
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, setiap manusia pasti memiliki tujuan hidup. Tidak ada manusia yang dilahirkan ke dunia ini tanpa tujuan. Seperti untuk menjawab pertanyaan, “untuk apa saya dilahirkan?” Seiring berjalannya waktu, manusia akan memahami jalan dan tujuan hidupnya. “Oh, inilah maksud Tuhan kenapa saya ada di dunia ini”, pernyataan yang sering terucap ketika sesuatu terjadi dalam hidup seseorang. Namun, pernahkah kita berpikir bahwa ada Satu Pribadi yang lahir hanya untuk mati, bukan karena melakukan kesalahan, melainkan justru untuk menebus kesalahan itu demi keselamatan semua orang. Pribadi itu ialah Yesus Kristus, Sang Anak Allah yang dalam keilahian-Nya, Ia telah mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Dalam keadaan sebagai manusia, Ia merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati di kayu salib.
Kasih Allah Bapa begitu besar bagi manusia. Sang Inisiator merelakan Putera Tunggal-Nya untuk dikorbankan. Sebuah pengorbanan yang mahal dan tidak pernah sia-sia. Karenanya, Yesus Kristus merindukan kabar keselamatan ini menjangkau setiap manusia. Dia mau mempersiapkan setiap orang untuk menerima keselamatan itu. Termasuk ketika Yesus mempersiapkan para murid-Nya dan orang-orang yang mengikuti-Nya perihal apa yang akan Ia alami, yaitu kematian. Ini tercatat dalam perikop Yohanes 12:20-36, “Yesus Memberitakan Kematian-Nya”.
Injil Yohanes adalah salah satu dari empat Injil yang mencatat kehidupan Yesus yang mencakup pelayanan, penderitaan, penyaliban, kematian dan kebangkitan-Nya. Para ahli Perjanjian Baru memiliki perbedaan pendapat mengenai siapa penulis Injil ini. Namun, siapapun penulisnya, Injil ini dituliskan bagi jemaat Kristen yang sedang menghadapi perbedaan pendapat dengan para pengikut Yohanes dan orang-orang Yahudi.
Pemberitahuan tentang kematian Yesus tampaknya sulit dipahami oleh para murid-Nya karena mereka memiliki pemahaman terhadap konsep Mesianik yang berbeda. Bagi mereka, Yesus akan menjadi raja yang memerintah secara duniawi sebagaimana pemimpin politik pada umumnya. Namun, Yesus mau meluruskan dan mengubah pemahaman yang keliru itu, bahwa Ia justru akan menghadapi kematian yang membawa kemenangan atas dosa dan memberi kehidupan kekal. Kematian-Nya bukanlah tragedi yang menyedihkan melainkan penggenapan misi Allah Bapa bagi dunia.
Yesus merupakan sosok yang penting tidak hanya untuk orang Yahudi tetapi juga beberapa orang Yunani. Tidak dijelaskan secara spesifik orang-orang Yunani yang dimaksudkan, namun orang Yunani di sini mewakili bangsa-bangsa non-Yahudi yang tertarik untuk mengenal Yesus Kristus lebih dekat. Sebagaimana alasan mereka selain datang untuk merayakan Paskah, mereka juga ingin bertemu dengan Yesus. Apa yang menarik mereka kepada Yesus tidak dijelaskan. Barangkali mereka telah mendengar tentang Dia. Jika mereka dari Dekapolis, mereka dapat mengetahui tentang pelayanan-Nya di Galilea. Tampaknya Filipus agak segan memperkenalkan mereka kepada Yesus. Mungkin karena dia belum mengerti apakah Yesus ingin melayani orang bukan Yahudi, yaitu orang yang disebut “kafir”. Dia berharap supaya Andreas memberi tanggapan atau menemaninya menyampaikan permohonan mereka kepada Yesus (Ayat 20-22).
Sangat ironis bahwa pada saat pemimpin orang Yahudi semakin melawan Yesus, justru orang bukan Yahudi hendak mendekat kepada-Nya. Dia menanggapi adanya suku-suku bangsa yang sangat memerlukan Dia. Dengan demikian, permohonan mereka menjadi semacam “picu” yang mendorong Dia untuk berbicara mengenai karya-Nya yang akan menyediakan keselamatan bagi segala suku bangsa. Yesus bertemu dengan mereka dan mengatakan, “Telah tiba saatnya bagi Anak Manusia dimuliakan”. Ini merujuk pada kematian, kebangkitan dan kenaikan Yesus Kristus yang akan membawa kemuliaan bagi-Nya (lih. Yesaya 52:13 “ditinggikan, disanjung dan dimuliakan”). Bahwa bagaimana caranya salib Tuhan Yesus mengandung kemuliaan-Nya merupakan suatu rahasia yang tidak dapat dipahami oleh orang yang congkak (Ayat 23).
Yesus menggunakan analogi biji gandum untuk memudahkan mereka memahami perkataan-Nya. Satu biji gandum harus mati di dalam tanah untuk menghasilkan banyak buah. Ini menggambarkan kematian-Nya akan membawa kehidupan bagi banyak orang. Dia rela menaati inisiatif Bapa-Nya demi suku-suku bangsa yang diwakili oleh orang-orang Yunani itu (Ayat 24). Yesus tidak menyayangkan nyawa-Nya sendiri melainkan Ia rela berkorban demi manusia. Karena itu Dia memberi gambaran mengenai “siapa yang mencintai nyawanya akan kehilangan nyawanya, tetapi siapa yang membenci nyawanya di dunia ini akan mempertahankannya untuk hidup yang kekal” (Ayat 25). Ini bisa dipahami sebagai tindakan untuk tidak memilih atau menjadikan nyawa atau kehidupan sebagai yang utama, melainkan mau hidup dalam penyangkalan diri dalam dedikasi untuk tinggal dan melayani Kristus. Seperti ungkapan seorang Teolog, “Mengikuti Yesus merupakan seluruh kewajiban orang Kristen, dan berada di tempat Tuhan Yesus berada merupakan seluruh pahalanya.” Berarti, ia harus menderita seperti Tuhan Yesus menderita (Ayat 26).
