TEMA : “Iman Ibu Menyelamatkan Keluarga”
BACAAN ALKITAB: Markus 7:24-30
Syaloom….. Damai di hati ! Hari ini kita bersyukur karena diperkenankan oleh Tuhan untuk menikmati kemurahan-Nya. Kita bersyukur karena diberi kesempatan oleh Tuhan sehingga torang samua boleh baku dapa sebagai ibu-ibu, oma-oma dan kaum wanita (perempuan), dalam perayaan HUT ke-84 Wanita/Kaum Ibu GMIM. Di kesempatan ini kita menghayati tentang keberadaan sebagai kaum perempuan yang adalah wanita-wanita hebat. Wanita yang diciptakan dengan memiliki kelembutan hati, namun jangan pernah berpikir kalau hal itu adalah bentuk kelemahan. Karena melalui kelembutan itulah, tercipta manusia-manusia sukses. Hal itu terbukti dari didikan dan perhatian kita kepada anak-anak. Meski tak punya tubuh
sekuat laki-laki, tapi wanita memiliki kesabaran dan ketabahan dalam menahan perihnya hidup. Itulah kekuatan kita! Walau
terkadang kesedihannya diutarakan dalam bentuk tangisan, tapi seorang wanita yang kuat akan bangkit dengan segera. Wanita yang kuat ialah seorang yang mampu menghadapi ujian hidup, tidak selalu mengeluh, dan pantang menyerah.
Wanita yang tangguh dan kuat pasti menjadi pemenang atas kehidupan.
Ibu-Ibu yang dikasihi Tuhan.. !
Firman Tuhan menurut Markus 7:24-30, mengisahkan tentang kegigihan seorang Ibu dalam memperjuangkan kesembuhan anaknya dengan membawa kekalutan dan pergumulannya pada Tuhan. Cerita dalam teks ini menjadi salah satu peristiwa yang paling menyentuh dan sangat luar biasa dalam kehidupan Yesus. Lalu Yesus memilih untuk menyendiri, ia pergi ke daerah Tirus, salah satu kota di Fenesia (40 mil di barat laut Kapernaum). Daerah ini merupakan wilayah non Yahudi. Ia menghindari dari keramaian dan menyendiri untuk menghindari konflik yang semakin kencang dirasakan di Galilea, Kampungnya sendiri. Konflik yang muncul akibat kedengkian dari ahli Taurat dan Farisi yang sudah memberikan label orang berdosa’ pada Yesus. Bagi mereka, Yesus telah melanggar ketentuan-ketentuan dan hukum taurat, dan Herodes pun menganggap-Nya sebagai ancaman atas popularitas dan kekuasaannya. Bagaimanapun, bagi Kristus, konflik ini pasti Ia akan hadapi kelak, tapi belum sekarang.
Ibu-ibu yang dikasihi Tuhan! Dalam penyendirian-Nya di daerah Tirus, merupakan satu dari empat tempat penyendirian-Nya (1. Pantai Timur, Markus 6:31-56 ; 2. Wilayah Tirus dan Sidon ; 3. Dekapolis ; Kaisarea Filipi Markus 8:10-9:50). Daerah Tirus dihuni oleh mayoritas penduduk non-Yahudi. Sehingga secara simbolik, penyendirian Yesus ini merupakan tanda Injil yang bersifat universal. Kehadiran Yesus di Tirus tidak dapat ditutupi, Ia diketahui orang termasuk seorang perempuan Yunani bangsa Siro-Fenisia yang anaknya mengalami kerasukan setan. Ia mendengar bahwa Yesus berada di daerah tempat tinggalnya. Lalu ia datang dan tersungkur sambil bermohon agar Yesus mengusir setan yang merasuki anaknya, (ay.24-26). Yesus memberi jawaban yang sangat mengejutkan kepada ibu tersebut, :“Biarlah anak-anak kenyang dahulu, sebab tidak patut mengambil roti yang disediakan bagi anakanak dan melemparkannya kepada anjing”ay.27. Permohonan perempuan itu ditolak . Tegasnya, tidak pantas mengambil roti anak-anak untuk diberikan kepada anjing. Kata “anak-anak” di sini melambangkan orang-orang Yahudi. Roti melambangkan Injil (kabar keselamatan). Penggunaan kata ‘anjing’, memang
