TEMA BULANAN : “Solidaritas Yang Paripurna”
TEMA MINGGUAN : “Kebenaran Meredup Demi Kepentingan”
Pembacaan Alkitab : Markus 15:1-15
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Ada ungkapan yang sering kita dengar, yaitu: ‘di dunia initidak ada musuh atau teman yang sejati, tetapi yang ada hanyalah kepentingan yang abadi’. Benarkah demikian? Walaupun banyak pro dan kontra dengan ungkapan ini, tetapi pengalaman membuktikan bahwa ungkapan tersebut banyak benarnya. Hal ini sangat nampak dalam interaksi kita dengan sesama, apalagi ketika menghadapi berbagai keepentingan. Kepentingan dapat menimbulkan berbagai perbedaan, entah cara berpikir maupun bersikap, termasuk dalam pertemanan, yaitu orang yang semula berkawan dapat menjadi lawan
demikian sebaliknya yang lawan dapat menjadi kawan.
Setiap orang mempunyai kepentingan dan kepentingan yang mengutamakan kepentingan bersama mendatangkan keadilan, kebenaran dan damai sejahtera. Tetapi bila kepentingan pribadi yang diutamakan, maka akan menimbulkan ketidakadilan, dapat memudarkan dan mengalahkan kebenaran.
Demi kepentingan orang dapat memutar balikkan fakta kebenaran menjadi sesuatu yang salah. Bahkan demi kepentingan ada orang yang nekad untuk membunuh dengan berbagai cara yaitu menghilangkan nyawa manusia, membunuh karakter dengan merusak nama baik seseorang atau keluarga. Ada yang membunuh rakyat dengan perilaku korupsi, juga membunuh aspirasi dengan perilaku kolusi dan
nepotisme.
Seorang tokoh dan rabi Yahudi, yaitu Nachman dari Bratslav mengatakan “Di mana tak ada kebenaran, di situ tak ada kebaikan.” Benarlah ungkapan ini, sebab ketika kebenaran itu diabaikan maka tidak nampak kebaikan, tapi justru yang ada ialah tindakan yang melukai hati dan tidak mendatangkan damai sejahtera. Dengan demikian nampak bahwa hal-hal yang baik dan menghidupkan menjadi sirna,
disebabkan ‘kebenaran menjadi redup karena kepentingan’.
PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Menjelang kematian-Nya, Yesus menjalani dua proses pengadilan yang berbeda yaitu: pengadilan Yahudi berdasarkan hukum agama dan pengadilan Romawi berdasarkan hukum yang berlaku dalam pemerintahan Roma. Mengapa Yesus harus menjalani persidangan Romawi? Sebab orang Yahudi tidak mempunyai hak untuk menjatuhkan hukuman mati, seperti yang diputuskan oleh pemerintah Roma yang mengadili Yesus. Dalam pengadilan Romawi, Yesus diadili oleh Gubernur Pilatus (sebanyak 2 kali) dan oleh Raja Herodes Antipas. Pemerintah Romawi mengadili Yesus, dengan tuduhan bahwa Dia telah membuat keresahan dalam masyarakat dan mengaku bahwa Dia mempunyai kerajaan yang bukan dari dunia ini. Bahkan orang banyak mengeluelukkan Dia sebagai Raja.
Pada pengadilan menurut hukum Yahudi, Yesus diadili dihadapan Hanas (mertua Kayafas), Imam Besar Kayafas dan Sanhendrin (Mahkamah Agama). Yesus diadili menurut hukum Yahudi, sebab para pemuka agama Yahudi dan tuatua telah menuduh Dia menghujat Allah, dengan mengaku Diri-Nya sebagai Anak Allah, Sang Mesias. Hati yang penuh kedengkian, merasa tersaingi, arogan, takut kehilangan kuasa dan jabatan membuat para pemuka agama Yahudi dan penguasa pemerintah Roma memvonis Yesus dengan hukuman salib, walaupun mereka tidak mendapati satupun kesalahan-Nya.
