1 Petrus 3 : 17-22
(Ditulis oleh Pdt. Junior Cevin Sumarauw, M.Th. Penulis adalah pendeta GMIM di Jemaat Aer Trang)
DODOKUGMIM — Apa yang dimaksud dengan hati nurani? Kees Bertens,guru filsafat moral asal Belanda, menyebut hati nurani dimaknai sebagai atribut atau bagian dari diri kita yang mengawasi, menilai, dan mendorong perbuatan kita secara langsung.
Setiap kita manusia pasti memiliki hati nurani. Hal ini sudah ada sejak kita lahir. Contohnya, apabila kita hendak melakukan atau mengatakan sesuatu yang tidak baik terhadap sesama kita, ada bagian tertentu dalam diri kita yang mengoreksi. Sebaliknya, apabila kita melihat sesama kita berada dalam kesusahan atau penderitaan, ada bagian tertentu dalam diri kita yang mendorong kita untuk membantu. Bagian tertentu itulah yang kita sebut sebagai hati nurani. Ia melarang kita untuk berbuat sesuatu yang tidak baik, dan juga mendorong kita untuk melakukan perbuatan yang baik.
Ketika seorang anak lahir, hati nuraninya masih kosong. Maksudnya, tidak ada sesuatu hal yang menjadi pedoman bagi hati nurani anak itu untuk menilai perbuatan dan tindakannya. Itulah mengapa, seorang anak kecil, masih belum tahu dalam menentukan mana perbuatan yang baik dan mana perbuatan yang buruk. Ia belum tahu mengambil milik temannya tanpa izin itu tidak baik. Ia belum tahu, mengeluarkan kata-kata kotor terhadap temannya itu tidak baik. Dan ia juga belum tahu, bahwa membaca alkitab dan berdoa adalah perbuatan atau tindakan yang baik. Dalam kondisi inilah, peran orang tua diperlukan untuk membentuk hati nurani anak tersebut. Selain kita mendidik dengan pengetahuan dan ketrampilan, proses pertumbuhannya harus diisi dengan pendidikan hati nurani. Dalam proses inilah berbagai ajaran dan didikan akan membentuk hati nurani mereka dan menjadi pedoman ketika anak ini menjadi dewasa.
Bacaan saat ini, merupakan bagian dari surat pertama Rasul Petrus kepada orang-orang pendatang yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil, dan Bitinia, yang telah menjadi jemaat-jemaat kristen (1:1-2). Dalam surat Petrus yang pertama ini, ada dua tema pokok yang selalu Petrus tekankan, yaitu ialah Kasih dan kehidupan Orang Kristen.
Bacaan kita pada hari ini, termasuk di dalam tema yang kedua yaitu hidup orang Kristen. Rasul Petrus sedang memberi pesan dan nasehat tentang pentingnya berbuat baik , dalam kondisi apapun, susah ataupun senang (13-17). Walau seringkali berbuat baik itu membawa penderitaan, orang percaya dihimbau untuk tidak takut dan gentar, dan selalu siap untuk mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan.
Pada ayat 21-22, Petrus menyinggung tentang baptisan, meskipun secara keseluruhan, pembahasannya tentang baptisan terangkai dalam upaya Petrus menguatkan pembacanya mengenai penderitaan yang harus mereka hadapi dengan sabar sebagai orang Kristen.
Baptisan adalah hal yang penting dalam pelayanan gereja Tuhan yang tidak boleh diabaikan atau sepelekan. Baptisan menjadi lambang pintu untuk masuk dalam karya selamat Tuhan. Baptisan bukan hanya sekedar formalitas apabila seseorang hendak menjadi pengikut Kristus. Baptisan bukanlah semata – mata melanjutkan tradisi gereja akan tetapi Baptisan adalah tanda bahwa kita diterima masuk ke dalam persekutuan dengan Tuhan. kita memaknai baptisan sebagai sebuah meterai bahwa kita menjadi kepunyaan Allah, yang kita sembah lewat Yesus Kristus Juruselamat kita. Baptisan anak kecil, merupakan ikrar iman dari orang tua di hadapan Allah, bahwa sang anak yang dibaptis, akan dibimbing dan dididik berdasarkan terang firman Allah.
