TEMA : “Sungguh, Ia ini adalah Anak Allah”
BACAAN ALKITAB: Matius 27:45-56
Saudaraku,
Sungguh luar biasa Tuhan kita Yesus Kristus. Ia rela menerima apa saja demi kita. Siksaan, fitnahan, sengsara, bahkan kematian dijalani-Nya tanpa mengeluh dan tanpa menghindar. Yesus benar-benar sempurna melakukan penebusan dan penyelamatan bagi umat-Nya. Tidak ada manusia, nabi,atau raja di kolong langit ini yang pernah melakukannya, hanya Tuhan Yesus satu-satunya. Kematian Tuhan Yesus menunjukkan bahwa janji-Nya telah Ia genapi dan dosa manusia sudah ditebus dengan darah-Nya. Bacaan kita hari ini, Injil Matius 27:45-56, memberi penekanan secara khusus tentang kronologi kematian Yesus yang di jelaskan pada saat jam dua belas tengah hari sampai jam tiga sore kegelapan terjadi dengan seruan penderitaan sebelum Yesus mati dengan perkataan-Nya: ”Eloi, Eloi lama sabakhtani,”(Allahku, Allahku mengapa Engkau meninggalkan Aku)? Melukiskan tentang suatu pergumulan batin dan fisik yang berat dari Tuhan Yesus. Kemampuan kemanusiaan-Nya dalam menanggung penderitaan telah mencapai titik tertinggi yang tiada kesejajarannya. Dalam situasi seperti ini ada seorang yang datang membawa bunga karang, mencelupkan ke dalam anggur asam untuk diberikan minum kepada Yesus dengan maksud supaya Yesus dapat menahan dahaga yang sangat luar biasa. Mereka yang menyalibkan Yesus masih menunggu mujizat “Apakah Elia datang untuk menurunkan Dia”. Yang menarik bahwa saat kematian Yesus ada seorang kepala pasukan dengan melihat proses kematian Yesus maka ia mengaku” Sungguh, orang ini adalah anak Allah”. Ketika ia berdiri berhadapan dengan Yesus dan melihat kematian-Nya (ayat 39). Ia melihat dan merasakan hal yang luar biasa, saat Yesus ditangkap, diadili, disesah, disalibkan, maupun kematian-Nya di kayu salib. Mengapa kepala pasukan mengucapkan pengakuan ini? Pertama; ia melihat kemuliaan sorgawi terpancar dari sikap hidup Yesus dan kejadian-kejadian luar biasa yang tidak masuk akal atau kejadian adikodrati terjadi mengiringi kematian Yesus. Kedua; dia melihat dalam proses pengadilan, Yesus tidak membela diri, mengeluh, mengutuk, berkelahi, atau menyerang.
Saudara-saudara yang diberkati Tuhan,
Di hari Jumat Agung ini, kita perlu mengintrospeksi diri sekaligus mengevaluasi diri tentang ketaatan, kesetiaan, keikutsertaan dalam memikul salib. Yesus adalah Firman, Yohanes 1:14 “Firman telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran.”Orang percaya akan sempurna hanya jika ia telah berhasil memaknai dan mengartikan kematian Yesus dalam kasih terhadap sesama manusia. Salib bukan hanya menjadi pajangan tetapi lambang kemuliaan dan kemenangan serta keselamatan yang Tuhan anugerakan kepada kita. Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk menebus dosa kita maka kita diajak juga mengaku bahwa sungguh, Yesus Anak Allah. Apa yang harus kita lakukan setelah Yesus berkorban bagi kita? Ia telah membuktikan bahwa Dia sungguh mengasihi kita. Ia rela menderita bagi kita. Apakah kita rela menderita bagi Dia? Kecenderungan sekarang ini banyak orang Kristen mengaku percaya pada Yesus tapi tidak dapat melakukan kesetiaan, ketaatan, kasih, pengorbanan yang menjadi ciri khas penderitaan Yesus. Umat lebih memilih hidup dalam kesenangan daripada penderitaan. Salib Yesus hanya dilihat sebagai simbol semata, pajangan atau perhiasan. Keinginan untuk menderita bagi Yesus tidak dilakukan, umat lebih menyukai hidup dalam pestapora bahkan lebih banyak waktu dengan “on line” internet. Ironis memang. Yesus sampai mati di kayu salib karena menebus dosa manusia. Ia telah mempersembahkan yang sempurna kepada Allah demi penebusan kita, maka mari kita persembahkan hidup kita sebagai persembahan yang sempurna bagi Dia. Kita pakai hidup kerja dan karya serta apapun yang ada pada kita untuk hormat dan kemuliaan bagi nama Tuhan. Amin.