Lukas 10: 34-35
(34) Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya, sesudah ia menyiraminya dengan minyak dan anggur. Kemudian ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
(35) Keesokan harinya ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu, katanya: Rawatlah dia dan jika kaubelanjakan lebih dari ini, aku akan menggantinya, waktu aku kembali.
DALAM buku Flags of Our Fathers, James Bradley menceritakan pertempuran Iwo Jima dalam Perang Dunia II dengan peristiwa pengibaran benderanya yang terkenal di Gunung Suribachi. Ayah Bradley, John, adalah salah seorang pengibar bendera itu. Namun yang lebih penting, ayah Bradley tersebut adalah seorang anggota korps kesehatan angkatan laut, yakni sebagai seorang dokter. Di tengah-tengah sengitnya pertempuran, menghadapi berondongan tembakan dari kedua sisi, John mengambil risiko yang membahayakan dirinya agar dapat merawat orang-orang yang terluka dan sekarat. Pengorbanan diri ini menunjukkan kemauan dan tekadnya untuk memedulikan orang lain, walaupun membahayakan dirinya sendiri. Dokter Bradley memenangkan Navy Cross atas kepahlawanan dan keberaniannya, tanpa diketahui keluarganya. Bahkan mereka baru tahu ia mendapat bintang kehormatan militer, setelah ia meninggal. Bagi sang dokter, yang penting bukan masalah memenangkan medali kehormatan, melainkan bagaimana ia memedulikan teman-temannya.
Sobat obor, demikan halnya tindakan kasih yang dilakukan orang Samaria. Dalam perumpamaan, jelas tersirat makna bahwa kasih yang diwujudkannya benar-benar murni dan tulus. la bukan hanya membantu mengobati orang Yerikho yang terluka, namun menyediakan tempat baginya dan memberi jaminan atas tempat tersebut. la mununjukan kasihnya secara penuh dan utuh.
Dalam kehidupan kekristenan, kasih memang menjadi prioritas. Tapi banyak yang telah memanfaatkan kasih. Mereka tidak melakukannya secara penuh dan utuh. Tak jarang kita mengharapkan imbalan atas bantuan yang kita berikan. Mereka yang kecewa terhadap kasih mungkin setuju dengan syair lagu “Lemon Tree” (Pohon Jeruk Nipis) yang dibawakan kelompok musik Peter, Paul, and Mary. “Jangan berharap kepada kasih, anak laki-lakiku,” kata Ayah kepadaku, “aku khawatir kau akan mendapati bahwa kasih itu seperti pohon jeruk nipis yang menawan.” Pohon jeruk nipis itu sangatlah cantik dan bunganya indah, namun buahnya terlalu masam untuk dimakan. Banyak orang merasa demikian. “Kasih itu masam,” kata mereka, karena kasih telah dimanfaatkan atau disalahgunakan. Namun, ada kasih yang manis: “Allah adalah kasih”. AMIN. (MT)