ALASAN PEMILIHAN TEMA
Memuliakan Tuhan Allah dalam hidup beriman adalah bentuk pengakuan akan eksistensi dan keagungan-Nya, penghormatan akan nama-Nya yang kudus, penyembahan dan pujian syukur atas segala berkat-Nya yang dinikmati. Karena tujuan Tuhan Allah menciptakan manusia adalah untuk menyembah dan memuliakan-Nya dengan segala yang dimiliki manusia.
Kekuatan, kesehatan, harta benda dan kekayaan hasil jerih payah manusia adalah bagian dari karunia Tuhan Allah yang harus disadari untuk disyukuri. Tetapi dalam kenyataan, ada orang yang melupakan dan meninggalkan Tuhan Allah hanya karena mencari dan mengejar harta dunia. Pada akhirnya terjebak dalam cara hidup yang materialistik dan hedonistik untuk kemuliaan diri sendiri yang penuh kesombongan. Di sosial media ada begitu banyak fenomena flexing atau pamer harta kekayaan hanya untuk sebuah konten dan kebanggan diri supaya diakui dan dipuji oleh banyak orang. Di era digital yang begitu terbuka sekarang ini hal seperti itu sudah menjadi tontonan umum yang berpengaruh pada gaya hidup setiap orang sehingga dengan berbagai cara orang ingin menggapainya kendati melalui penipuan, pencurian, korupsi, hutang piutang dan sebagainya.Menyadari pentingnya memuliakan Tuhan Allah dengan kekayaan yang dianugerahkan-Nya kepada kita umat manusia, maka diangkatlah tema “Muliakan Tuhan dengan Hartamu”.
PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Kitab Amsal (Ibrani: Masyal; Yunani: Paroimia; Inggris: Proverb) merupakan kumpulan ucapan bijak yang berbicara tentang hikmat sebagai anugerah dari Tuhan Allah. Berdasarkan catatan penulisannya, kitab Amsal paling banyak memuat amsal-amsal Salomo bin Daud, raja Israel (Ams. 1:1;10-22:16; 25-29). Selain itu, tercantum juga amsal-amsal orang bijak (Ams. 22:17-24:34), perkataan Agur bin Yake (Ams. 30) dan amsal untuk Lemuel dari ibunya (Ams. 31:1-9). Kitab ini memberi gambaran tentang pengajaran praktis dan petunjuk hidup untuk dilakukan dalam kebijaksanaan yang bermula dari menghormati dan menaati Tuhan Allah sumber hikmat (1:7, 2:6).
Tujuan kitab ini adalah untuk menerapkan prinsip-prinsip iman dalam sikap dan pengalaman hidup sehari-hari yang diungkapkan dalam bentuk petuah, peribahasa, perumpamaan dan pepatah. Adapun ruang lingkup pengajaran dalam kitab Amsal menyangkut berbagai bidang kehidupan baik itu tentang keluarga, pernikahan, perdagangan, pergaulan, peradilan, maupun komparasi kehidupan antara orang bijaksana dan bodoh, orang benar dan orang fasik, orang rajin dan orang malas serta yang lainnya.
Amsal 3:1-10 berisi ucapan pengajaran atau wejangan hikmat dari orang tua kepada anaknya. Dalam tradisi orang Israel, para orang tua memegang peranan penting dalam proses pendidikan iman bagi anak-anak mereka (bnd. Ul. 6:4-8). Sejak kecil anak-anak orang Israel telah diajarkan pokok-pokok iman kepada Tuhan Allah dengan tujuan supaya keturunan mereka tidak melupakan-Nya agar hidup takut akan Tuhan Allah nyata dalam perilaku hidup setiap hari dari generasi ke generasi. Itulah sebabnya sapaan pertama dalam Amsal pasal 3 ini diawali dengan ungkapan “Hai anakku”. Hal ini menerangkan bahwa pengamsal menempatkan dirinya sebagai orang tua atau ayah/bapa yang berkewajiban menuntun anaknya mengikuti ajaran Tuhan Allah.
