Tema Bulanan: “Solidaritas yang Paripurna”
Tema Mingguan: “Anak adalah Mahkota”
Bacaan Alkitab: Amsal 17:1-17
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Keluarga adalah lembaga terkecil dalam komunitas masyarakat, memiliki peran dan tanggung jawabnya masingmasing baik sebagai orang tua maupun anak-anak. Anak adalah pribadi yang wajib diasuh, dipelihara, dan dilindungi, bahkan dalam UUD 45 menyatakan bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang. Bebas dari kekerasan dan diskriminasi, berhak mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal baik fisik, mental maupun sosial.
Namun dalam realitas kehidupan terdapat anak-anak yang tidak mendapatkan apa yang menjadi haknya. Karena itu anak mengalami gangguan prilaku (seperti mencuri, tindakan bullying dan lain-lain), juga terjadi ekploitasi anak, kekerasan terhadap anak dan gangguan mental lainnya. Sikap yang tidak benar dalam tanggung-jawab orang tua terhadap anak-anak, menyebabkan pewarisan nilai yang tidak baik dan dapat terjadi dari generasi ke generasi.
Keadaan ini membutuhkan perhatian gereja, pemerintah dan terutama orang tua untuk mendidik anakanak dengan baik dan benar. Sehingga anak sebagai mahkota orang tua dapat bertanggung jawab terhadap setiap keadaan yang terjadi disekitarnya. Berdasarkan alasan di atas maka diangkatlah tema “Anak adalah Mahkota”.
PEMBAHASAN TEMATIS Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Perikop bacaan ini adalah kumpulan Amsal Salomo yang pertama. Nama Salomo dalam bahasa Ibrani disebut dengan “mishle shelomoh” yang dapat berarti” Amsal Salomo” (1:1). Nama ini sesuai dengan keyakinan tradisi bahwa Salomo merupakan kontributor utama dalam kitab ini. Salomo dihubungkan dengan “hikmat”, yang menjadi landasannya adalah Allah yang telah meletakkan hikmat kepadanya berdasarkan permohonan doanya. Sumber hikmat adalah sikap” takut akan Tuhan”.
Amsal Salomo memberi perhatian terhadap sikap orang benar yang bijak dan orang jahat yang bebal (ay.1-5), yang mana kebijakan dan kebodohan dihubungkan dengan lidah. Juga terdapat tema tentang keluarga, seperti kerukunan dalam keluarga dan sikap hidup anak yang menentukan kebahagiaan orang tua, sedangkan kehormatan anak adalah orang tua. Dalam beberapa ayat ditemukan kalimat hikmat Tuhan yang memperlihatkan bahwa Tuhanlah yang menjadi sumber norma kehidupan moral seseorang. Sekerat roti (sepotong roti), tidak hanya bermakna kuantitas yang sangat sedikit, tetapi juga kualitas yang sangat sederhana. Makanan yang sedikit dan sederhana, tetapi disertai ketentraman lebih baik daripada rumah penuh daging tapi disertai perbantahan. Kekayaan memanglah anugerah Tuhan tetapi kedamaian dalam keluarga juga merupakan hal yang penting. Kata daging (zebah) menunjuk pada daging persembahan sebagai simbol kemewahan pesta makan suatu keluarga yang hidangan utamanya adalah daging. Akan tetapi simbol daging persembahan yang dimakan itu ternyata tidak berdampak pada kehidupan karena setelah itu mereka berbantah atau bertengkar. Kemewahan sebenarnya terletak pada ketentraman dan persekutuan dalam keluarga. Nasihat tentang akal budi yang menekankan bahwa seorang budak dapat menerima warisan menggantikan anak kandung apabila anak kandung itu sendiri, melalui sikap hidup dan kata-katanya telah membuat malu keluarganya. Warisan yang seharusnya menjadi miliknya diberikan kepada budak. Maksud pengamsal adalah budak yang bijak, berakal budi, loyal, dan selalu berpikir serta berperilaku berdasarkan moral yang benar akan menggantikan anak yang membuat malu sebagai ahli waris. Karena itu untuk memperoleh kebenaran hanya dapat di uji oleh Tuhan sebagaimana proses peleburan emas di dalam “kui” (mangkok kecil) untuk mendapatkan emas murni. Sehingga akan nampak kejahatan-kejahatan termasuk yang bibir yang jahat yaitu pendusta.
