Saudara yg kekasih dalam Yesus Kristus
Gereja adalah satu persekutuan dan itu adalah persekutuan kasih boleh dikatakan begitu sebab inilah inti bacaan kita. Kata kasih memang sudah hampir dapat dikatakan sudah basi barangkali dalam ucapan-ucapan, dalam khotbah-khotbah dalam percakapan, tapi disini Paulus mengingatkan supaya “hendaklah kasih itu jangan pura pura”, dapat dikatakan juga yang Paulus maksudkan adalah kasih yang asli yang murni (genuine) dalam bahasa yunani kata pura-pura disini dia pake istilah apokritus, apokritos dan ini bertentangan dalam Bahasa inggris dengan kata hypokrid (hipokrid) munafik kalau bahasa indonesia secara kasar jadi kasih yang sejati adalah kasih yg tidak pura-pura, kasih yang sejati adalah kasih yang tulus ikhlas yang tidak ada agenda tersembunyi di balik Itu. Sebab kasih yg pura-pura, kasih yg tidak sejati itu sebenarnya adalah lebih bersifat kasih terhadap diri sendiri dan bukan terhadap yang dikasihi dan banyak kali kita melihat hal ini, bagaimana kasih itu tersembunyi dibalik perbuatan perbuatan atau secara terbuka kelihatan mengasihi orang memberi kepada orang lain supaya kelihatan bahwa ia mengasihi, tetapi sebenarnya ada agenda lain di balik itu dan itu adalah kasih yang pura pura itu tidak genuine (asli), tidak sejati dan yang diminta oleh Paulus disini adalah mewujudkan kasih yang sejati itu dan dengan demikian menjauhi yang jahat dan melakukan yang baik.
Kejahatan akan muncul apabila kita tidak memiliki kasih yang sejati itu kasih yang genuine itu dan karena itu dinasehatkan juga untuk “saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat” jadi persekutuan gereja sebagai persekutuan kasih adalah sebenarnya persekutuan persaudaraan, malah ada satu gereja (di Amerika) menyebut mereka sebagai gereja persaudaraan (brotherhood – brotherchurch) dan ini yang ditekankan dalam ayat-ayat permulaan dalam ayat 9 dan 10 dari bacaan kita ini, bagaiamana persekutuan gereja itu adalah persekutuan kasih yang sejati, kasih yang tidak pura-pura, kasih yang tidak punya agenda yang tersembunyi, kasih yang tidak munafik kalu kita balikan kata pura-pura. Tetapi juga persekutuan itulah adalah persekutuan yang relasinya dengan Tuhan terlihat dalam ayat 11 dan 12 yakni bahwa kerajinan kita untuk melayani tidak pernah kendor, roh kita menyala-nyala karena kita melayani Tuhan,jadi apapun yang kita lakukan terhadap siapapun kita lakukan dalam rangka muwujudkan kasih itu sebenarnya kita sedang melayani Tuhan, kita tidak melayani Tuhan kalau tidak didasari pada kasih yang sejati ini. Dan jika kita memiliki kasih yang sejati itu maka kita akan bersukacita dalam pengharapan, sabar dalam kesesakan dan bertekun selalu dalam doa dan itulah sikap kita terhadap Tuhan. Lalu kemudian wujud daripada kasih yang tidak pura-pura itu muncul dalam hal kita mau membantu orang orang yang dalam berkekurangan, mulai dari sesama anggota jemaat, sesame orang kudus dan bahkan juga disini disebutkan: “usahakan dirimu untuk memberi tumpangan” dan lebih mungkin dapat dikatakan lebih ekstream dari pada kasih yang murni itu bagaimana orang orang kita memberkati siapa yang menganiaya kita, memberkati dan tidak mengutuki. Dan dengan demikian kita juga bisa bersukacita dengan orang yang bersukacita dan menangis dengan orang yang menangis, itulah persekutuan kasih, itulah persekutuan gereja dan untuk memiliki itu maka kita diminta untuk memiliki hati, pikiran sebagai satu persekutuan hati dan pikiran yang disebut sehati sepikir dalam hidupmu bersama. Tidak memikirkan hal-hal yang lebih tinggi, maksudnya pikirkan hal hal yang lebih tinggi sebab kalau diantara kita sendiri masing masing mau lebih dari yang satu, lebih tinggi dari yang lain maka akan timbul persaingan-persaingan yang tidak perlu, arahkan dirimu pada perkara-perkara yang sederhana dan karena itu dikatakan juga jangan menganggap dirimu pandai jangan tunjung pande. Ada dulu terkenal satu tokoh Minahasa yang menyebut baku beking pande bukan baku tunjung pande dan itulah salah satu wujud dari kasih yang sejati. Lalu wujud selanjutnya adalah jangan membalas kejahatan dengan kejahatan lakukanlah yang baik kepada semua orang. Dan jika itu tergantung kepada kita maka kita berbuat hidup dalam damai dengan semua orang tanpa pilih bulu, jangan Cuma berdamai dengan orang yang kita punya kepentingan. Kalau memang dalam dunia lain selalu dibilang semua itu berdasarkan kepentingan, tapi dalam persekutuan gereja hidup sebagai warga gereja, hidup sebagai orang Kristen maka yang ada pada kita bukan karena kepentingan tetapi karena kasih, kasih yang sejati . Dan wujud daripada kasih yang sejati adalah dalam soal sikap kita te rhadap orang yang melakukan kejahatan terhadap kita jangan menuntut pembalasan, tetapi beri tempat pada murka Allah, serahkan itu kepada Allah.
