Ada sebuah istilah dalam dunia pendidikan “From Womb To Tomb” dapat diterjemahkan “Dari Rahim Ibu sampai ke Rahim Bumi” atau “dari lahir sampai ke kubur”. Artinya sebuah proses belajar seseorang itu berlangsung secara berkelanjutan tetapi juga berulang-ulang kali. Orang dewasa, tentu tidak dapat secara instan tahu untuk berbicara, atau merangkak, atau berjalan bahkan berlari jika tidak diajarkan sejak masih kanak-kanak berulang kali dan terus menerus. Pola asuh orang tua dalam mendidik dan mengajar anak tentu berpengaruh terhadap masa depan anak-anak. Orang tua mana yang tidak bangga melihat anak-anak berhasil dalam cita-cita, usaha dan pencapaiannya. Begitu juga dengan anak mana yang tidak bersyukur memiliki orang tua yang sudah mengajar dan mendidik mereka hingga bisa sukses. Era sekarang ini sering terjadi di sana-sini, anak-anak yang mulai melupakan ajaran dan didikan orang tua. Bahkan tidak jarang hal ‘melupakan’ ini telah menjadi bagian dalam Kekristenan. Tidak sedikit orang-orang Kristen yang sudah menjadi ‘amnesia rohani’ atau orang Kristen yang lupa melakukan perintah dan ketetapan Tuhan. Untuk itu tema “Ajarkanlah berulang-ulang Perintah Tuhan” menghantar kita memahami bagian Alkitab ini.
Kitab Ulangan yang menjadi dasar perenungan kita saat ini adalah kitab kelima dalam kelompok Kitab Torah/Taurat/Pentateukh (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, Ulangan) yang diilhamkan Tuhan Allah melalui tulisan Musa, dan beberapa penulis yang tidak dicantumkan namanya. Kitab Ulangan ini berasal dari bahasa aslinya Ibrani; Sefer Devarim, yang kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Latin; Deutronomion. Kitab ini terdiri dari 34 Pasal dan memuat sejumlah pidato Musa yang kembali disampaikan kepada bangsa Israel. Secara khusus, bagian Ulangan 6:1-9 ini, berisikan kelanjutan seruan Musa untuk mengingatkan bangsa Israel yang diizinkan Tuhan Allah memasuki tanah Kanaan sebagai tanah Perjanjian. Umat Allah yang pada saat itu berada di padang gurun adalah generasi kedua sejak mereka keluar dari perbudakan di Mesir dan kembali diberitahukan, diajar, dinasihati oleh Musa mengenai sejarah penyertaan Tuhan bagi bangsa Israel. Pengajaran ulang ini dimaksudkan Musa supaya generasi penerus ini tidak mengulangi kesalahan sama yang dilakukan generasi sebelumnya.
Di Ayat 1-3, Musa membuka pasal ini dengan ajakan bagi bangsa Israel untuk menaruh rasa hormat (takut) dan menaati perintah dan peraturan Tuhan Allah. Dengan sepenuh hati Musa berusaha membuat mereka kembali memiliki hubungan yang patuh dan setia terhadap perintah Tuhan. Mengingat sekarang mereka hendak memasuki tanah Kanaan yang terkenal dengan banyaknya ilah lain dan masyarakat yang tidak mengenal Allah Israel. Maka mereka diwajibkan/diharuskan untuk memegang teguh perintah, ketetapan dan peraturan Allah supaya baik keadaan mereka di tanah yang berlimpah susu dan madu, juga nantinya keturunan mereka tetap bertambah banyak.
Dalam ayat 4-5, dengan semangat Musa memproklamasikan dan mengajarkan kepada bangsa Israel apa yang menjadi pengakuan iman mereka : “Dengarlah, hai orang Israel : TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu Esa!” (Syema Yisrael, YHWH Elohim, YHWH Ehad). Pengakuan iman ini disertai dengan ketentuan yang bersifat wajib, yakni “Kasihilah TUHAN, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu.” Kedua ayat ini menjadi dasar pegangan iman bangsa Israel. Bahkan, sampai saat ini, keturunan orang Israel yang beragama Yahudi minimal dua kali sehari melafalkan perintah ini dan juga menuliskannya pada tali-tali sembahyang mereka. Di sini Musa mengajarkan bahwa Allah yang disembah adalah Tuhan yang sempurna, satu-satunya dan kekal. Tidak boleh ada penyembahan kepada Allah lain, selain kepada Tuhan Allah yang telah menyatakan diri-Nya dan penyertaan-Nya bagi Israel. Sehingga mereka diharuskan untuk berupaya mengasihi Allah dengan memberikan segenap ‘hati’, dalam bahasa Ibrani dituliskan Lebab, yakni usaha mencintai Allah dengan seluruh perasaan mereka. Karena semakin besar perasaan kasih mereka kepada Allah maka makin bertambah pula penghormatan kepada-Nya. Selanjutnya mengasihi dengan segenap jiwa (Ibrani = Nephesh), mengartikan bahwa kasih yang ditunjukkan bangsa Israel harus berasal dari setiap helaan nafas hidup dan merasuk dalam setiap pori-pori kehidupan. Kemudian mengasihi dengan segenap kekuatan (Ibrani = Meod), mengharuskan mereka memakai setiap kemampuan, keahlian, keterampilan, dan daya yang ada pada mereka untuk mengasihi Allah (Ayat 4-5).
