SOBAT obor, beberapa bulan terakhir kita disuguhkan dengan info proses peradilan atas kasus pembunuhan seorang brigadir polisi yang dilakukan seorang perwira tinggi bersama bawahannya atas perintah sang atasan. Proses
ini menjadi rumit, ketika masing-masing berusaha memposisikan diri sebagai korban dan bukan pelaku. Bahkan beberapa diantara mereka berdalih bahwa yang dilakukan itu atas dasar perintah atau pembelaan akan harga diri. Persoalannya sekarang mereka telah kedapatan melakukan kesalahan dengan sengaja menghilangkan nyawa orang lain apapun alasannya telah terjadi kesalahan yaitu membunuh. Jika hal ini sudah memiliki bukti berarti ada kesalahan, tetapi jika tidak melakukan tetapi dituduh melakukan kejahatan bagaimana? Apakah pembuktian atas kesalahan seseorang hanya berdasarkan dugaan bukan fakta? Apalagi karena disusupi oleh kepentingan agar kita tidak kehilangan posisi atau kesempatan, sehingga kita rela hati mengorbankan orang yang tidak bersalah?
Memasuki Minggu Sengsara V bacaan saat ini mengingatkan kita betapa pentingnya memberi kesaksian yang benar. Kebenaran jangan sampai terintimidasi oleh kepentingan sesaat yang hanya untuk menyenangkan kedagingan atau mencapai kepuasan diri. Apalagi untuk mempertahankan zona nyaman atas jabatan atau posisi yang kita miliki. Pilatus sesungguhnya tahu kebenaran tentang pribadi Tuhan Yesus. Ia tidak bersalah dan tidak pernah melakukan kesalahan. Namun disinilah kita melihat pribadi Pilatus tidak berani mengambil resiko apalagi ditengah desakan banyak orang. Bahkan dengan berani Pilatus mengambil resiko membebaskan orang yang bersalah yaitu Barabas dan menggantinya dengan Tuhan Yesus yang jelas tidak bersalah. Serta menyerahkan Tuhan Yesus kepada orang banyak untuk menerima perlakuan yang seharusnya tidak Ia terima.
Sobat obor, jujur harus diakui memberi kesaksian yang benar bukanlah hal yang mudah. Bahkan bisa menanggung resiko yang tidak ringan. Tetapi untuk menyangkali akan kebenaranpun bukanlah hal yang mudah, karena kita akan bersinggungan atau bertolak belakang dengan suara hati yang tahu akan kebenaran. Kisah ini adalah pelajaran penting bagi kita orang muda. Bagaimana sikap kita dalam pengambilan keputusan. Apakah memilih suara terbanyak atau mengikuti suara kebenaran. Memang diakui setiap keputusan memiliki resiko, tapi haruskah kita berpaling muka dari kebenaran dan menjadi munafik karena ketakutan kehilangan popularitas, posisi atau kesejahteraan diri. Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita tentang tuntutan iman, yang harus kita hadapi dengan benar dan tidak takut oleh tipu daya manusia dan dunia. Jangan melakukan dosa hanya dengan alasan tuntutan orang banyak. Bijaklah dalam menjalani hidup, jangan berpaling muka dari kebenaran. Amin. (ARMI)