Zakharia 11:9-11
(9) Lalu aku berkata: ”Aku tidak mau lagi menggembalakan kamu; yang hendak mati, biarlah mati; yang hendak lenyap, biarlah lenyap, dan yang masih tinggal itu, biarlah masing-masing memakan daging temannya!”
(10) Aku mengambil tongkatku ”Kemurahan”, lalu mematahkannya untuk membatalkan perjanjian yang telah kuikat dengan segala bangsa.
(11) Jadi dibatalkanlah perjanjian pada hari itu, maka tahulah pedagang-pedagang domba yang sedang mengamat-amati aku, bahwa itu adalah firman Tuhan.
Jangan Patahkan Tongkat Kemurahan Tuhan Karena Kecewa
Keluarga Kristen yang dikasihi dan diberkati Tuhan Yesus.
Bila satu keputusan diambil, tentu sudah dipikirkan dengan matang segala akibat dan risikonya. Zakharia yang tidak segan-segan melenyapkan ketiga gembala pandir, berdampak ia tidak disukai. Padahal Zakharia tulus ikhlas dan hendak mengembalikan tugas mulia itu pada porsinya. Dalam kekecewaan hati, Zakharia bertutur bahwa: ia tidak mau lagi menggembalakan domba-domba itu. Yang mau mati biarlah mati, yang mau lenyap biarlah lenyap dan yang tinggal biarlah mereka saling memangsa. Munculnya ungkapan kekesalan ini, karena tugas mulia itu, tidak direspon dengan baik oleh para gembala dan domba-domba pun demikian, sepertinya `kumabal’ dan ‘bejat’.
Keluarga Kristen yang dikasihi dan diberkati Tuhan Yesus.
Zakaria menggunakan tongkat “kemurahan” untuk meluruskan jalan yang menyimpang sebagai lambang cinta kasih Tuhan, agar para gembala dan domba boleh menyatu lagi dalam ikatan kekeluargaan yang harmonis. Namun yang terjadi mereka muak kepada Zakharia. Tugas mulia namun berat ini tidak mau lagi dilakukan oleh Zakharia, yang ditandai dengan mematahkan tongkat kemurahan, maka perjanjian itupun dibatalkan. Sehingga para pedagang domba melihat dan mengerti bahwa itu adalah firman Tuhan. Patahnya tongkat “kemurahan” berarti janji menikmati berkat sirna dan hilang dengan percuma. Pedagang domba melihat hal itu dan membuat mereka insaf setelah menyaksikan reaksi Zakharia yang mematahkan tongkat “kemurahan” itu. Seperti peribahasa Indonesia: nasi sudah jadi bubur. Maksudnya perjanjian yang diadakan Tuhan Allah dibatalkan, sehingga harapan tinggal harapan dan curahan berkat-Nya tertutup.
Keluarga Kristen yang dikasihi dan diberkati Tuhan Yesus.
Firman Tuhan hari ini mengajar kita sebagai gembala dan domba dalam keluarga, untuk memahami arti tongkat “kemurahan “. Tuhan Allah menyerahkan tongkat itu pertama-tama kepada orang tua untuk mengayomi seluruh keluarga. Bila ada yang melakukan kesalahan, maka tongkat itu dapat menjadi anjuran untuk bertobat. Sebaiiknya bila ada yang melakukan kebaikan, maka tongkat itu menjadi penguatan untuk selalu melakukan kebaikan. Melaksanakan tugas penggembalan dengan tongkat “kemurahan” sering mengecewakan. Sabarlah dan setialah agar jangan sampai kita mematahkan tongkat “kemurahan” yang diembankan kepada kita.
Doa: Ya Yesus Kristus yang baik, bimbingiah dan arahkan kami dengan tongkat kemurahan-Mu, agar kami terus teringat dan terikat dengan kasih sayang-Mu setiap hari. Amin.