Perikop ini berkisah tentang kunjungan malaikat Gabriel ke sebuah kota kecil di Galilea, yang bernama Nazareth, kepada Maria yang diperkenalkan dalam tulisan ini sebagai “perawan yang bertunangan dengan seorang yang bernama Yusuf dari keluarga Daud”. Tujuan kunjungan malaikat Gabriel ini adalah untuk menyampaikan sebuah berita besar tentang keterpilihan Maria menjadi perempuan yang akan melahirkan seorang anak laki-laki, yang namanya telah ditentukan, Yesus. Anak ini akan menjadi besar dan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi. KepadaNya akan dikaruniai tahta Daud dan Ia akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-nya dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan. Itu didahului dengan salam, kunjungan yang membuat Maria bingung serta bertanya-tanya dalam hatinya. Tetapi Maria kemudian ditenangkan dengan ucapan Gabriel: “Jangan takut, sebab engkau beroleh kasih karunia ”. Tetapi walaupun sudah ditenangkan, Maria tetap saja dibuat bingung dengan berita tentang lahirnya seorang anak laki-laki melalui rahimnya. Ini wajar. Maria adalah wanita yang belum bersuami, setidaknya, laporan yang dikatakannya kepada Gabriel. Memang ia telah bertunangan. Bertunangan menunjukkan upacara tertentu di mana kedua belah pihak memberikan hadiah-hadiah perkawinan. Oleh upacara itu calon perempuan dan calon mempelai laki-laki telah melayani dengan yang lain, sehingga hubungan itu secara hukum (yuridis) disamakan dengan perkawinan seperti yang dapat dilihat dari Ulangan 20: 7 dan 22: 23-24. Tetapi hubungan pertunangan itu belum melayakkan pasangan melakukan hubungan suami isteri secara seksual. Karena itu, hukum Yahudi pun mengatur bahwa seorang perempuan yang bertunangan lalu kedapatan melakukan tindakan asusila, akan dilempari dengan batu sampai mati. Karena itu, sungguh sangat wajar kalau Maria kebingungan sehingga dia berkata: “Bagaimana mungkin hal itu terjadi?”. Lalu di tengah kebingungan dan kepanikan Maria, Gabriel menjawab: “Roh kudus akan turun ke atasmu dan kuasa Allah yang maha tinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah ”. Apa yang terjadi kemudian? Tak ada lagi tanda tanya. Tak ada keraguan lagi. Dengan menyerah secara rendah hati, Maria mempercayai pesan yang didengarnya itu. Katanya: “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu”. “Bagaimana mungkin hal itu terjadi?”. Lalu di tengah kebingungan dan kepanikan Maria, Gabriel menjawab: “Roh kudus akan turun ke atasmu dan kuasa Allah yang maha tinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah ”. Apa yang terjadi kemudian? Tak ada lagi tanda tanya. Tak ada keraguan lagi. Dengan menyerah secara rendah hati, Maria mempercayai pesan yang didengarnya itu. Katanya: “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu”. “Bagaimana mungkin hal itu terjadi?”. Lalu di tengah kebingungan dan kepanikan Maria, Gabriel menjawab: “Roh kudus akan turun ke atasmu dan kuasa Allah yang maha tinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kau lahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah ”. Apa yang terjadi kemudian? Tak ada lagi tanda tanya. Tak ada keraguan lagi. Dengan menyerah secara rendah hati, Maria mempercayai pesan yang didengarnya itu. Katanya: “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu”. Maria mempercayai pesan yang didengarnya itu. Katanya: “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu”. Maria mempercayai pesan yang didengarnya itu. Katanya: “Jadilah padaku menurut perkataanmu itu”.
Teladan yang ditunjukkan Maria adalah sebuah ketaatan yang menakjubkan. Di bagian terakhir perikop ini ia mengucapkan sebuah kalimat yang indah, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu. ” Ucapan Maria ini menunjukkan dua hal. Pertama, Maria menyadari siapa dirinya di hadapan Tuhan. Maria sadar bahwa ia hanyalah hamba Tuhan. Tuhan berhak memperlakukan dirinya sesuai maunya Tuhan. Maria tidak mau masalah masalah ini. Ia tahu, Allah punya kedaulatan melakukan apa saja terhadap siapa saja, termasuk terhadap dirinya. Karena itu, ia siap menjalani perintah Tuhan apa pun konsekuensinya. Walau sesungguhnya Maria sendiri pasti belum mengerti apa yang akan terjadi nanti, tapi ia tahu Tuhan punya rencana yang besar dan rencana-Nya tidak akan pernah salah. Walupun ia juga tahu tentang konsekswensi hukum dan tradisi di masyarakatnya sungguh mengerikan. Kalau cuma digosipkan hamil di luar nikah, mungkin masih bisa tertahankan. Tapi kalau dilempari dengan batu sampai mati? Ah, ini tragis. Tetapi Maria memilih siap semua itu. Inilah yang disebut iman. Jika kita tahu dan percaya Allah yang menentukan dan memilih kita untuk sebuah rencana, meski dari kaca mata manusia nampaknya pahit dan tidak masuk akal, maka kita harus menyerahkan segala sesuatu kepada penyelenggaran Tuhan dan mengaminkan tindakan Tuhan untuk kita. Kedua, Maria tahu segala cita-cita dan harapannya sesuai keinginan Tuhan. Ia pasti punya angan-angan pribadi sebagai seorang gadis muda, tapi ia tahu, rencana dan kehendak Tuhan jauh lebih penting, meskipun skenario hidupnya harus berubah total. Ia mengesampingkan kepentingannya sendiri dan menempatkan rencana dan kehendak Allah atas segala-galanya. Maria perempuan cantik sempurna, ia punya kelemahan dan keterbatasan. Namun, gadis muda ini menjalani panggilannya dengan sepenuh hati sekalipun tidak mudah. Ia bersedia menyambut kasih karunia dengan kerendahan hati. Lalu, bagaimana dengan kita? Kita dapat mencontoh apa yang dikatakan dan dilakukan Maria: menerima dan taat pada rencana Tuhan, meskipun kadang kala ketaatan harus dibenturkan dengan kemustahilan, kesukaran dan kesulitan. Kadang kita harus berani mengambil risiko, membayar mahal dan keluar dari zona nyaman untuk menunjukkan ketaatan kita menjalani kehendak Tuhan dengan tulus. Tetapi percayalah, Tuhan tidak pernah salah. Taat dan imani apa yang Dia selenggarakan untuk kita karena sebenarnya iman dan ketaatan adalah dua hal yang seharusnya berada di dalam hidup kita, tidak boleh masuk akal. Tuhan memberkati. Amin