Sebaliknya kalau seterumu lapar berilah ia makan, berilah dia minum kalau di haus, sebab dengan berbuat demikian kita disebutkan kita menumpukan bara api, jadi cara membalas kejahatan justru dengan kebaikan seperti yang dikatakan disini. Kalau itu terjadi maka kita tidak akan kalah oleh kejahatan tetapi sebenarnya sebaliknya kita mengalahkan kejahatan dengan kebaikan itulah prinsip-prinsip kehidupan satu persekutuan kasih sebagai gereja. Dan persekutuan kasih inilah yang sebenarnya di ayat ayat permulaan pasal 12 ayat 1 dan 2 yang disebut sebagai ibadah yang sejati, itulah yang ibadah sejati, jadi ibadah yang sejati itu bukan secara formal dan saya kira saatnya kita tidak juga melakukan ibadah formal, tetapi dalam suasana kelihatanya sedikit santai kita tidak terkurung pada model model bahwa seolah -olah ibadah itu yang dengan segala keteraturan dengan segala kemegahan maka itulah yang sejati. Yang sejati adalah terwujud dalam persekutuan kasih yang tadi diuraikan.
Dalam rangka bulan September ini menyongsong hari ulang tahun GMIM bersinode, saya kira saatnya sebagai persekutuan GMIM kita berefleksi, kita merenungkan apakah kita telah mewujudkan kehidupan gereja yang merupakan persekutuan kasih? Tentu ini tidak semudah yang saya kataan sebab ada banyak persoalan yang harus kita hadapi, ada banyak tantangan dari luar yang sering mempengaruhi kita. Tetapi kita diminta sekali lagi untuk menerapkan, jadi sederhananya terapkanah kasih yang sejati, kasih yang genuine ini dalam kehidupan kita dan itulah gereja yang melakukan ibadah yang sejati itu. Jadi ibadah yang sejati , demikian juga kasih harus sejati, kesejatian itu kelihatan bukan terutama dalam upacara-upacara formal tetapi dalam relasi antara kita dengan kita, relasi dengan orang lain, bahkan relasi dengan musuh, tetapi tentu dinafasi oleh relasi dengan Tuhan dimana kita tidak akan pernah kendor kerajinan kita untuk mewujudkan kasih itu, roh menyala-nyala untuk melayani Tuhan dan kalau kita memiliki itu kita akan melihat persekutuan itu sebagai persekutuan yang bersukacita dalam pengharapan, yang sabar dalam menghadapi kesesakan dan bertekun dalam doa.
Selamat mewujudkan sejati kasih itu tentu mulai dari persekutuan terrkecil di keluarga kita kemudian pada perskutuan yang lebih luas di tetangga-tetangga dan dalam persekutuan gereja. Hanya dengan begitu kita dapat mewujudkan suatu dunia yang damai sebab perdamaian hanya akan tercipta, jika kita berinisiatif untuk membangun hidup damai degan siapapun bahkan dengan musuh sekalipun. Tuhan Kiranya menyertai kita, Tuhan kiranya terus menerus mengaruniakan kita, memotovasi kita dengan kasih yang sejati itu yang dapat kita jalani kita perjuangkan baik dalam kehidupan pribadi bersama dengan sesame anggota jemaat, maupun dengan orang lain dan bahkan dengan orang-orang yang tidak menyukai kita. AMIN