Penekanan pertama yang disampaikan oleh pengamsal adalah “Janganlah engkau melupakan ajaranku dan biarlah hatimu memelihara perintahku” (ayat 1). Ajaran (Ibr. Torah) dan perintah (Ibr. Mitsvah) yang dimaksud di sini adalah hukum dan ketetapan Tuhan Allah yang disampaikan oleh Musa beserta kewajiban moral yang diturunkan dan dirumuskan dari perintah Tuhan Allah. Semua hukum, ketetapan dan perintah Tuhan Allah mengenai hal yang benar dan larangan untuk menjauhi yang jahat wajib diingat, dipelihara dalam hati sebagai sumber kehendak dan perilaku manusia dan dilakukan dalam ketaatan untuk diteruskan kepada tiap-tiap generasi. Sebab di balik ketaatan melakukan ajaran dan perintah Tuhan Allah terdapat berkat yang terungkap dalam ayat 2 “karena panjang umur dan lanjut usia serta sejahtera akan ditambahkannya kepadamu”. Panjang umur bisa berarti diberi kesehatan, terhindar dari celaka dan maut sehingga tahun-tahun hidup ditambahkan sampai menikmati usia lanjut. Sedangkan kata “Sejahtera” (Ibr. “Shalom” artinya: damai, tenang, sehat, aman, makmur, berhasil dan selamat dalam lindungan Tuhan Allah). Dengan memelihara ajaran dan perintah Tuhan Allah maka akan beroleh keutuhan berkat dalam relasi yang baik dengan-Nya dan sesama manusia.
Selanjutnya pengamsal mengingatkan supaya “Janganlah kiranya kasih dan setia meninggalkan engkau! Kalungkanlah itu pada lehermu, tuliskanlah itu pada loh hatimu” (ayat 3). Kata kasih (Ibr: Khesed, Ingg: Mercy/ kindness) juga dapat diartikan sebagai kebaikan atau kemurahan hati. Sementara kata setia (Ibr: Emet, Ingg: Truth/Faithfulness) dapat juga diartikan sebagai kebenaran. Kasih dan setia terikat dalam sebuah perjanjian yang menggambarkan hubungan antara Tuhan Allah dan umat-Nya. Dari sini dapat dipahami bahwa bagian ini menekankan tentang kepribadian dan tindakan manusia dalam mewujudkan ajaran dan perintah Tuhan Allah yang terlihat dalam perilaku yang penuh kebaikan dan kebenaran. Sebab hanya oleh kasih setia Tuhan Allah maka setiap orang beriman dimampukan untuk melakukan kehendak-Nya dalam situasi dan kondisi apapun. Karena itulah diingatkan jangan sampai kehilangan kasih dan setia dalam relasi dengan Tuhan Allah dan sesama manusia.
Kalungkan pada leher dan tuliskan pada loh hati merupakan ungkapan simbolis untuk tetap mengingat, jangan sampai hilang, harus menyatu dengan diri dan tertanam dalam manusia batiniah, tetap tunduk dalam kasih dan setia supaya dapat dilihat oleh banyak orang sehingga menghasilkan cara dan gaya hidup yang disenangi (mendapat kasih dan penghargaan) oleh Allah serta manusia (ayat 4).
Dengan demikian pengamsal sementara mengajarkan tentang konsep iman kepada Tuhan Allah yang terjabarkan dalam praktik hidup setiap hari. Adanya kesesuaian antara hidup beriman dan perbuatannya yang terlihat dalam hubungan vertikal (dengan Tuhan) dan horizontal (dengan sesama manusia).
Dalam ayat 5-10 memuat ajaran kesalehan hidup yang bersumber dari Tuhan Allah. “Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu” (ayat 5) berarti menaruh percaya (Ingg.: Trust) yang dalam dan penuh dengan segenap totalitas hidup karena adanya hubungan yang dekat. Percaya dengan segenap hati adalah iman dalam pengakuan dan pemaknaan. Tidak hanya sebatas pada ucapan mulut untuk percaya tetapi sungguh-sungguh meresap dalam hati secara utuh untuk bersandar dan bergantung penuh kepada Tuhan Allah di tengah keadaan dan situasi apapun. Orang yang percaya kepada Tuhan Allah dengan segenap hati tidak akan bersandar pada pengertiannya dan kekuatannya sendiri tetapi mengandalkan hikmat dan didikan Tuhan Allah sehingga memunculkan komitmen untuk menyerahkan segalanya kepada Tuhan Allah tanpa rasa kuatir dan takut.
