WAHYU 21 : 9 – 27
GEREJA sering terluka, itu realitas yang harus ditanggung dalam melaksanakan panggilannya. Sebelum dan sejak kelahirannya sampai era disrupsi ini tanggungan ini sering diizinkan oleh Tuhan Yesus Kristus, Sang Kepala Agung gereja. Agar gereja tidak tertidur, lupa diri, statis, dan terlelap dalam kemapanan. Saat dinista dengan perkataan “ada jin kafir di kayu salib”, ini tak perlu dibalas dengan menista, Saat dihina dengan perkataan ajarannya “penuh kebohongan”, ini tak perlu dibalas dengan menghina pula. Justru di tengah informasi yang amat viral ini, warga GMIM dibekali untuk menghayati kembali dengan mendalam tentang luka-luka gereja abad purba dan apa penghiburannya, sebagaimana yang disampaikan rasul Yohanes dalam Wahyu 21 : 9-27.
Domitianus, kaisar antikristen yang giat mendewakan dirinya sendiri, bukan saja menista keyakinan Kristen, tapi memimpin secara sistimatis penganiayaan kepada pengikut Kristus. Memang, ada yang murtad, tapi ada beribu kali lipat yang bertobat, menjadi percaya, dan bertambah kuat mengikuti Kristus.
Isi Penguatan dan Penghiburan itu adalah “Visi tentang Kota Bertaburan Kemuliaan”. Visi ini bukan Penghiburan utopis, sebagai khayalan omong kosong, atau sebagai candu (Narkoba) untuk mengalihkan penderitaan pada mimpi-mimpi indah yang semu.
Tapi Visi dalam surat Wahyu adalah penglihatan Ilahi yang dipakai Tuhan untuk menyampaikan janji-janjiNya, sifatnya kudus, mulia dan benar. Tak ada kebohongan, dusta, atau rekayasa negatif spiritual dibelakangnya.
Apa isi Kota bertabur kemuliaan, sebagai visi Penghiburan bagi yang terluka?
PERTAMA : KENISTAAN diganti dengan KEMULIAAN (ayat 11). Jika gereja teraniaya oleh berbagai tindakan penganiayaan dan penistaan. Mereka tidak mampu untuk membalasnya —memang itu tidak diajarkan oleh Kristus, Sang kepalanya. Tetapi mereka dapat melihat janji Tuhan, bahwa para penganiaya dan penista tidak akan menang, mereka akan dikalahkan dan dipermalukan. Sedangkan bagi yang setia, akan menerima dengan taburan kemuliaan, ayat 11b ‘….cahayanya sama seperti permata yang paling indah, bagaikan permata yaspis, jernih seperti kristal.”
KEDUA : “Ketidakamanan diganti dengan benteng dan pintu yang kokoh” (12-18). Gereja yang terluka hidup tidak aman, Mereka dikejar-kejar sekalipun tinggal di “katakombe” (tempat pekuburan bawah tanah, untuk pekuburan, dan yang lebih besar untuk ibadat dan persembunyian). Aktivitas mereka sangat terbatas dan sesak.
Namun, mereka dihiburkan saat melihat kota dan tembok yang mengelilingi ruang yang maha luas, tetapi tidak tertutup karena ada banyak sekali pintu-pintu indah tempat keluar masuk di dalamnya.
KETIGA : “Gedung Gereja Yang Terbakar diganti dengan Allah sebagai Bait Sucinya” (ayat 22). Gereja sering terluka, karena gedung tempat mereka beribadat sering dirusak dan dibakar. Berapa saja biaya yang harus dikeluarkan untuk membangunnya, tapi akhirnya harus terbakar. Namun, gereja purba itu dihiburkan. Sebab di Kota bertabur kemuliaan, mereka melihat Bait suciNya adalah Allah sendiri. Mereka tak perlu membangunnya, hanya dengan iman, percaya dan pengharapan mereka merasakan, mengalami dan menikmatinya.
KEEMPAT : “Hampir tidak menikmati Matahari, tapi diganti dengan Matahari Sang Anak Domba” (ayat 23). Karena hidup lama dalam persembunyi, maka gereja purbah yang terluka itu tidak pernah menerima dan mengalami kehangatan matahari. Banyak di antara mereka yang sakit-sakitan, terserang berbagai macam penyakit jasmani. Tapi m,ereka dihiburkan karena negeri, rumah atau kota bertabur kemuliaan, tidak memerlukan matahari sebab Sang Anak Domba adalah Matahari Abadi.
KELIMA :”Kemiskinan yang melarat diganti kekayaan bertabur kemuliaan” (ayat 24-27). Gereja yang terluka itu hidup dalam kemiskinan harta benda. Mereka tidak boleh berusaha, menjadi pegawai kerajaan atau berdagang. Sebab semua dibatasi, jika ada yang sudah berkembang akan dijarah, karena dituduh kaum sesat. Namun, di negeri, rumah dan kota bertabur kemuliaan itu, bangsa-bangsa dan raja-raja bumi akan ditarik oleh cahaya yang penuh kuasa sehingga mereka akan menyerahkan kekayaan mereka kepada yang setiawan.
Apa “maksud” KOTA BERTABUR KEMULIAAN, visi Penghiburan bagi yang terluka ?
Agar mereka tetap menjadi gereja yang setiawan. Jangan bersandar pada kuasa-kuasa dan kemuliaan dunia. Karena semua yang di dunia adalah sementara. Mereka yang “najis”, yang melakukan “kekejian”, dan hidup dalam “dusta” demi mendapatkan dan hidup bertaburan kemuliaan dunia, tidak “berlayak” masuk dalam KOTA KUDUS itu. Karena nama mereka TIDAK TERDAFTAR (ayat 27).
Agar mereka yang terluka dipulihkan. Dengan memandang kota bertabur kemuliaan, mereka seperti menerima Obat Rohani yang memulihkan luka-luka Batin.
Visi yang LUAR BIASA hanya dikhususkan untuk luka-luka yang LUAR BIASA.
Sekarang ada banyak warga gereja terluka dengan berbagai penyebab. Kristus Sang Anak Domba, Dialah Matahari dalam Kota Bertabur Kemuliaan. Ia menjadi sumber Cahaya dan Lampu yang meneringi kita agar tidak tersesat, sekaligus tangan-Nya berlobang paku yang membalut luka memberikan kesembuhan.(dodokugmim/nataliatamangunde)