Puji dan syukur patut kita panjatkan kepada Tuhan yang terus memelihara dan memberkati kehidupan kita. Tuhan dengan kuasaNya yang besar memperkenankan kita untuk menapaki tahun 2025 yang penuh rahmat dan berkat. Di minggu yang berjalan ini kita diajak untuk merenungkan Firman Tuhan dari kitab Daniel 3: 1-30. Bacaan ini mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita. Sejak masih anak-anak kita pasti pernah mendengar kisah tentang orang muda dari kerajaan Yehuda yang dibawa ke kerajaan Babel. Mereka adalah Daniel, Hananya, Misael, dan Azarya (Dan 1:6). Lalu oleh pemimpin pegawai istana nama mereka diganti menjadi Beltsazar, Sadrakh, Mesakh dan Abednego (Dan 1:7). Nama yang lebih banyak dikenal dan diingat orang.
Dalam pasal ini nama Daniel tidak disebutkan, mengingat ia adalah orang penting yang bekerja di istana raja, bisa jadi, Daniel sedang mengadakan perjalan ke tempat lain entah untuk urusan kerajaan, atau yang lainya tidak disebutkan, sehingga yang tertinggal adalah Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Di waktu itu Raja Nebukadnezar mendirikan patung emas setinggi enam puluh hasta dan lebarnya enam hasta. Patung itu ia dirikan di dataran Dura provinsi Babel. Hal ini tentu untuk menunjukkan kesombongan dari raja.
Sebab selain mendirikan patung, ia juga memerintahkan untuk mengumpulkan orang-orang penting yakni para wakil raja, para penguasa, para bupati, para penasihat negara, para bendahara, para hakim, para ahli hukum, dan semua kepala daerah untuk hadir dalam penahbisan patung emas itu, ia juga memerintahkan setiap orang untuk sujud menyembah patung itu ketika mendengar bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam, dan berbagai jenis bunyi-bunyian. Jika ada yang kedapatan tidak sujud menyembah patung itu, seketika itu juga akan dicampakkan kedalam perapian yang menyala-nyala.
Hal ini tentu mendatangkan kegelisahan bagi Sadrakh, Mesakh dan Abednego, sebab bagaimanapun mereka adalah orang-orang yang mendapat kepercayaan untuk memerintah wilayah Babel (Dan 2: 49). Mereka diperhadapkan pada pilihan yang sangat sulit. Jika mereka tidak sujud menyembah patung maka konsekuensi dari tindakan mereka adalah kematian, mereka akan dicampakkan dalam perapian yang menyala-nyala. Tetapi jika mereka sujud menyembah patung itu mereka akan selamat dari perapian yang menyala-nyala. Namun mereka telah menyakiti dan menghianati Tuhan Allah dengan menyembah patung emas buatan raja Nebukadnezar.
Tetapi pada akhirnya tiga orang muda yang gagah dan memiliki perawakan baik ini memilih tidak sujud menyembah patung emas buatan raja ketika bunyi sangkakala, seruling, kecapi, rebab, gambus, serdam dan berbagai bunyi-bunyian dibunyikan. Hal ini tentu saja dilihat oleh orang-orang Kasdim, mereka kemudian melaporkan hal ini kepada raja Nebukadnezar. Raja dalam kemarahannya pun memerintahkan untuk membawa Sadrakh, Mesakh dan Abednego menghadap. Ketiga pemuda ini memang tidak langsung dicampakkan ke perapian yang menyala-nyala, melainkan raja masih bertanya dan meminta mereka untuk sujud menyembah patung emas itu.
Tentu ada alasan kenapa raja belum langsung mengeksekusi mereka, mengingat mereka adalah orang-orang yang ditetapkan raja untuk memerintah atas wilayah Babel. Namun Sadrakh, Mesakh dan Abednego tetap pada ketaatan mereka, mereka tidak menyembah patung emas buatan raja, dengan lantang mereka berkata ‘’tidak ada gunanya kami memberi jawab kepada Tuanku dalam hal ini. Jika Allah yang kami puja sanggup melepaskan, Ia akan melepaskan kami dari perapian yang menyala-nyala itu, dan dari dalam tanganmu, ya raja. Tetapi, seandainya tidak, hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku, dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku dirikan.’’ Hal ini tentu membuat raja semakin marah, ia memerintahkan supaya perapian itu dibuat tujuh kali lebih panas dari yang biasa.