“Akuilah Dia dalam segala lakumu” (ayat 6) adalah ajaran hikmat untuk mengakui kedaulatan Tuhan Allah sebagai Pencipta, Penguasa dan Penentu jalan hidup manusia. Dengan mengakui Tuhan Allah dalam segala laku itu berarti terjalin hubungan erat yang senantiasa membutuhkan tuntunan dan arahan dari Tuhan Allah melalui firman-Nya sehingga jalan hidup orang percaya diluruskan sesuai ketetapan-Nya.
Menjadi orang bijak berarti mengambil dan menempuh jalan yang benar dengan takut akan Tuhan Allah dan menjauhi kejahatan (ayat 7). Takut (Ibr.: Yira’t) akan Tuhan adalah sebuah pengakuan dan penghormatan dengan penuh takjub, tunduk, sujud, taat, berserah dan penuh kasih. Di dalam takut akan Tuhan Allah ada kesalehan hidup dan ketaatan pada hukum-hukum-Nya yang pada akhirnya membuat manusia menjauhi kejahatan dengan hidup yang dibaharui dalam semangat dan kekuatan baru (ayat 8).
“Muliakanlah Tuhan dengan hartamu dan dengan hasil pertama dari segala penghasilanmu” (ayat 9). Menurut hukum Taurat, orang Israel wajib memberikan hasil pertama dari panen mereka sebagai persembahan kepada Tuhan Allah sebagai pengakuan bahwa Tuhan adalah satu-satunya pemilik tanah dan sumber berkat (Lih. Im. 23:10; Im 25:23; Bil. 18:12-13). Di dalam kewajiban tersebut terkandung janji berkat bagi setiap orang yang melakukannya sebagaimana disebutkan dalam ayat 10 “Maka lumbung-lumbungmu akan diisi penuh sampai melimpah-limpah, dan bejana pemerahanmu akan meluap dengan air buah anggurnya” (bnd. Ul. 28:1-2, 8-13 dan Mal. 3:10). Dalam catatan sejarah Alkitab terdapat bapa-bapa leluhur Israel yang meneladankan kehidupan yang memuliakan Tuhan Allah dengan harta dan hasil terbaik bahkan yang sangat bernilai harganya. Seperti persembahan Habel yang mempersembah-kan anak sulung kambing dombanya (Kej. 4:4); persembahan Abraham dari anak perjanjiannya yaitu Ishak (Kej. 22:2); dan persembahan Raja Daud bagi pembangunan Bait Suci di Yerusalem dengan emas dan perak yang dipunyainya (1 Taw. 29:3). Semua bentuk persembahan itu adalah suatu kesadaran bahwa segala sesuatu yang dimiliki adalah milik Tuhan Allah sehingga dikembalikan kepada-Nya sebagai tanda terima kasih.
Orang percaya harus percaya kepada Tuhan Allah dan memercayakan seluruh hidup kita kepada-Nya dengan memuliakan nama-Nya lewat berkat-berkat-Nya dalam apa yang kita miliki. Setiap orang yang percaya kepada Tuhan Allah dengan segenap hatinya, mengakui-Nya dalam lakunya dan takut pada-Nya diberi kemampuan untuk memuliakan-Nya dengan hasil terbaik yang dimiliki. Sebab sesungguhnya berkat Tuhan Allah dalam hidup orang percaya adalah yang terbaik sesuai kadar pemberian Tuhan Allah. Kekayaan berkat Tuhan Allah yang tidak tertandingi oleh apapun juga yang kita miliki dalam kekekalan adalah keselamatan jiwa melalui penebusan dosa dalam Yesus Kristus, Juruselamat kita.
Makna dan Implikasi Firman
- Ajaran dan perintah Tuhan Allah adalah warisan berharga yang harus diturunkan kepada generasi demi generasi secara berkelanjutan sehingga kehidupan beriman yang percaya, mengakui dan takut akan Tuhan Allah selalu terpelihara dalam ketaatan dan kesetiaan. Sebab hanya di dalam Tuhan Allah ada berbagai kelimpahan berkat dan keselamatan.