agak terdengar kasar, dalam konteks ini. Namun Yesus menggunakan kata tersebut dalam arti binatang peliharaan (Yunani diartikan ‘kynaria’ yakni anjing-anjing kecil), sebagai anjing kesayangan yang disimbolkan dengan belas kasihan. Walaupun di zaman itu kata, ‘anjing’ berarti celaan bagi orang bukan Yahudi, secara umum lambang kehinaan. Bagi Yesus, anak-anak harus diberi makan lebih dulu, tapi ada makanan sisa untuk anjing kesayangan. Bahwa benar orang Israel menerima tawaran yang pertama untuk menerima Injil (roti), tapi banyak juga anak-anak menjatuhkan roti itu. Berarti orang
lain pun ditawarkan untuk menerima roti tersebut. Penolakan tersebut, tidak membuat ia menyerah, diapun mengakui semua yang dikatakan Yesus. “Benar, Tuhan. Tetapi anjing yang di bawah meja juga makan remah-remah yang dijatuhkan anak-anak”ay.28. Jawaban yang sangat menyentuh karena sekalipun demikian, anjing-anjing pasti memanfaatkan dengan betul remah-remah (sisa makanan) yang jatuh dibawah meja. Hal ini menunjukkan iman dan pengharapan yang luar biasa dari perempuan tersebut kepada Kristus. Ia tahu bahwa keberadaanya dalam status sosial, ia tidak termasuk bangsa Israel yang layak menerima kasih karunia Tuhan, namun Ia memiliki keyakinan dan pengharapan bahwa ia juga adalah bagian dari pada penerima kasih karunia dari Tuhan. Iman dari seorang perempuan inilah yang menyelamatkan anaknya dari kerasukan setan. Iman seorang ibu menjadi penyelamat bagi anak dan keluarganya.
Ibu-ibu yang dikasihi Tuhan!
Kita sebagai orang-orang percaya (gereja) telah ditetapkan oleh Tuhan untuk menerima Injil; kabar baik, kabar keselamatan dari-Nya. Roti-roti itu telah diberikan, kita telah mengenggam ditangan kita masing-masing. Kini, tergantung pada kita apakah kita akan memakannya atau tidak! Kita akan menikmatinya atau membuang roti tersebut. Jawaban dari perempuan itu kepada Yesus, menjadi kritikan moral bagi gereja, kepada kita kaum wanita (perempuan dan ibu) karena
kita sering lalai menjaga apa yang telah Tuhan berikan kepada kita. Di sisi lain, jawaban dari perempuan tersebut merupakan sebuah provokasi. Provokasi terhadap pengharapan yang datang dari iman (percaya) kita kepada Kristus. Meski hanya sebuah ‘remah-remah’, tapi jika kita mau dengan sungguhsungguh memanfaatkan semuanya itu, sudah barang tentu kita tidak akan menyianyiakan roti-roti yang jatuh di bawah meja. Ibu-ibu yang dikasihi Tuhan!
Sebagai perempuan yang hidup di era sekarang ini, kita harus menunjukkan kegigihan dan keteguhan dalam menghadapi berbagai tantangan dan pergumulan (termasuk Covid 19) dengan iman yang sungguh-sungguh kepada Tuhan.
Kita sadar sebagai perempuan, kita lemah secara fisik, tapi dibalik kelemahan ada kekuatan batin demi memperjuangkan
kehidupan keluarga: suami, anak-anak dan cucu serta cece.
Ibu-ibu yang dikasihi Tuhan!
Di HUT ke-84 Wanita/Kaum Ibu GMIM, hari ini kita diingatkan tentang tanggungjawab bersama dalam pelayanan GMIM,
bahwa sebagai ibu-ibu Tuhan, kita terpanggil untuk mewujudkan kasih karunia Yesus Kristus dalam kehidupan, melalui kerja, pelayanan dan doa. Disamping itu, kita dingatkan untuk menjadi Wanita/Kaum Ibu yang bertanggungjawab atas keluarga bersama suami dari berbagai tantangan, persoalan dan permasalahan hidup yang kita alami. Jangan pernah menyerah atau pasrah pada kelemahan dan pergumulan tetapi kita harus ulet dan tidak putus asa dalam menghadapinya. Milikilah iman yang berkemenangan untuk menyelamatkan keluarga kita. Amin.