Selanjutnya ayat 6-9 Musa kembali mempertegas perintah Allah ini dengan mengharuskan bangsa Israel “memperhatikan”. Seruan untuk “Dengarlah” (Ibrani = Syema) di awal ayat 3, harus disertai dengan mendengar secara saksama dan turut serta mengaplikasikannya. Setelah diaplikasikan dalam diri sendiri, selanjutnya harus diajarkan secara terus menerus/berulang kali kepada anak-anak mereka. Artinya perintah ini wajib secara rajin disampaikan kepada keturunan mereka sebagai suatu warisan yang berharga melebihi warisan yang lainnya. Dalam setiap keadaan apa pun, baik sedang duduk, berjalan, berbaring maupun bangun dari tempat tidur ketetapan ini harus diberitahukan. Perintah ini pun harus menjadi identitas mereka, yang dikiaskan sebagai ‘tanda di tangan’, juga ‘lambang di dahi’. Tetapi, bukan hanya sekedar identitas pribadi tetapi juga sebagai identitas keluarga dan komunitas yang disimbolkan dengan menuliskannya di ‘tiang pintu rumah” dan ‘pintu gerbang’.
Dalam bagian selanjutnya, ayat 10-25 Musa mengingatkan bahwa situasi paling mengerikan yang bisa dialami orang Israel adalah “melupakan TUHAN”. Di tengah gelimang kemakmuran yang bisa mereka nikmati di tanah Perjanjian, bahaya terbesar justru timbul ketika mereka lupa Tuhan dan akhirnya lupa diri. Dikatakan bahaya terbesar adalah jika mereka berpaling kepada Ilah-Ilah lain dan melanggar pengakuan bahwa Allah itu esa dan harus dikasihi dengan totalitas hidup. Tidak heran Musa perlu mengingatkan ulang tentang hal ini sebab akan membawa akibat yang mengerikan. Adapun salah satu resep yang Musa berikan untuk menghindari lupa pada Tuhan berupa ketaatan penuh terhadap “perintah, peringatan, dan ketetapan” dari-Nya. Ketika ketaatan ini sudah menjadi sebuah gaya hidup yang akhirnya diteladankan dan diwariskan kepada keturunan mereka maka kebenaran sudah mereka lakukan.
Perintah untuk mengakui eksistensi Allah dan mengasihi Tuhan Allah adalah perintah utama dalam kehidupan kita sebagai Umat Allah. Hal ini pun yang diajarkan Tuhan Yesus ketika Ia datang ke dalam dunia ini. Bahkan Tuhan Yesus merefleksikan perintah ini dengan menyejajarkan ‘Kasih kepada Tuhan’ itu harus selaras dengan ‘Kasih kepada sesama manusia’ (bdk. Mat. 22:39). Perintah untuk mengasihi Tuhan Allah dan sesama manusia bukanlah sebuah pilihan bagi kita, melainkan sebuah kewajiban yang mengikat. Karena dibalik perintah ini ada berkat yang Tuhan siapkan. Bagi orang Israel mereka diperkenankan Tuhan memasuki tanah Kanaan, tanah Perjanjian yang berlimpah susu dan madu, artinya yang melakukan perintah Tuhan memiliki masa depan yang baik. Bahkan, saat ini ada sekitar 22% dari penerima Nobel Prize adalah orang keturunan Israel/Yahudi.
Masa depan Gereja, bergantung pada orang-orang percaya yang senantiasa mengakui kedaulatan Allah serta mengajarkan perintah untuk mengasihi Tuhan Yesus dan sesama secara holistik (hati, jiwa dan kekuatan). Keluarga Kristen adalah unit terkecil dalam sistem pendidikan Gereja dan Negara. Di dalamnya mencakup pendidikan intelektual, spiritual tetapi juga emosional. Jika pengajaran Firman Tuhan diabaikan dari dalam rumah, maka akan berpengaruh buruk bagi masa depan keluarga, jemaat, bangsa dan negara. Untuk itu pengajaran Firman Tuhan harus dimulai dari unit terkecil ini, yakni keluarga kita masing-masing. Dalam keadaan apa pun Firman Tuhan harus diberitakan, baik atau tidak baik waktunya (bdk. 2 Tim. 4 : 2). Peran orang tua dalam berkomunikasi dengan anak-anak menjadi kunci ajaran Firman Tuhan dapat diterima atau tidak. Jika orang tua memakai komunikasi yang buruk, kasar, bahkan sampai memaki, maka tidak heran jika anak-anak meniru bahasa-bahasa yang demikian. Sebaliknya, jika ada anak-anak berkeras hati, mengacuhkan, mengabaikan nasehat dan ajaran yang baik dari orang tua maka berkat dari Firman Tuhan tidak akan menyertainya.
Marilah kita sebagai orang percaya yang telah menerima ajaran baik dari Firman Tuhan meneruskannya berulang-ulang kali, dan kita tidak berhenti memberitakan Kabar Baik (Injil) bagi anak-cucu, sahabat, rekan kerja, siapa pun yang kita kenal bahkan belum kita kenal. Supaya perintah untuk mengakui Yesus sebagai Tuhan Juru selamat dan mengasihi-Nya serta mengasihi sesama manusia dapat menjadi berkat bagi setiap orang. Tuhan Yesus Memberkati Saudara. AMIN