- Memuliakan Tuhan Allah dengan harta dan persembahan hasil pertama yang terbaik harus dilihat dari kualitasnya. Tentunya bukan hanya hasil terbaik yang dikejar, tetapi cara untuk mendapatkan harta juga harus diperhatikan. Mendapatkan harta dengan cara yang benar adalah kehendak Tuhan, maka kita juga harus memberikan yang terbaik dari hasil karya yang benar. Percaya akan pemeliharaan Tuhan Allah serta mengakui keberadaan-Nya dengan hidup kudus dan saleh untuk menghasilkan yang terbaik adalah lebih penting dari pada bekerja dengan penuh tipu muslihat untuk mendapatkan banyak keuntungan. Memuliakan Tuhan Allah dengan harta yang dimiliki mendorong kita untuk tahu mengucap syukur dalam segala hal, mengingat bahwa Tuhan Allah sudah memberikan kepada kita, bukan saja berkat jasmani tetapi juga berkat rohani dalam kekayaan kasih karunia-Nya.
- Saat kita memuliakan Tuhan Allah dengan harta yang dianugerahkan-Nya kepada kita, maka hidup kita tidak akan kekurangan tetapi justru kita akan dipakai oleh-Nya untuk menjadi berkat bagi orang lain yang berkekurangan dan yang membutuhkan. Semua itu tergantung pada sikap hati kita. “Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada” (Mrk. 6:21). Oleh sebab itu hati kita harus melekat kepada Tuhan Allah dengan memelihara perintah-Nya dan dimeteraikan dalam kasih setia-Nya sehingga kita disanggupkan memuliakan-Nya dengan hati yang tulus lewat pemberian hasil yang terbaik. Karena itu, mari jaga sikap hati kita dan mintalah selalu bimbingan Roh Kudus agar kita senantiasa diberi sikap hati yang jelas dan tulus dalam memuliakan Tuhan Allah. Sebab sesungguhnya Tuhan Allah adalah satu-satunya pemilik dari semua yang ada dalam hidup kita, termasuk diri kita yang telah ditebus melalui kematian dan kebangkitan Yesus Kristus.
- Dengan memberi yang terbaik kepada Tuhan Allah dalam ucapan syukur yang memuliakan nama-Nya, itu berarti kita mengakui kemahakuasaan-Nya atas hidup dan harta milik kita. Sehingga terhindar dari mengandalkan akan kehebatan dan kepintaran diri yang berujung pada sikap hidup yang sombong, egois dan tamak. Karena semua yang kita miliki adalah berkat Tuhan Allah yang dititipkan untuk menjadi berkat bagi orang lain. Sebab segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia, dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya! (Rm. 11:36).
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI:
- Apa maksud “Muliakanlah Tuhan dengan Hartamu”, menurut Amsal 3:1-10?
- Mengapa penting mengajarkan kepada warga gereja supaya mampu mempersembahkan yang terbaik bagi kemuliaan nama Tuhan Allah?
- Bagaimana cara memuliakan Tuhan Allah dengan harta yang dimiliki?
NAS PEMBIMBING: I Tawarikh 16:29
POKOK-POKOK DOA
- Umat Tuhan diajar untuk memberi yang terbaik sebagai persembahan kepada Tuhan Allah.
- Umat Tuhan kiranya bekerja penuh tanggungjawab.
- Umat Tuhan ketika diberi harta benda hendaknya dipakai untuk memuliakan Tuhan Allah.
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN :
HARI MINGGU BENTUK IV
NYANYIAN YANG DIUSULKAN :
Persiapan : KJ. No. 216 Sang Kristus T’lah Bangkit
Pembukaan : NNBT No. 3 Mari Kita Puji Allah
Pengakuan Dosa dan Pengampunan : NNBT No. 26 Tuhan Yesusku Mutiara Hatiku
Ses.Pemb Alkitab: NNBT No. 37 Tuhan Yesus Adalah Penabur
Persembahan:NKB.No. 199 Sudahkah Yang Terbaik Kuberikan
Nyanyian Penutup: NKB No. 196 Ku beroleh Berkat
ATRIBUT
Warna Dasar Putih dengan Lambang Bunga Bakung dengan Salib Berwarna Kuning