Hal ini juga dapat dimaknai bahwa dengan baptisan, orang tua menyerahkan anaknya demi kemuliaan Allah. Lalu apa kaitan antara baptisan dan hati nurani? Petrus mengiaskan baptisan sebagai tanda penyelamatan. Pada ayat 20, Petrus katakan bahwa pada zaman Perjanjian Lama, karya penyelamatan Allah terhadap umat manusia ditandai oleh bahtera Nuh. Orang yang percaya kepada Allah, adalah mereka yang mau naik ke bahtera itu. Mereka akhirnya tidak binasa oleh air bah. Kini, oleh Rasul Petrus, karya penyelamatan itu dikiaskan dengan baptisan. Apabila seseorang dibaptis, maka ia sesungguhnya memberi dirinya untuk percaya kepada Allah dan untuk diselamatkan. Petrus kemudian mengatakan, di akhir ayat 21, bahwa baptisan juga merupakan permohonan akan hati nurani yang baik kepada Allah. Dengan demikian, dapat kita simpulkan, bahwa tanda seseorang itu diselamatkan adalah dimilikinya hati nurani yang baik dari Allah.
Dari bacaan ini kita dapat memahami bahwa baptisan kudus bukan sekedar tanda kita masuk dalam persekutuan dengan Tuhan, tetapi juga merupakan sebuah permohonan untuk memiliki hati nurani yang baik sebagai pedoman hidup dari anak yang di baptis.
Di era sekarang banyak manusia yang kehilangan hati nurani. Di berbagai mediapun, tak jarang kita melihat keadaan yang mengenaskan dimana praktek hidup mereka seperti tak beradab dan tak bernurani. Banyak kasus pembunuhan, pemerkosaan pencurian perselingkuhan, penipuan, dan penganiyaan bahkan lebih menyedihkan hati ialah ada orang tua bunuh anak kandung, tapi juga ada anak kandung yang membunuh orang tua.
Di lingkungan pemerintahan pun terjadi korupsi, menyalahgunakan wewenang dan kekuasaan seperti menindas orang lain karena punya jabatan, merampas hak masyarakat. Inilah kondisi kita sekarang, realita kehidupan yang kita hadapi yaitu gelapnya hati nurani dan bahkan tidak ada hati nurani.
Maka dengan baptisan, sebagai sebuah bentuk penyelamatan sebagaimana yang diartikan oleh Rasul Petrus dalam bacaan ini, sesungguhnya kita memberi anggota keluarga kita untuk di selamatkan dari dunia yang fana ini. Atau, sesuai dengan konteks kita saat ini, diselamatkan dari praktek hidup yang tak berhati nurani seperti yang digambarkan tadi. Bagaimana bisa diketahui bahwa kita dan anggota keluarga kita itu diselamatkan? Tandanya adalah kita memiliki hati nurani yang mampu menentukan baik dan buruk berlandaskan firman Tuhan.
Untuk itu membawa anak kita untuk dibaptis adalah komitmen iman kita baik orangtua dan orangtua baptisan bahwa anak kita dalam proses pembentukan hati nurani berlandaskan dengan Firman Tuhan dan kehendak Tuhan. Maka kita pun sebagai keluarga bertanggung jawab penuh atas hal ini dengan hidup berpadanan dengan firman Tuhan. Telebihi dahulu kita menjadi contoh yang baik dengan memiliki hati nurani yang baik. Tanpa peran orang tua, orangtua baptisan dan keluarga maka hati nurani yang baik dari Tuhan tidak akan terbentuk dalam kehidupannya anak yang dibaptis
Hati nurani adalah palang pintu terakhir bagi kehidupan moral dan juga beriman kita. Yang terakhir memutuskan bahwa sesuatu itu baik atau buruk adalah hati nurani kita. Sebagai orang Kristen, hati nurani kitalah yang akan membedakan kita dengan dunia ini. Dan hati nurani yang baik itu hanya bisa kita dapatkan dari Allah dan firman-firmanNya. Amin.(dodokugmim/saratuwomea)