DODOKUGMIM.COM,Manado – Tiupan angin menambah sejuk suasana, Rabu (24/7) sore itu. Debu beterbangan seolah berlomba dengan beberapa pejalan kaki. Sesekali terdengar suara keras beberapa orang yang sedang bercerita. Begitulah suasana yang terlihat Kampus Institut Agama Kristen Negeri (IAKN) Manado.
Di dekat tugu bertuliskan nama kampus itu, tampak lelaki bertubuh kurus, tengah duduk. Ia masih berpakaian rapi. wajahnya tertunduk, sesekali ia mengangkat muka, menyapa orang yang lewat di depannya. Senyuman langsung tersungging di bibir, saat redaksi dodokugmim.com, menemuinya.
Ryanto Adilang, namanya. Tapi dalam keseharian, ia akrab disapa Opo. Sehari-hari, ia menjadi tenaga pengajar di IAKN Manado. Perangainya yang ramah dan suka berbagi cerita, membuatnya dekat dengan para mahasiswa. “Mereka menyapa saya dengan sapaan kak,” kata dia sembari mengumbar senyuman.
Sudah enam tahun ia berbagi ilmu di kampus tersebut. Kesempatan ini diperolehnya setelah lulus dengan predikat cum laude. “Saya diberi kesempatan untuk menjadi asisten dosen. Sungguh ini menjadi berkat luar biasa bagi saya,” tambahnya.
Tak banyak yang tahu kisah dibalik suksesnya Ryanto kini. “Dulu saya seorang muslim, yang mengalami perjumpaan pribadi dengan Tuhan Yesus. Itu yang membuat saya memilih untuk belajar teologi,” tuturnya.
Ryanto berkisah, pengalaman iman pertama ia alami saat berada di bangku kelas 2 sekolah menengah atas. “Terjadi di tahun 2011. Saat itu saya sedang sendiri dan merasa Tuhan datang menjumpai saya,” katanya. Setelah kejadian itu, Ryanto mengalami pergulatan batin. Sebulan penuh ia merasa tertekan, sedih dan begitu tersiksa batin.
“Yang paling sulit dalam pikiran saya adalah bagaimana saya menyampaikan ini pada keluarga? Bagaimana saya menghadapi mereka? Selanjutnya saya harus bagaimana?” ujarnya. Apa yang dipikirannya benar terjadi. Penolakan datang dari keluarganya. Ryanto mengaku mendapatkan banyak sekali tekanan pada awalnya.
“Tekanan ini sangat berat, karena saya seperti harus memilih ikut Tuhan atau keluarga. Saya sangat sayang dengan keluarga, tapi saya juga tidak bisa menolak kehadiran Tuhan Yesus,” jelas dia. Dalam pergulatan batin ini, ia pada akhirnya memutuskan menerima Tuhan Yesus. “Saya siap dengan semua resiko. Setelah itu, saya memutuskan untuk belajar teologi,” tambahnya.
Langkah berani ia tempuh. Pada 7 Agustus 2011, Ryanto dibaptis. “Meskipun di awal-awal, seringkali kebimbangan datang. Bagaimana saya nanti? Setiap kali pertanyaan ini terlintas, saya semakin meyakinkan diri bahwa Tuhan tidak akan meninggalkan saya,” ucap dia.
Pengalaman imannya terus berlanjut. Setelah menjadi kristen, Ryanto mengaku mengalami banyak hal yang menguji keyakinannya. “Saya belajar bahwa hidup orang Kristen banyak ujian. Penuh perjuangan dan air mata,” ucapnya tegas, sembari menyatakan dirinya makin termotivasi untuk melayani Tuhan.
Selama menyelesaikan studi S1, Ryanto mendulang banyak prestasi. Ia juga meraih rangking 1 dengan IPK tertinggi selama tujuh semester. “Pernah menjadi putra IAKN tahun 2016, meraih skripsi terbaik dan lulus cum laude di tahun 2017,” kata dia saat ditanya soal prestasi.
Tapi bukan itu yang dikejar, kata Ryanto. Baginya, belajar tentang Tuhan dan hidup meneladani yang Tuhan kehendaki adalah keinginannya. “Meneladani Tuhan Yesus dan hidup menjadi teladan, itu yang saya kejar,” tambah dia.
Bagaimana dengan keluarga? “Tidak ada lagi kemarahan. Mama hadir waktu saya wisuda pada Bulan Agustus 2017,” ucapnya bangga. Kini, Ryanto sedang berkutat menyelesaikan studi pascasarjana. Ia punya target. “Saya harus selesai S2 di Bulan September mendatang,” tandasnya menutup percakapan.(dodokugmim/saratuwomea)