ALASAN PEMILIHAN TEMA
Paling tidak ada dua sifat budaya yaitu budaya individualistis dan budaya kolektifitas. Indonesia adalah salah satu negara di Asia yang masih sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budaya kolektifitas (kebersamaan), di mana nilai-nilai berfokus pada kepedulian dengan sesama. Ada banyak filosofi budaya yang dipegang di masing-masing daerah di Indonesia ini tentang “hidup bersama”. Budaya kolektifitas memberikan dampak yang baik dalam kehidupan sosial, di mana orang-orang mempunyai dorongan untuk peduli kepada orang lain. Tetapi seiring berjalannya waktu budaya saling menopang satu dengan yang lain mulai bergeser. Hal ini ditandai dengan adanya orang-orang mulai tidak lagi saling memperdulikan satu dengan yang lain. Bahkan membangun “tembok pemisah” berdasarkan suku, budaya, agama dan ras. Tidak jarang dalam masyarakat yang majemuk timbul pertikaian disebabkan oleh saling fitnah, main hakim sendiri tanpa prosedur hukum yang kemudian berujung pertikaian dan perkelahian.
Dalam dunia internet, Indonesia menjadi salah satu negara yang mendapatkan julukan “netizen paling tidak sopan”. Karena terlalu sering membuat kegaduhan ketika mengomentari kehidupan orang lain berdasarkan sebuah postingan semata tanpa tahu kebenaran yang sesungguhnya. Seringkali didapati komentar-komentar yang menghakimi orang lain atas dasar seperti fanatisme agama, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Tindakan saling menghakimi, fitnah, hoax menjadi salah satu pergumulan gereja masa kini. Atas pergumulan ini dipilih tema minggu ini “Jangan Menghakimi Supaya Engkau Tidak Dihakimi”.
PEMBAHASAN TEMATIS
n Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Perbedaan khas yang dimiliki Injil Lukas dengan Injil yang lain terlihat dari gagasannya tentang keselamatan bagi bangsa-bangsa. Bahkan beberapa ahli menyebut Injil Lukas sebagai Injil Keselamatan. Berbeda dengan Injil Matius dan Injil Markus yang menekankan makna peristiwa salib begitu luas, sementara Injil Lukas terlihat lebih berfokus kepada bagaimana seharusnya orang-orang percaya merespon peristiwa salib tersebut.
Lukas 6:37-42 merupakan bagian dari pengajaran Yesus Kristus kepada murid-murid-Nya ketika berada di Galilea. Sikap dan perilaku yang menjadi sorotan utama pada teks ini adalah tentang menghakimi (menjadi hakim). Dalam bahasa Yunani disebut krinete dari akar kata krino. Yesus Kristus melihat bahwa ada krisis moral yang terjadi, di mana begitu sering orang saling menghakimi satu dengan yang lain. Tidak mau mengampuni hanya ingin diampuni dan bersifat munafik. Jika dilihat dari gaya penulisan teks, terdapat makna-makna implisit atau satire yang tujuannya untuk menyindir. Sindiran ini Yesus Kristus alamatkan kepada kaum elit pada masa itu. Entah mereka yang mengklaim dirinya sebagai ahli agama, ahli hukum atau ahli taurat, serta pemimpin-pemimpin lainnya. Karena dimasa itu, agak sulit membayangkan bila rakyat biasa menjadi pelaku penghakiman. Kalau bukan kaum elit, biasanya bangsa Yahudi-lah yang paling sering menunjukkan superioritasnya (keunggulannya) terhadap kelompok umat di luar komunitasnya. Entah karena latar belakang budaya, keyakinan maupun tingkat ilmu yang dimiliki.
Kaum elit yang disebut pemimpin-pemimpin meliputi ahli taurat, imam, farisi dan tua-tua Yahudi. Mereka menganggap diri paling benar dan suci sehingga bertabiat mencari-cari kesalahan orang lain, termasuk kepada Yesus Kristus. Pernyataan-Nya yang sangat tegas: “Janganlah kamu menghakimi, supaya kamu tidak dihakimi. Janganlah kamu menghukum, supaya kamu tidak dihukum. Ampunilah dan kamu akan diampuni.” (ay. 37). Menghakimi (Yun. Diakrino) hanya dapat dilakukan oleh Yesus Kristus saja (Yoh. 5:22,27; Kis. 10:42; 2 Kor 5:10). Manusia tidak bisa menghakimi atau menghina saudaranya, sebab semua yang diperbuat harus dipertanggungjawabkan di hadapan takhta Allah (Roma 14:10). Hal ini menegaskan bahwa manusia bukanlah hakim atas sesamanya yang berhak untuk menjatuhkan hukuman atas moralitas manusia. Konteks pernyataan Yesus Kristus berbeda dengan sistem hukum negara moderen.