Pengajaran tentang betapa pentingnya keluarga yaitu orang tua dan anak diberi perhatian secara khusus oleh pengamsal (ay.6), sebagaimana dikemukakan Mahkota orangorang tua adalah anak cucu dan kehormatan anak-anak ialah nenek moyang mereka. Mahkota (atarah) adalah simbol kemuliaan, kehormatan dan kebanggan. Kemuliaan orang tua memiliki relasi yang kuat dengan kehidupan anak-anaknya. Kehidupan anak-anak yang bijak dan benar mendatangkan kemuliaan bagi orang tua. Mahkota itu menjadi tanda hidup panjang umur yang benar. Karena itu Yesus sendiri menempatkan anak-anak dalam kemuliaaan-Nya dengan mengingatkan kepada murid-murid-Nya untuk tidak menghalang-halangi anak-anak datang kepada-Nya (Markus 10:14). Bagi masyarakat Israel kuno, memiliki anak menjadi tanda adanya berkat. Sementara itu, kehormatan (tipharah) anak-anak ditentukan oleh penghargaan yang diberikan masyarakat kepada nenek moyang mereka. Pengajaran ini hendak mengungkapkan betapa pentingnya keluarga bagi masyarakat Israel kuno. Karena itu penting untuk menjadi pribadi-pribadi yang bijak bukan menjadi orang bebal (ay.715). Orang bijak adalah orang yang berpengertian, yang mencintai pengetahuan dan suka diajar karena itu dengan senang hati menerima teguran untuk membangun pribadi yang baik. Sedangkan orang bebal (kesil) tidak mau menerima didikan. Sehingga lebih mudah menjadi orang durhaka, membalas kebaikan dengan kejahatan, sering menjadi awal pertengkaran dan lebih berpihak pada kejahatan dengan mempersalahkan orang benar.
Pada ayat 16-17, pengamsal menjelaskan tidak ada gunanya uang ditangan orang bebal untuk membeli hikmat (ay.16), uang melambangkan keinginan orang yang bebal akan hikmat tapi ia tidak memiliki kecakapan pikiran hati terhadap hikmat itu. Kurangnya kesungguhan dalam mendambakan hikmat dan didikan. Karena tidak berakal budi, orang bebal berpikir dapat membeli hikmat dengan uangnya, padahal hikmat memiliki nilai yang tidak dapat dibeli. Demikian juga sahabat dan saudara dalam menunjukkan kasih dan kesetiaan di setiap waktu tidak dapat dibeli dengan uang. Waktu menunjukkan sikap pengorbanan yang diberikan dengan tulus sekalipun dalam kesukaran, sikap ini mengindikasikan pentingnya membangun relasi yang baik dengan keluarga maupun dengan sesama sebagai sahabat yang baik.
Makna dan Implikasi Firman
Banyak keluarga Kristen yang kandas karena tidak mampu menciptakan suasana damai sejahtera dalam kehidupan keluarga. Orientasi penuh pada materi mengesampingkan pentingnya membangun suasana yang tentram dalam keluarga. Ketentraman dapat diciptakan bukan hanya dari kemewahan tetapi juga dari kesederhanaan.
Alkitab menyampaikan pemahaman yang sangat jelas bahwa Tuhan sangat sayang terhadap anak-anak. Dimata-Nya, anak-anak seumpama harta yang tak bernilai dan memposisikan sebagai atribut yang perlu diperhatikan yaitu Kerajaan Allah sebagaimana perkataan Yesus Kristus dalam Injil-Injil. Anak-anak adalah hal yang sangat penting, jika anak berarti penting bagi Tuhan, maka orang tua harus berpikiran yang sama dengan Tuhan Yesus Kristus.