Dalam kuasa jabatan dan kepentingan diri, Pilatus mencoba mengeksplorasi hakekat nurani Yesus tentang keDiri-an-Nya dan walau dalam tekanan Yesus berusaha mengklarifikasi ucapan Pilatus. Tetapi nafsu pemutar balikkan fakta karena kepentingan elit agamawi, membuat Yesus diam seribu bahasa. Tekanan, makian, ancaman dan berbagai tuduhan palsu, membuat Yesus, Sang kebenaran diam dalam
kesenyapan, tanpa suara. Yesus diam dan menerima segala sesuatu yang dituduhkan kepada-Nya, tetapi kuasa Allah tetap bekerja di dalam hati, pikiran dan nurani Yesus, sehingga Dia kuat menjalani pengadilan yang mengorbankan nilai-nilai keadilan dan kebenaran.
Sebuah pengadilan yang bertentangan dengan hukum agama Yahudi tetap dilaksanakan, walaupun itu melanggar beberapa aturan yang ditetapkan menurut hukum kaum Yahudi yaitu :
Sewaktu hari perayaan tidak boleh ada pengadilan. Tetapi pengadilan atas Yesus dilaksanakan pada hari raya roti tak beragi atau hari pertama perayaan Paskah Yahudi.
Vonis untuk menghukum atau membebaskan wajib melalui suara individu, tetapi nyatanya Yesus divonis bersalah dengan suara aklamasi.
Kalau ada vonis hukuman mati, maka hukuman itu dilaksanakan pada keesokan harinya, sesudah sidang pengadilan. Tetapi Yesus disalib beberapa jam sesudah diadili.
Orang Yahudi tidak memiliki kewenangan untuk menghukum mati seseorang, tetapi justru mereka yang merencanakan hukuman mati bagi Yesus.
Tidak boleh melaksanakan pengadilan di waktu hari sudah dan masih malam, tetapi Yesus dibelenggu dan dibawa dalam pengadilan Romawi pada hari masih dipandang waktu malam, sebab pagi-pagi benar dan belum ada matahari.
Tertuduh diberi hak untuk dibela dan membela diri, tetapi Yesus tidak mendapatkan hak itu.
Tertuduh tidak boleh ditanyai hal-hal yang memberatkan dirinya, tetapi kepada Yesus diberi pertanyaan yang memberatkan hati-Nya untuk dijawab.
Semua aturan dan larangan agama itu dilanggar dan diabaikan demi kepentingan pribadi. Baik pemimpin agama dan pemerintah yang punya kepentingan politik untuk mempertahankan posisi mereka supaya tidak tergantikan, rela mengorbankan kebenaran dan mereka menghasut orang banyak untuk membenci Yesus.
Demi kepentingan, maka Pilatus yang menjadi penentu terakhir hukuman terhadap Yesus, mengambil sikap untuk memuaskan orang banyak, yaitu dengan membebaskan Pilatus, seorang pembunuh dan pemberontak, serta mendukung antusiasme menyalibkan Yesus.
Pilatus dan elit agamawi telah terjerat dalam politik kekuasaan, yang membuat mereka tidak dapat bertindak benar, sehingga pengadilan terhadap Yesus telah menjadi saksi bisu tentang bungkamnya kebenaran yang hakiki, akibat kepentingan kuasa dan jabatan dari para pemimpin agama dan bangsa lebih disanjung-sanjung daripada fakta tentang kebenaran. Ambisi yang tidak terkendali, arogansi,
kesombongan, iri hati, takut kehilangan kuasa/jabatan dan kebencian telah mengalahkan keadilan dan kebenaran. Kebenaran menjadi pudar, karena kepentingan dan Dia, Yesus yang benar dan tidak bersalah menjadi tertuduh dan tersalib.
Makna dan Implikasi Firman
Di zaman four point zero (4.0) atau era disrupsi ini, segala sesuatu berubah dengan sangat cepat dan radikal. Orang semakin mementingkan diri sendiri atau kelompoknya dan perilaku ini menular dalam berbagai sendi kehidupan manusia, baik dalam bidang politik, sosial, ekonomi, budaya dan keagamaan.
Dalam kehidupan bergereja, perilaku yang suka mementingkan diri sendiri adalah sesuatu yang merisaukan, sebab realitas menunjukkan bahwa demi kepentingan diri, maka sesama warga gereja, bahkan sesama pelayan Tuhan tidak segan-segan untuk ‘membunuh’ saudara seiman atau
mitra pelayanan, dengan berbagai perilaku yang mengorbankan kebenaran.