Pokok Firman selanjutnya dari bagian ini mengenai kebaikan dalam hal sikap hidup memberi. Pemberian yang benar didasarkan atas ketulusan dan “takaran” (Yun. Metron artinya ukuran, kadar). Menurut KBBI: alat untuk mengukur, sukatan (liter dsb). Bahwa ukuran yang dipakai untuk memberi, ukuran itu juga yang akan dikembalikan kepada yang memberi (ay 38). Beberapa contoh alat ukur dalam Alkitab: Gera dan Syikal (Kel. 30:13), Dirham dan Mina atau kati (Neh. 7:70,71) dan Talenta (2 Sam. 12:30).
Pengajaran Yesus Kristus kemudian berpindah dengan memakai perumpamaan: “Dapatkah orang buta menuntun orang buta? Bukankah keduanya akan jatuh ke dalam lobang? (ay.39) Dalam konteks penghakiman, maka hal ini berarti bahwa bagaimana mungkin orang yang bersalah (berdosa) menjadi hakim dan menjatuhkan keputusan bersalah kepada orang yang melakukan kesalahan? Bukankah pada akhirnya mereka akan jatuh dalam kesalahan? Karena yang semestinya menjadi hakim hanyalah Dia yang tidak bersalah. Sehingga Ia menjatuhkan hukuman kepada orang yang melakukan kesalahan dan keputusan-Nya adalah adil. Dan keputusan-Nya bukan untuk membinasakan tetapi menyelamatkan. Hukuman-Nya supaya manusia menyadari dan mengakui kesalahan agar bertobat.
Yesus Kristus membuat perumpamaan tentang guru dan murid (ay.40). Yesus Kristus bermaksud untuk mengatakan bahwa memang seorang murid tidak melebihi gurunya. Tetapi ketika murid tersebut sudah tamat pendidikannya, maka ia sudah setara dengan gurunya dalam hal pengetahuan. Akan tetapi murid perlu ada usaha untuk terus belajar sambil mencontohi apa yang yang baik dari sang guru dalam semua hal. Supaya ketika ia berhasil, ia tidak akan sombong bahkan menyepelehkan gurunya dan orang lain. Apalagi menghina mereka yang tidak berhasil. Seorang guru yang baik akan menjadi pola anutan bagi murid-muridnya. Ia akan bertanggung-jawab untuk mengajar mereka supaya kelak murid-muridnya bisa sukses di kemudian hari.
Pengajaran Yesus Kristus berikutnya dalam ayat 41-42,” Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui? Bahkan dipertegas lagi dengan ungkapan: “Hai orang munafik, keluarkanlah dahulu balok dari matamu, maka engkau akan melihat dengan jelas untuk mengeluarkan selumbar itu dari mata saudaramu.”
Selumbar (Yun. karfos artinya tangkai kecil, serpihan jerami yang kecil) dan balok (Yun. dokos artinya potongan kayu besar) mempunyai makna bahwa kesalahan kecil yang diperbuat orang dikritik, tetapi kesalahan besar yang diperbuat sendiri tidak diketahui, disadari dan tidak mau diakui. Itu adalah sifat orang yang hanya mau menang sendiri. Hal ini menekankan bahwa seringkali manusia hanya melihat kesalahan orang lain tanpa melihat, bercermin dirinya sendiri, sehingga dengan mudahnya menghakimi orang lain. Yesus Kristus dengan keras menegur sekaligus memberikan pengajaran kepada para murid-Nya untuk melihat kekurangan diri sendiri, memperbaikinya kemudian baru memperbaiki sikap dan perilaku orang lain. Jangan langsung menghakimi, mengatakan mereka berbuat dosa dan kesalahan, padahal diri sendiri mungkin lebih buruk atau berdosa dari orang lain. Yesus Kristus hendak menegaskan bahwa manusia tidak berhak untuk saling menghakimi satu terhadap yang lain, sebab semua manusia sudah jatuh ke dalam dosa. Apalagi mereka yang memiliki otoritas dan kekuasaan menghakimi atas dasar iri hati, cemburu, merasa tersaingi dan lain sebagainya. Hukuman dosa adalah maut, tetapi karya Tuhan Allah dalam Yesus Kristus membuat manusia kembali memperoleh kesempatan atau peluang keselamatan dan kehidupan kekal
Makna dan Implikasi Firman
- Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta produk turunannya yang memudahkan pemenuhan kebutuhan hidup manusia membuat manusia dapat memperoleh kebutuhannya tanpa pertolongan orang lain. Keadaan ini mendorong manusia bersifat individualistis, mementingkan diri sendiri. Ketika seseorang melihat ada saudara atau teman lebih berhasil atau berkembang usahanya dari dirinya, maka segala daya upaya dilakukan untuk “menjatuhkan” dengan menuduh, menghakimi orang tersebut. Ada yang mengatakan “bahwa hasil korupsi, meminta bantuan kuasa kegelapan, melakukan cara-cara yang tidak benar”. Padahal kesuksesan yang diperoleh saudaranya adalah hasil usaha dan kerja kerasnya.