Sadrakh, Mesakh dan Abednego diikat lalu kemudian dicampakkan kedalam perapian yang menyala-nyala, bahkan orang-orang yang membawa mereka juga ikut mati terbakar. Tetapi tidak bagi ketiga orang muda ini, hal luarbiasa terjadi kepada Sadrakh, Mesakh dan Abednego, mereka selamat dari kobaran api yang menghanguskan itu, bahkan mereka melihat ada 4 orang yang bebas berjalan kesana kemari dalam api. Pada akhirnya raja Nebukadnezar memuji Allah, bahkan mengeluarkan perintah, siapapun yang menghina Allah akan dipenggal dan rumahnya akan dirobohkan. Sungguh luar biasa Allah dalam pekerjaannya lewat Sadrakh, Mesakh dan Abednego.
Banyak orang ketika sedang mengalami hal baik, pasti mampu dan dengan gampang untuk mengatakan bahwa ia beriman kepada Tuhan, sebab di waktu itu kondisi yang dialami sedang baik, tidak ada masalah yang serius.
Bagaimana respons kita ketika ada dalam kondisi yang sulit, banyak masalah datang bertubi-tubi, bahkan mengancam nyawa kita? Seperti dalam bacaan di saat ini yang mengisahkan tentang Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Mereka diperhadapkan dengan situasi yang tidak hanya nyawa yang dipertaruhkan, tidak hanya iman percaya kepada Tuhan yang dipertaruhkan, melainkan kedua-duanya. Tanpa kita sadari, terkadang Tuhan menguji iman kita melalui masalah-masalah. Dalam Alkitab Tuhan juga menguji iman seseorang melalui masalah-masalah sulit. Orang yang memiliki iman yang sejati kepada Tuhan pasti mampu bertahan dan melewati pergumulan yang ada dan tidak akan kompromi dengan imannya, apalagi sampai menyangkal Tuhan.
Lewat iman dari Sadrakh, Mesakh dan Abednego kita dapat melihat bagaimana mereka diperhadapkan dengan masalah yang serius. Iman dan kesetiaan mereka kepada Tuhan. Kita tahu bahwa kesulitan terkadang datang dari kelalaian sendiri, imbas dari kesalahan orang lain, pekerjaan iblis, bahkan ujian dari Tuhan. Namun kesulitan dari Sadrakh, Mesakh dan Abednego bukanlah masalah yang dicari atau akibat dari kelalaian, melainkan karena menolak untuk kompromi dan menyangkal iman kepada Tuhan. Dan mereka mampu untuk bertahan dan melewati ujian iman ini. Lantas bagaimana mereka mampu untuk bertahan dan melewati ujian yang berat ini?
Ada beberapa hal yang dapat kita lihat dari mereka, yakni mereka mengenal Allah yang mereka sembah serta komitmen dan integritas mereka kepada Allah yang mereka percaya.
Kita perlu mengenal Tuhan secara utuh, sebab jika kita tidak mengenal dia secara utuh, bagaimana kita dapat mengerti kehendakNya dalam hidup kita. Dan mengenal Tuhan bukanlah proses yang sebentar, melainkan proses yang diawali dengan kemauan untuk selalu mendengar Tuhan, belajar firmanNya, dan mencari kehendakNya.
Apa itu komitmen dan integritas? Dalam hidup yang kita jalani, tidak bisa dipungkiri kita sering diperhadapkan pada pilihan sulit, terlebih jika hal itu berkaitan dengan iman percaya kita kepada Tuhan, banyak orang yang ingin mengambil langkah berbeda dengan tidak mau ikut-ikutan melakukan tindakan yang tidak benar, namun mendapat cemooh dari banyak orang dengan mengatakan bahwa ‘’sok sucilah’’, ‘’sama-sama manusia berdosa kwa torang’’ dan masih banyak lagi ucapan-ucapan yang pada akhirnya membuat goyah iman percaya kepada Tuhan, sehingga lebih memilih untuk ikut-ikutan dengan banyak orang supaya tidak mendapat cemooh.
Dari kisah Sadrakh, Mesakh dan Abednego kita belajar bagaimana komitmen mereka yang tidak mau makan makanan dari raja dan minum anggur yang biasa diminum raja. Menunjukkan ketaatan mereka kepada Tuhan. Dan integritas mereka yang tidak mau menyembah allah lain selain Tuhan. Banyak orang di masa sekarang mengabaikan komitmen dan integritas demi keselamatan duniawi bahkan ada yang kompromi dengan iman.
Marilah kita tetap memiliki ketaatan kepada Tuhan, kita tidak tahu apa yang akan terjadi dalam hidup kita, tetapi selama kita tetap mengandalkan Tuhan, memegang teguh komitmen dan integritas kita sebagai orang yang percaya, sesulit apapun pergumulan, kita pasti mampu untuk melewatinya, sama seperti Sadrakh, Mesakh dan Abednego. Dan pada akhirnya orang akan mengenal kuasa Tuhan yang tiada tandingan. Amin