Di , Tiongkok kuno ada seseorang yang ketika berpakaian bagus, maka ia dihormati orang. Anehnya, ketika ia memakai pakaian pengemis, maka ia diusir orang. Lantas ia menyimpulkan: kalau ternyata bukan diriku, melainkan pakaianku yang dihormati, mengapa aku mesti senang? Dan kalau ternyata bukan diriku melainkan apa yang kupakai yang dibenci, mengapa aku mesti sedih? Demikian manusia. Lebih sering menghormati dan menyukai apa yang melekat pada diri orang, bukan keberadaan orang itu sendiri.
Maka tidak heranlah sang ahli taurat bertanya pada Yesus: Siapakah sesamaku manusia? la penasaran dengan jawaban Yesus. Jawaban yang pada akhirnya ditemukannya sendiri. Sebab perumpamaan Yesus tentang orang Samaria, membuka pikirannya untuk tidak membeda-bedakan sesama. Apa yang nampak buruk dari luar, belum tentu buruk dari dalamnya. Jika bagi bangsa Yahudi, orang Samaria begitu buruk, bagi Yesus mereka justru baik hati. Bukan apa yang kelihatan yang terpenting, tapi yang lahir dari dalam hati. Fisik kita oleh cantik dan tampan, tapi percuma kalau hati kita mati. MakanyaYesus tidak menyukai orang yang kuat tapi tidak mau menolong orang yang lemah. Atau orang yang kaya rohaninya, tapi miskin perbuatannya.
Sobat obor, ketika menerima nobel perdamaian dunia, Ibu Teresa berkata: “cara mencintai Yesus adalah mencintai orang yang paling membutuhkan cinta”. Sebab itu setiE.p hari ia berkata: “Kristus tolong kami me.lemukan Engkau hari ini. Supaya kami dapat membalut luka-lukamu”. Begitulah tiap hari ia menemukan orang jompo dilorong-lorong kumuh yang terbaring menemui ajal. Mereka kemudian di bawah ke tempat penampungan. Mereka dirawat dan disapa. Mereka diaajak menyanyi dan berdoa. Mereka diperlakukan penuh martabat sampai pada peristirahatan yang terakhir. la berkata “Allah mengidentikan diri dengan orang yang tidak punya rumah. Bukan hanya rumah dalam arti perlindungan, tapi rumah dalam arti penerimaan, penghargaan dan perlindungan”. Amin (MT)