MATIUS 28 : 1 – 10
Refleksi Paskah Oleh Gifliyani K Nayoan, M.Th
DODOKUGMIM.COM – Di hari Paskah ini, umat Kristiani di seluruh dunia merayakannya sebagai hari yang menunjuk pada peristiwa kebangkitan Yesus. Dalam konteks Perjanjian Lama (PL), Paskah dirayakan oleh umat Israel untuk mengingat karya pembebasan Allah terhadap umatNya dari belenggu penderitaan dan penindasan di Mesir (Keluaran 12:1-28).
Darah kurban anak domba yang disembelih akan menjadi tanda (Kel 12:13) dalam karya penyelamatan Tuhan di mana bayangan maut atas kehidupan orang Israel akan terlewati oleh karena tanda dari darah kurban anak domba tersebut (Bahasa Ibrani “Pesakh” artinya melewati).
Peristiwa Paskah yang kita rayakan hari ini, juga merupakan karya pembebasan Allah atas kehidupan kita manusia yang berdosa. Darah dan pengurbanan tubuh Yesus di kayu salib yang selalu kita kenang dan peringati dalam setiap perjamuan kudus dan hari raya Jumat Agung menggambarkan bagi kita suatu tanda cinta kasih Allah, suatu karya kasih terbesar Allah dan termulia atas dunia ini.
Kubur kosong (empty tomb), tempat dimana Yesus dibaringkan setelah menghembuskan nafas terakhirnya, menjadi suatu tanda yang mengawali peristiwa kebangkitan Yesus. Hanya penginjil Matius yang memberi kesaksian bahwa kubur Yesus harus dijaga, ketiga kitab Injil lainnya tidak menyebutkan hal tersebut.
Ternyata alasan dibalik kubur Yesus harus dijaga adalah karena desakan kepada Pilatus oleh para pemuka agama Yahudi yang masih terus menuduh Yesus sebagai penyesat disatu sisi dan disisi lain karena ketidaksiapan atau bahkan kekuatiran mereka menghadapi kebenaran berita kebangkitan Yesus pada hari ketiga setelah kematiannya (Mat 27:62-66).
Kubur kosong tidak semata-mata menjadi tanda dan bukti kebangkitan Yesus, bahwa kuasa maut dalam kematian tubuh Yesus telah terlewati dan terkalahkan; namun kubur kosong juga merupakan sarana dan tempat pertama dimana kebangkitan Yesus menjadi suatu berita atau kesaksian (kerygma).
Kebangkitan Yesus tidak hanya hadir sebagai suatu peristiwa ilahi atau peristiwa surgawi dimana kemanusiaan Yesus dengan tubuh fana dinyatakan berakhir oleh kematiannya dan lalu hadir kembali dalam rupa dan gambar keilahianNYA; namun kebangkitan Yesus adalah juga pertanda dimulainya suatu kehidupan baru bagi manusia dan dunia.
Kubur yang termeterai, kendati dijaga oleh penjaga-penjaga pilihan dari pihak penguasa Roma (Matius 27:65-66), begitu juga kematian, tidak akan pernah dapat membatasi kuasa Allah dan karya penyelamatanNya bagi dunia. Kuasa kasih Allah bagi dunia dan manusia yang berdosa tidak akan pernah dapat ditandingi dan dihancurkan oleh kuasa apa pun di dunia.
Konspirasi para ahli Taurat, imam-imam kepala dengan Pilatus untuk membuat jasad tubuh Yesus tetap tersembunyi dalam kubur yang dijaga ketat oleh para penjaga, tidak akan pernah mampu menghalangi karya dan misi Allah untuk menyelamatkan dunia dan manusia yang berdosa. Kubur kosong menjadi bukti bahwa kuasa kasih Allah lebih besar dan tidak dapat tertandingi oleh kuasa apa pun di dunia ini.
Peristiwa kebangkitan Yesus tidak hanya bisa kita baca dan mengerti melalui kubur kosong. Bacaan dalam Matius 28:1-10 menunjukkan bahwa kebangkitan tidak berbicara tentang ketiadaan. Benar bahwa jasad, tubuh Yesus tidak ditemukan dalam kubur yang terjaga dengan ketat dan tertutup rapat dengan batu, namun itu tidak berarti Yesus tidak ada lagi.
Kerinduan Maria Magdalena dan Maria yang lain (dalam Markus 16:1 dan Lukas 24:10 disebut Maria ibu Yakobus) untuk melihat (Yunani θεωρῆσαι) jasad Yesus ternyata harus diperhadapkan dengan rasa takut oleh karena fakta kubur telah kosong. Menarik untuk memperhatikan ungkapan “Jangan takut” (Yunani Μὴ φοβεῖσθε) yang muncul dua kali dalam teks (bacaan) ini, yang pertama oleh malaikat Tuhan (ayat 5) dan kedua oleh Yesus sendiri (ayat 10).
Pernyataan “jangan takut” yang pertama sangat berhubungan erat dengan situasi tidak ditemukannya (ketiadaan) jasad tubuh Yesus di dalam kubur. Ketakutan yang lebih merupakan suatu kegelisahan oleh karena tidak dapat melihat/menjumpai jasad tubuh Yesus. Sedangkan ungkapan “Jangan takut” yang kedua diutarakan oleh Yesus kepada kedua perempuan yang setelah datang menengok kubur Yesus, mereka segera pergi untuk memberitahukan tentang kebangkitanNya kepada para murid.
