juli 2019): 25-45.
Ismail, Andar. Ajarlah Mereka Melakukan: Kumpulan Karangan Seputar Pendidikan Agama Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2015.
Sidjabat, Binsen S.,“Meretas Polarisasi Pendidikan Kristiani: Sebuah Pengantar tentang Arah Pendidikan Kristiani di Gereja, Akademia dan Ruang Publik,” Indonesian Journal of Theology 7, no. 1 (Juli 2019): 7-24.