Anak-anak adalah mahkota orang tua, meski kenyataan membuktikan bahwa telah terjadi pergeseran tata nilai dalam relasi orang tua dan anak yang menyebabkan banyak anak-anak yang tidak mampu menghargai orang tua dan tidak menjadi mahkota bagi orang tua. Anak-anak dinasehati untuk hidup sebagai orang-orang bijak, baik dalam bertutur kata maupun dalam berperilaku. Keadaan seperti ini tidak boleh menjadi batu sandungan bagi para orang tua untuk merangkul dan membangun hubungan baik antara Orang tua dan anak. Sebab anak-anak seperti kata Alkitab adalah dipandang sebagai karunia dari Allah. Anak-anak bisa membawa kebahagiaan, anak-anak harus dikasihi, dihargai, dan dihormati seperti orang dewasa; mereka penting dalam kerajaan Allah (Mat. 18:10, Tit. 2:4, Mat. 18:1-6). Anak-anak juga diberi tanggung jawab: menghargai dan menghormati orang tua, peduli terhadap mereka, mendengarkan mereka, dan patuh kepada mereka (Mark. 7:10-13; Ef. 6:1).
Kehormatan anak-anak adalah orang tua dan nenek moyang mereka, namun tidak jarang kenyataan menampilkan hal sebaliknya, orang tua bukannya menjadi kehormatan tetapi malah menjadi bahan celaan karena tidak mampu hidup memberi teladan yang baik kepada anak-anak. Dewasa ini anak-anak semakin kritis dalam menilai, sehingga orang tua harus mampu menunjukkan teladan hidup yang baik sebagai pendidikan yang nyata bagi anak-anak.
peran orang tua adalah siap menghadapi tantangan pendidikan masa depan, fokus pada tujuan pendidikan, menjadi teladan, serta mengajar dan berpegang pada kebenaran. Hidup sebagai orang bijak yang memiliki pengertian, khususnya dalam membangun relasi dengan keluarga dan sesama, juga warisan orang tua terhadap anak-anak.
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI:
- Bagaimana merefleksikan tentang tugas dan tanggungjawab orang tua dan anak-cucu menurut teks Amsal 17:117.
- Sudah sejauh mana peran gereja terhadap anak-anak?
- Apakah sebagai orang tua sudah merasa berhasil dengan keadaan anak-anak kita? (jika kita melihat terjadi kekerasan terhadap anak, ekploitasi anak, mencuri dll)
POKOK-POKOK DOA:
GMIM sebagai gereja Tuhan yang peduli pada pelayanan anak-anak dan aktif melawan perilaku kekerasan terhadap anak-anak.
Gereja diberi kekuatan iman dalam menghadapi berbagai dinamika gerak pelayanan.
Upaya membangun kehidupan anak-anak yang berkarakter baik.
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN:
HARI MINGGU BENTUK V
NYANYIAN YANG DIUSULKAN:
Mari Menghadap Hadirat-Nya: KJ No. 64 Bila Kulihat Bintang Gemerlapan.
Bersekutu Dalam Nama-Nya: PKJ. No 67 Hai Anak-Anak Muda Dan Belia.
Persekutuan Yang Mengaku Dosa: KJ No. 467 Tuhanku Bila Hati Kawanku.
Jaminan Yang Menguatkan: NKB. No. 167 Tuhan Yesus Sahabatku.
Doa Mohon Tuntunan Roh: KJ. No. 184 Yesus Sayang Padaku.
Berilah Yang Baik: NKB No. 133 Syukur Pada-Mu Ya Allah Nyanyian Penutup: Setinggi-tingginya Langit, Lebih Tinggi Kasih Yesusku.
ATRIBUT
Warna dasar merah dengan simbol Salib dan Lidah Api