Sangat disayangkan penulis Injil Matius tidak menampilkan suara kedua perempuan tersebut dalam teks ini, namun hanya menggambarkan situasi mereka secara implisit melalui pernyataan malaikat dan Yesus sendiri. Padahal kedua perempuan tersebut, yakni Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus diberikan mandat penting yaitu sebagai pembawa berita atau kesaksian untuk disampaikan kepada murid-murid Yesus bahwa Yesus sudah bangkit, kuburnya sudah kosong dan agar murid-muridNya segera menuju ke Galilea untuk berjumpa dengan Yesus di sana.
Ada satu pertanyaan yang patut kita renungkan disini : mengapa Yesus harus mengutarakan “jangan takut” kepada kedua perempuan tersebut padahal mereka sudah berjumpa Yesus yang bangkit bahkan mendengar salamNya “Khairete!” dan memeluk kaki Yesus serta menyembahNya (ayat 9)? Apakah yang ditakutkan oleh kedua perempuan tersebut sehingga Yesus tampak perlu menenangkan bahkan menguatkan keduanya? Apakah tugas atau mandat yang diberikan kepada mereka sebagai pembawa berita kebangkitan Yesus kepada murid-murid yang lain itu terlalu berat untuk dijalankan? Bukan, bukan itu alasannya.
Rasa takut yang Yesus tangkap dari kedua perempuan tersebut adalah terutama karena faktor sosial-budaya masyarakat di zaman Yudaisme kuno yang belum bisa menghargai kesaksian yang diberikan perempuan termasuk kesaksiannya dalam konteks pemberlakuan hukum. Teks 1 Korintus 15:3-8 tampaknya ikut menggambarkan situasi tersebut dimana cerita tentang kesaksian kaum perempuan sebagai yang mula-mula berjumpa dengan Yesus yang bangkit sama sekali tidak dimunculkan dalam teks sementara keempat Kitab Injil memberi kesaksian tentang hal tersebut dalam narasi kematian dan kebangkitan Yesus.
Kekuatiran bahwa kesaksian Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus akan berimplikasi secara hukum terhadap keduanya tentu harus bisa kita pahami. Dan Yesus tampak memahami situasi tersebut, itu sebabnya Dia meneguhkan mereka dengan perkataan “Janganlah takut!”.
Betapa luarbiasa peristiwa kebangkitan Yesus itu. Dan juga betapa suatu keistimewaan tersendiri bagi Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus yang mengalami perjumpaan dengan Yesus yang bangkit itu. Tidak hanya berjumpa dan mengalami sukacita yang besar (ayat 8) tetapi juga keduanya langsung dipercayakan mengemban tugas misioner yang penting kendati harus diperhadapkan dengan tantangan berat berupa stigmatisasi dan hambatan budaya yang berisiko kesaksiannya ditolak.
Dalam situasi hidup kita saat ini sebagai orang beriman kepada Kristus, belajar dari semangat Maria Magdalena dan Maria ibu Yakobus yang pagi-pagi buta sudah pergi untuk menengok (θεωρῆσαι) Yesus, biarlah antusiasme dan semangat itu juga akan tetap ada dalam diri kita; semangat untuk berjumpa dengan Yesus yang telah mati dan bangkit demi kehidupan manusia dan dunia.
Yesus sudah bangkit sebab kuburnya sudah kosong namun tidak berarti Yesus menghilang. Dalam khotbahnya tentang akhir zaman di Matius 25:35-46 Yesus melukiskan kehadiranNya dapat dicari dalam diri mereka yang paling hina/terkecil (Mat 25:45) yakni mereka yang lapar, haus, orang asing, telanjang, sakit dan berada di penjara. Menunjukkan kasih kita kepada kaum marginalized yakni mereka yang menderita akibat kelaparan, terasing, terpinggirkan, kehilangan tempat tinggal dan sumber daya kehidupan atau mata pencaharian, sekaligus mereka yang sakit dan terpenjara; semua tindakan kasih ini sebagaimana diutarakan Yesus merupakan wujud perjumpaan dengan diriNya.
Dan sebagaimana juga perkataan Yesus kepada kedua perempuan itu, “jangan takut” kiranya ucapan Yesus yang sudah bangkit ini dapat menggema pula di telinga dan sanubari setiap insan yang sedang diliputi kekuatiran dan ketakutan pada hari ini. Ditengah situasi wabah pandemic covid-19 ini kiranya ucapan Yesus itu juga akan bergema di setiap hati yang gelisah dan takut; dan kehadiranNya dapat mengubah hati yang masih takut dan gelisah itu menjadi hati yang diliputi sukacita besar; kiranya kehadiran Yesus dapat terus kita rasakan hari ini melalui ucapan yang terdengar “Salam bagimu!”. Lalu kita akan pergi dengan bersukacita sebagai saksi-saksi bahwa Kristus sudah bangkit dan Dia hidup(dodokugmim/nandabonde)