Ada sebuah kalimat bijak yang berkata : “Selalu ada resiko dalam setiap pekerjaan. Namun selalu ada imbalan dari setiap resiko.” Mengikut Yesus adalah panggilan yang mendalam dan bermakna bagi setiap orang percaya. Namun, seperti halnya dalam setiap perjalanan rohani, ada juga resiko dan tantangan yang terkait dengan itu.
Orang Kristen sering salah kaprah. Banyak yang mengira bahwa ketika mengikut Yesus hidup akan senang, bebas dari pergumulan dan penderitaan. Padahal kontras dengan hal itu, justru Yesus menasehatkan kepada para murid bahwa, oleh karena Dia para murid akan berhadapan dengan bahaya, mereka bisa saja digiring oleh para penguasa. Mereka bisa saja disesah, dibenci, dianiaya bahkan dibunuh. Dengan kata lain, hal mengikut Yesus adalah menjalani kehidupan yang sarat dengan tantangan dan pergumulan.
Rasul Paulus pernah berkata dalam Filipi 1:29 : “Sebab kepada kamu dikaruniakan bukan saja untuk percaya kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia,”. Mengikut Yesus berarti harus siap dengan segala resiko, harus siap menderita. Tetapi, bagi orang percaya penderitaan itu bukanlah tanda kebinasaan, melainkan tanda keselamatan. Oleh karena itu, dalam mengikut Yesus, MENYANGKAL DIRI DAN MEMIKUL SALIB ADALAH KEKUATAN BUKAN KELEMAHAN.
Bacaan Alkitab kita saat ini menceritakan tentang pernyataan Yesus kepada murid-Nya mengenai penderitaan, kebangkitan dan syarat-syarat mengikut Dia. Kisah ini diceritakan dalam Injil Markus yang merupakan Injil tertua yang mengisahkan tentang kehidupan Yesus Kristus.
Injil Markus mengungkapkan Anak Manusia yang menunjuk pada Yesus Kristus. Yesus Kristus memberitahukan kepada murid-Nya bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit sesudah tiga hari. Tetapi menariknya, ketika berbicara tentang sesuatu yang belum terjadi, Yesus tidak menggunakan kata “akan” – Anak Manusia akan menderita. Tetapi Yesus memakai kata “harus”- Anak manusia harus menderita, sengsara dan mati. Kata Yunani yang dipakai untuk kata “harus” adalah “dei ” yang mengandung arti: ketetapan dari Allah dan tidak dapat ditawar lagi. Itu berarti penderitaan bukan sekedar pelengkap kemanusiaan Yesus. Tetapi penderitaan adalah hakekat kehidupan Yesus.
Pernyataan Yesus tersebut di tanggapi Petrus dengan menegor Yesus, sebab menurutnya Mesias tidak akan mengalami penderitaan dan mati dengan cara yang tragis. Yesus menegor Petrus, kataNya: “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia . Tegoran Yesus tersebut seperti tegoran yang disampaikanNya kepada Iblis ketika Iblis menawarkan kerajaan bumi apabila Yesus tunduk menyembahnya (Matius 4:10). Pernyataan dan karya Tuhan tidak boleh di pahami dengan pikiran manusia. Orang-orang yang memahami karya dan pekerjaan Allah dengan pikirannya adalah orang-orang yang membengkokkan karya Allah, hendak menggagalkan karya Allah.
Mengikut Yesus harus siap menderita. Seperti kata Yesus kepada orang banyak dan murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.” Ini menunjukkan bahwa Yesus Kristus tidak menawarkan jalan yang nyaman. Yesus menegaskan bahwa menjadi pengikut-Nya bukanlah hal yang mudah. Menyangkal diri sendiri, memikul salib, dan mengikuti-Nya adalah panggilan untuk memprioritaskan kehendak Allah di atas keinginan dan kepentingan diri sendiri. Pesan ini menyoroti pentingnya pengorbanan dan komitmen yang tulus bagi para pengikut Kristus. Ini berarti siap untuk mengorbankan kenyamanan, kekayaan, dan ambisi duniawi demi kepentingan Kerajaan Allah.
Orang percaya harus mencapai kualitas hidup yang kesungguhan dan ketulusannya teruji dan diakui dengan siap sedia memberikan nyawanya kepada Tuhan. Di penghayatan minggu-minggu sengsara ini, marilah kita memeriksa diri, bagaimanakah kerelaan kita berkorban diri untuk Tuhan? Kerelaan berkorban tidak cukup sebatas apa yang menurut pikiran manusia benar, cukup dan mulia. Yesus menuntut kesetiaan penuh, teruji ketekunanannya dalam penderitaan dan perlawanan. Orang-orang yang ikut dalam penderitaan Yesus adalah orang-orang yang mengerjakan keselamatan nyawanya. Ia berjuang bukan demi harta dunia, sebab orang yang berjuang demi harta dunia akan kehilangan nyawanya. Marilah melakukan kehendak Tuhan saja. Awasi pikiran yang dapat menyesatkan. Peliharalah firman Tuhan dalam hidup, meskipun penuh penderitaan dan air mata namun pada akhirnya akan menerima mahkota kemenangan.
Semua orang percaya tidak dapat menghindari salibnya, kita harus memikulnya. Jadi yang utama sekarang ini adalah bagaimana kita mendapat kekuatan untuk melakukannya. Memang tidak dapat dipungkiri kalau ada rasa takut menghadapi penderitaan bahkan harus rela mati demi Yesus dan Injil. Tapi, dengan tekun kita dapat berdoa, dan doa itulah yang memberikan kekuatan baru bagi kita. Jangan pandang salib orang lain, sebab masing-masing orang di beri salibnya masing-masing. Jangan tangisi salib anda terlalu besar dan berat karena membandingkannya dengan salib orang lain yang kelihatannya lebih kecil dan lebih ringan. Tidak ada salib yang terlalu besar dan terlalu berat, tapi semua salib adalah penguji iman. Bagaimana kita tahu seberapa kuatnya kita mengangkat sesuatu benda kalau kita tidak pernah mencobanya. Ada orang bersungut-sungut sebab merasakan terlalu berat beban salib yang harus di tanggungnya. Tapi perlu dipertanyakan kepada orang-orang yang belum pikul salibnya tapi sudah bersungut-sungut sebab bagaimana ia tahu beban salib yang di tanggungnya terlalu berat jika ia belum pernah mengangkatnya? Bereskan hubungan dengan Tuhan, buang segala kedagingan dan kehendak dosa supaya kita tidak merasa berat salib yang harus dipikul dan kalaupun berat salib tersebut tidak akan menyesatkan. Orang percaya hendaknya berjuang mencapai puncak percaya dengan pengakuan iman; hidupku bukannya aku lagi, tapi Yesus yang ada di dalamku (Galatia 2:20). Kalau demikian kita tahu bahwa kita kuat, sebab kita berjalan bersama Tuhan. Amin.