
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, pernahkah Anda merasa ditolak, menderita tanpa alasan, atau mengalami ketidakadilan? Mungkin kita bertanya, Mengapa Tuhan mengizinkan penderitaan ini? Hari ini, kita akan melihat bahwa ada satu Pribadi yang mengalami penderitaan terbesar, bukan karena kesalahan-Nya, tetapi demi keselamatan kita.
Firman Tuhan yang kita baca hari ini adalah salah satu nubuat terbesar dalam Perjanjian Lama tentang kedatangan Mesias. Yesaya menulis tentang “Hamba Tuhan” yang akan menderita, dihina, dan akhirnya mati untuk menanggung dosa manusia.
Banyak orang Yahudi pada zaman Yesaya mungkin tidak memahami siapa yang dimaksud dengan “Hamba Tuhan” ini. Namun, setelah kedatangan Yesus Kristus, jelaslah bahwa nubuat ini digenapi dalam diri-Nya. Hari ini kita akan merenungkan bagaimana penderitaan Hamba Tuhan ini menunjukkan kasih dan keadilan Allah serta bagaimana kita harus meresponsnya.
Dalam Yesaya Pasal 52:13-15 disini Yesaya membuka nubuat ini dengan sebuah paradoks: “Sesungguhnya, hamba-Ku akan berhasil, ia akan ditinggikan, disanjung, dan dimuliakan.” (Yesaya 52:13). Tetapi bagaimana Ia dimuliakan? Jalan-Nya bukanlah jalan kemegahan duniawi, melainkan jalan penderitaan. Ayat 14 menggambarkan bahwa wajah-Nya akan rusak, tidak lagi seperti manusia. Ini merujuk pada penderitaan fisik Yesus dalam penyaliban—wajah-Nya diludahi, tubuh-Nya dicambuk, tangan dan kaki-Nya dipaku di kayu salib. Namun, ayat 15 berkata bahwa bangsa-bangsa akan tertegun karena-Nya. Ini adalah gambaran bahwa melalui penderitaan-Nya, keselamatan akan menjangkau seluruh dunia. Apa yang tampak sebagai kekalahan di mata manusia, justru adalah kemenangan dalam rencana Allah. Karena itu dalam Yesaya 53:3 “Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan…” Nabi Yesaya menggambarkan bagaimana Mesias yang akan datang tidak diterima oleh manusia. Orang-orang menolak Dia karena mereka tidak mengerti cara Tuhan bekerja. Mereka mengharapkan Mesias yang penuh kemuliaan, tetapi yang datang justru seorang Hamba yang menderita.
Dalam ayat 4-6 menjelaskan Hamba Tuhan yang menderita demi penebusan. Bagian ini adalah inti dari doktrin penebusan substitusioner. Hamba Tuhan tidak hanya menderita, tetapi penderitaan itu memiliki makna teologis: Ia menanggung penyakit dan kesengsaraan umat manusia. Ayat 5: “Dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita.” Ini menggambarkan bagaimana Yesus secara harfiah ditikam dan disalibkan untuk menanggung hukuman dosa manusia. “Oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh” menunjukkan aspek pemulihan rohani yang terjadi melalui penderitaan Kristus. Ini mengingatkan kita pada doktrin pengganti ilahi – bahwa Yesus menggantikan manusia dalam menerima hukuman dosa mereka (2 Korintus 5:21). Pada Ayat-ayat selanjutnya ini Yesaya 53:7-9 menggambarkan bagaimana Hamba Tuhan tetap diam dalam penderitaan. “Seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian” langsung mengacu pada konsep korban dalam Perjanjian Lama, khususnya Anak Domba Paskah (Keluaran 12). Yesus adalah Anak Domba Allah yang dikorbankan bagi dosa dunia (Yohanes 1:29). Ayat 9 mengatakan bahwa “di dalam matinya ia ada di antara penjahat-penjahat” dan memang benar nubuatan ini terpenuhi. Yesus disalibkan bersama 2 orang penjahat, bahkan dia ditempatkan di tengah seolah-olah Dialah yang paling berdosa. (Mat 27:28)
Penderitaan Yesus bukanlah akhir. Ayat 11 berkata, “Sesudah kesusahan jiwanya, ia akan melihat terang dan menjadi puas.” Yesus mati, tetapi pada hari ketiga Ia bangkit! Kebangkitan-Nya adalah bukti bahwa kematian dan dosa telah dikalahkan. Ayat 12 berkata bahwa Allah akan memberikan kepada-Nya “bagian di antara orang-orang besar.” Ini merujuk pada kemuliaan-Nya setelah kebangkitan dan kenaikan-Nya ke surga. Yesus telah menanggung semuanya bagi kita. Sekarang, bagaimana kita merespons kasih-Nya? Jika Yesus, yang tidak berdosa, rela menderita demi kita, bagaimana kita merespons-Nya? Apakah kita hidup dalam syukur dan ketaatan? Apakah kita mau mengikuti jejak-Nya, meskipun itu berarti kita harus menyangkal diri kita sendiri? Apakah kita mau membagikan kabar baik ini kepada dunia?
Salib bukan hanya sekadar sejarah. Salib adalah panggilan bagi kita untuk hidup dalam kasih-Nya. Hari ini, mari kita bertanya pada diri kita sendiri: Apakah kita masih hidup dalam dosa, seakan-akan salib itu tidak pernah ada? Apakah kita masih ragu akan kasih-Nya, padahal Dia telah memberikan segalanya? Dia telah menebus dosa kita. Sekarang, apakah kita mau hidup bagi Dia?.
Oleh sebab itu dalam kita menghayati minggu sengsara ke-3 ini dengan penuh pemaknaan, jangan biarkan salib itu menjadi sia-sia dalam hidup kita. Jangan biarkan darah-Nya mengering tanpa makna. Mari kita datang kepada-Nya, dengan hati yang penuh syukur. Dia telah menderita, agar kita bisa bersukacita. Dia telah menerima Kematian, agar kita bisa menerima Keselamatan. Dia telah bangkit, agar kita tidak sakit, Dia telah dikorbankan, agar kita dimenangkan. Jadi, Terimalah kasih-Nya, Hiduplah bagi Dia. Dan biarlah seluruh hidup kita menjadi pujian bagi Dia yang telah menyerahkan nyawa-Nya bagi kita.
Penderitaan bukanlah bukti bahwa Allah tidak bekerja. Dalam Yesus, kita melihat bahwa Allah bekerja melalui penderitaan untuk menggenapi rencana-Nya. Yesus adalah Hamba yang menderita bagi kita. Kita harus merespons dengan iman dan menerima keselamatan yang diberikan Tuhan. Kita dipanggil untuk meneladani Yesus dalam penderitaan. Seperti Yesus tidak membalas kejahatan dengan kejahatan, kita juga harus hidup dalam kasih dan ketaatan kepada Allah, meskipun menghadapi tantangan Amin.