‘Membunuh” yang dimaksud bukan secara fisik, tetapi membunuh karakter, baik intervensi antar pribadi, maupun via media massa, elektronik yaitu berbagai macam media sosial, dan lain-lain. Membunuh karakter adalah usaha dan tindakan membusukkan atau menghancurkan reputasi, nama baik, moral dan integritas seseorang. Membunuh karakter dapat dikatakan sebagai usaha memanipulasi fakta yang
memberikan citra tidak benar untuk menyudutkan seseorang. Perilaku ini mengakibatkan image tentang orang tersebut menjadi rusak dan menghambat karir yang bersangkutan. Mungkin kita akan mengatakan ini sesuatu yang miris, tetapi dunia menunjukkan inilah realitas, yang dalam berbagai
kepentingan, seseorang rela mengorbankan orang lain, demi menggapai kepentingan pribadi.
Di era disrupsi ini kita jumpai bahwa kepentingan yang didasarkan pada keinginan pribadi, membuat kebenaran dikaburkan dan realitas menunjukkan bahwa kepentingan pribadi yang berlandas pada kuasa, arogansi dan kesombongan, dapat mengakibatkan terlukanya hati nurani dan kebutaan rasional. Tetapi bila kepentingan pribadi ditaklukkan pada kehendak Allah, melalui kerendahan hati dan nurani yang dibaharui, maka damai sejahtera akan hadir di setiap aras kehidupan pribadi yang menopang kebenaran. Kalau kita menjadikan pribadi kita sebagai pemimpin dalam keluarga, gereja dan masyarakat yang rela dan tulus melakukan kebenaran, maka kita tidak mudah untuk ikut arus dan tidak akan membuat keputusan yang salah, tidak menghukum orang benar untuk menyenangkan orang yang
bersalah, berani menyatakan kebenaran meskipun mahal harga yang harus dibayar. Sebab orang yang menyatakan kebenaran pasti akan dibenci, diasingkan, dicela, tersendiri dan banyak hal yang dilakukan untuk melukainya secara psikis.
Sebagai orang yang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus Kristus, Firman Tuhan mengajak kita, warga Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) untuk tidak berhenti dan selalu menyuarakan dan menghadirkan kebenaran, walaupun sulit. Sebab Tuhan membela orang benar. Firman Tuhan menunjukkan bahwa kebenaran sering terdesak, diam dan senyap, tetapi tidak pernah hilang atau kalah dan di mana ada kebenaran, di situ akan timbul damai sejahtera.
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI
- Apa yang menjadi pokok tuduhan, sehingga Yesus diadili?
- Bagaimana nuansa pengadilan terhadap Yesus?
- Beranikah kita menyuarakan kebenaran di tengah ketidak
benaran yang mengelilingi kita?
NAS PEMBIMBING: Yesaya 53:5-7
POKOK DOA
Ada pembaharuan hidup bagi bagi warga gereja, dalam
tanggung jawab bagi bangsa dan jemaat.
Warga gereja dapat menyuarakan dan melakukan
kebenaran serta keadilan.
Ada relasi yang harmonis antara gereja dan pemerintah,
dalam menghadirkan keadilan dan kebenaran.
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN.
MINGGU SENGSARA V.
NYANYIAN YANG DIUSULKAN
Persiapan: KJ No. 19 Tuhanku Yesus
Ses. Nas Pemb: KJ No. 177 Golgota Tem
Ses. Nas Pemb: KJ No. 177 Golgota Tempat Tuhanku Disalib
Pengakuan Dosa & Pemberitaan Anugerah Allah: DSL 47 Doa dan Keluh.
Ajakan Untuk Mengikut Yesus di Jalan Sengsara: KJ No. 460 Jika Jiwaku Berdoa
Persembahan: PKJ No. 146 Bawa Persembahanmu
Penutup: NNBT No.29 Apakah Yang T’lah Engkau Lakukan
ATRIBUT
Warna dasar ungu dengan simbol XP (Khi-Rho), cawan pengucapan, salib dan mahkota duri.