- Orang percaya juga sering terjebak pada sikap menjadi “hakim” kepada saudaranya. Ketika ia tidak senang karena mungkin adik atau kakaknya mendapat warisan dari orangtua yang lebih banyak. Ia mengatakan “papa dengan mama nyanda adil, pilih kasih, kita so nimau mo baku dapa lagi dengan dia.” Terkadang ketika melihat tetangga berhasil, maka terdengar ucapan” dorang kwa da jual tanah yang bukan dorang punya, atau pasti dorang berhasil karena jual diri.”Jadilah orang percaya yang mampu melihat segala hal bukan hanya dari sudut pandang krbenaran diri sendiri tetapi memahami dan mengerti kebenaran orang lain. Karena itu, jangan cepat-cepat menghakimi orang lain.
- Memberi diri dan persembahan untuk pekerjaan Tuhan serta membantu orang lain adalah wujud nyata dari kasih kepada Tuhan Allah dan sesama. Ukuran yang kita pakai untuk memberi akan juga dikenakan kepada kita. Contohnya ketika kita pakai ukuran liter untuk memberi dalam pelayanan dan bagi sesama, maka ukuran itu juga yang akan diterima. Bukan hanya satu liter saja, melainkan “liter” itu isinya akan dipadatkan, digoncang bahkan sampai tumpah ke luar. Demikianlah berkat yang akan dikembalikan Tuhan kepada orang yang memberi dengan tulus hati.
- Menilai dan menghakimi orang lain menurut penilaian kita sendiri tentunya tidak etis dan melanggar perintah Tuhan. Ada orang seringkali terjebak pada situasi demikian. Mengapa? Ada yang oleh cemburu, iri hati dan dengki menuduh atau menghakimi: “orang itu jahat, ia pembunuh, ia pemerkosa, ia yang mencuri, ia bodoh, tidak berpendidikan” atas dasar asumsi tanpa dasar dan bukti. Inilah yang dimaksud melihat “selumbar” di mata orang lain, tetapi di matanya ada “balok”. Kemungkinan menuduh karena sebenarnya dialah yang melakukan apa yang tidak pantas; mencaci maki orang lain, menfitnah, berbuat jahat dan lain sebagainya. Firman Tuhan mengingatkan kita untuk lebih baik menguji diri dan memperbaiki perilaku, barulah memberikan teguran kepada orang lain supaya mereka juga boleh berubah ke arah yang lebih baik.
- Jauhkanlah diri kita dari iri hati, cemburu, dengki, sirik sebagai sumber menuduh dan menghakimi orang lain dengan tidak adil dan benar. Hal ini menyakitkan orang lain dan pada giliranya akan menyakiti diri kita. Selalu berpikir dan bersikap positif sehingga hidup kita akan menghasilkan berkat yang positif bagi pribadi, keluarga dan gereja.
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI:
- Apa yang saudara pahami tentang menghakimi dari Injil Lukas 6:37-42?
- Mengapa sifat menghakimi menjadi salah satu pergumulan gereja di masa kini?
- Bagaimana peran gereja sebagai individu dan institusi menyikapi sifat menghakimi yang merusak?
POKOK-POKOK DOA:
- Agar orang percaya siap untuk memenuhi panggilannya sebagai umat yang mampu melihat dirinya setara dengan sesamanya.
- Agar orang percaya memiliki kesadaran untuk dibentuk dan dibimbing secara terus-menerus sebagai murid Yesus
Kristus.
- Agar orang percaya mampu bekerja sama dalam pelayanan dengan percaya bahwa setiap generasi memiliki kemampuan untuk mengalami dan melakukan pelayanan-Nya di tengah dunia.
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN:
HARI MINGGU BENTUK II
NYANYIAN YANG DIUSULKAN:
Kemuliaan Bagi Allah : PKJ No.1 “Mulia, Mulia Namanya”
Ses Doa Penyembahan: NKB No. 3 “Terpujilah Allah”
Pengakuan Dosa: KJ No. 467 “Tuhanku Bila Hati Kawanku”
Janji Anugerah Allah: NKB No. 34 Setiamu, Tuhanku, Tiada Bertara
Puji-pujian: “Bebaskanlah” (irama lagu lisoi)