Yesus ketika itu sedang menghadapi situasi yang membuat-Nya menyatakan bahwa jiwa-Nya terguncang. Tetapi Ia memilih untuk tidak meminta Bapa-Nya menyelamatkan-Nya dari penderitaan, sebab justru untuk itulah Ia datang ke dalam dunia. Dalam bagian ini Dia mulai menceritakan mengenai penderitaan-Nya dan salib-Nya secara lebih jelas. Di sini kita mengerti bahwa pergumulan mengenai kerelaan-Nya untuk mejalankan pekerjaan penyaliban dan kematian bukanlah suatu teori bagi Dia, melainkan penderitaan yang sungguhan. Dalam menghadapi keadaan genting ini, apa yang Yesus lakukan adalah berdoa dan memuliakan Bapa-Nya dan taat kepada kehendak Bapa-Nya sehingga terdengar suara dari sorga, “Aku telah memuliakan-Nya, dan Aku akan memuliakan-Nya lagi!”. Dikatakan bahwa orang banyak yang berdiri disitu mendengar sesuatu, tetapi mereka tidak bisa memastikan apakah itu bunyi guntur atau suara malaikat. Mereka tidak dapat memahami arti suara itu. Sehingga Yesus mengatakan, “Suara itu telah terdengar bukan oleh karena Aku, melainkan oleh karena kamu”. Dia tidak perlu diteguhkan, tetapi mungkin mereka yang mau mengikuti Dia perlu diyakinkan. Itu pun sulit dimengerti. Bagaimana caranya bunyi suara yang tidak dimengerti dapat meyakinkan orang? Mungkin suara itu dimaksudkan bagi mereka, tetapi mereka kurang memiliki kepekaan rohani, sehingga tidak dapat memahaminya (Ayat 27-30).
Penghakiman atas dunia ini semakin menjadi nyata, ketika Yesus di sini menuju langsung pada salib-Nya (memberitakan bagaimana Dia akan mati). Ketika dunia berpikir mereka menghakimi Dia, sedangkan sebenarnya Dia yang menghakimi dunia di kayu salib-Nya. Karena salib-Nya, kemenangan Allah atas Iblis dipastikan dan peristiwa penyaliban-Nya menjadi pusat penyelamatan bagi semua orang. Banyak orang yang mendengar pun bertanya-tanya apa yang Yesus maksudkan tentang itu semua. Hal ini diakibatkan oleh karena mereka memiliki pemahaman yang berbeda dengan perkataan Yesus. Bagi mereka Mesias akan tetap tinggal selama-lamanya. Karena itu mereka bingung siapa yang dimaksud Yesus dengan “Anak Manusia” itu sendiri. Tetapi Yesus lebih memilih memberikan peringatan daripada menjawab beberapa pertanyaan mereka. “Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu. Selama terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu kemana ia pergi. Percayalah kepada terang itu, selama terang itu ada padamu, supaya kamu menjadi anak-anak terang”. Kiasan ini berarti bahwa selama Tuhan Yesus masih di situ, mereka harus lebih cepat datang kepada-Nya. Dia menegaskan mereka untuk memilih antara Terang dan kegelapan. Mereka harus melawan Dia atau memihak kepada-Nya (Ayat 31-36).
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, maka menjadi jelas dan tegas bagi kita yang memahami setiap bagian Firman yang disampaikan, bahwa peristiwa kematian Yesus Kristus bukan semata-mata kejadian historis yang meninggalkan jejak catatan dalam Alkitab atau peninggalan arkeologi. Melainkan, kematian Yesus Kristus adalah keyakinan iman yang menyatu dalam hidup kita yang meneguhkan iman, menyemangati hidup dan menyelamatkan kita dari kebinasaan. Yesus Kristus pernah berpijak di bumi yang sama yang kita pijak. Dia hidup, menderita, mati, dikuburkan, bangkit dan naik ke sorga, rekam jejak-Nya sangat nyata dan menghidupi iman kita sampai hari ini dan sampai nanti.
Maka marilah sebagai orang yang mengimani Kristus, kita diajak untuk tidak hidup dalam keraguan melainkan hidup dalam kepastian. Tidak sekedar percaya melainkan mau mengerjakan keselamatan itu dengan bertanggungjawab atas diri kita sendiri. Hidup dalam kesetiaan kepada Tuhan sebagaimana yang diteladankan Yesus. Meski dunia menuntut kita untuk curang, berdusta, malas, namun dalam Terang-Nya kita dituntun untuk hidup dalam keadilan, kejujuran dan ketaatan. Untuk melakukan itu semua, dibutuhkan kerendahan hati yang mau merendahkan diri dibentuk oleh Tuhan, sama seperti Yesus Kristus yang merendahkan diri namun ditinggikan oleh Allah Bapa dalam kemuliaan-Nya. Sehingga setiap hari kita ada dalam penghayatan Kristus yang membuat kita mawas diri, selalu mengingat Tuhan dan pengorbanan-Nya serta melakukan apa yang benar, Amin.