ALASAN PEMILIHAN TEMA
Dunia dengan segala perkembangannya yang melesat maju di dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, tetap menghadapkan manusia pada tantangan dalam hal isu-isu kemanusiaan. Kemajuan dan pencapaian-pencapaian dalam perjalanan sejarah manusia sampai hari ini belum sepenuhnya menyelesaikan berbagai persoalan besar kemanusiaan. Bila ditilik lebih dalam, hal ini disebabkan oleh sikap dan perilaku manusia itu sendiri, yakni caranya memperlakukan diri dan orang lain di sekitarnya. Kejahatan yang terjadi setiap hari, masalah diskriminasi dan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia, serta sifat individualisme manusia yang semakin dominan, hanyalah sedikit dari persoalan-persoalan yang digumuli manusia. Gereja di tempatkan Tuhan Allah untuk menggarami dan menerangi dunia dengan segala kompleksitas masalahnya. Berita dan kehidupan gereja yang dinyatakan di tengah dunia menjadi sangat penting karena didasarkan pada Yesus Kristus sendiri dan sifat-sifat-Nya. Salah satu sifat Yesus Kristus yang dinyatakan-Nya dalam seluruh hidup dan pelayanan-Nya yaitu belas kasihan-Nya. Belas kasihan Yesus Kristus telah membawa perubahan dalam hidup begitu banyak orang dan dengan demikian membawa harapan bagi dunia yang haus akan belas kasihan. Betapa pentingnya belas kasihan tersebut terus dilanjutkan oleh gereja Tuhan di dunia milik-Nya ini. Inilah alasan yang mendasari tema, “Wujudkan Belas Kasihan.”
PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese) Injil Lukas, sebagaimana Injil-Injil Sinoptik lainnya, berfokus pada Yesus Kristus dengan mengisahkan tentang kehidupan, pelayanan, penderitaan, kematian, dan kebangkitan-Nya. Injil Lukas sendiri mengemukakan bahwa karya penyelamatan Yesus Kristus adalah bersifat universal yakni Juruselamat bagi semua orang, bagi semua bangsa, bukan hanya orang Yahudi, laki-laki dan perempuan, termasuk mereka yang selama ini terpinggirkan. Kisah orang Samaria yang murah hati adalah salah satu kisah yang hanya muncul dalam Injil Lukas yang menunjukkan universalitas kasih Yesus Kristus dan panggilan bagi orang percaya kepada-Nya untuk menyatakan belas kasihan secara universal.
Kisah tentang orang Samaria yang murah hati ini diawali dengan sebuah alur cerita di mana seorang ahli Taurat (nomikos) datang pada Yesus Kristus dan bertanya kepada-Nya. Lukas mengungkapkan motif dari ahli Taurat tersebut, yakni untuk mencobai (ekpeirazo) Yesus Kristus, yang tidak lain dimaksudkannya untuk mencari-cari kesalahan Yesus Kristus. Ahli Taurat ini, yang menguasai hukum-hukum keagamaan Yahudi, memulai perdebatan dengan Yesus Kristus. “Guru, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?” (ay. 25). Pertanyaan ini terarah pada pandangan eskatologis (pengharapan kehidupan kekal) orang Yahudi tentang penerimaan hidup yang kekal sebagai bagian dari dunia yang akan datang yang disediakan oleh Tuhan Allah. Ahli Taurat tersebut bertanya tentang bagaimana cara memastikan hidup kekal tersebut, walaupun ada kesadaran besar dalam diri orang Yahudi bahwa mereka telah ada “di dalamnya” sebagai bagian dari umat pilihan Allah sendiri. Yesus Kristus merespons pertanyaan ini dengan mengajukan pertanyaan yang didasarkan-Nya pada hukum Taurat, yang menunjukkan bahwa Yesus Kristus mengakui otoritas dari hukum Taurat, sekaligus membawa ahli Taurat tersebut pada hukum-hukum yang selama ini dipelajarinya sendiri, di mana dia disebut sebagai ahlinya. “Apa yang tertulis dalam hukum Taurat? Apa yang kaubaca di sana?” (ay. 26). Ahli Taurat ini menjawab, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (ay. 27). Jawabannya didasarkannya pada perintah terutama dalam seluruh Taurat, yakni hukum kasih kepada Allah dan sesama (bnd. Imamat 19:18; Ulangan 6:5). Yesus Kristus menyatakan kebenaran jawabannya (ay. 28), sekaligus memerintahkannya untuk tetap melakukannya dengan segera (poiei: melakukan, present imperative). Respons Yesus Kristus tidak menjadi penutup dari diskusi yang sedang berlangsung tersebut. Ahli Taurat tersebut memiliki pertanyaan klarifikasi lanjutan, yakni untuk membenarkan dirinya. Sangat mungkin pembenaran diri yang dimaksud adalah untuk meminimalisasi tuntutan hukum yang terutama tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pertanyaannya, “Dan siapakah sesamaku manusia?” (ay. 29). Ahli Taurat ini memiliki kerangka berpikir tertentu tentang siapa saja yang merupakan sesamanya dan Yesus Kristus hendak mengkonfrontasi kerangka berpikir tersebut. Yesus Kristus hendak menantang konsistensi ahli Taurat tersebut, yakni bila ia sungguh-sungguh mengasihi Tuhan Allah, bersediakah ia mengasihi sesamanya manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Tuhan Allah, bahkan mereka yang dalam benaknya bukanlah umat pilihan Allah (orang non Yahudi)? Tantangan Yesus Kristus mendorong ahli Taurat tersebut untuk memikirkan kembali dengan sungguh-sungguh tentang perintah Tuhan Allah untuk mengasihi orang lain, baik sesama Israel maupun orang asing (lih. Imamat 19:33-34). Yesus Kristus kemudian mengisahkan tentang orang Samaria yang murah hati itu (ay. 30- 35). Yesus Kristus mulai dengan mengisahkan seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho dan jatuh ke tangan para penyamun yang merampok, memukuli, dan meninggalkannya hampir mati. Siapa orang ini tidak dijelaskan dengan detil, sebab yang hendak ditunjukkan dari kisah ini adalah respons orang-orang terhadap orang yang malang ini. Perjalanannya memang penuh resiko mengingat beratnya jalan yang harus dilewatinya sebagai jalan yang panjang,dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (ay. 27). Jawabannya didasarkannya pada perintah terutama dalam seluruh Taurat, yakni hukum kasih kepada Allah dan sesama (bnd. Imamat 19:18; Ulangan 6:5). Yesus Kristus menyatakan kebenaran jawabannya (ay. 28), sekaligus memerintahkannya untuk tetap melakukannya dengan segera (poiei: melakukan, present imperative). Respons Yesus Kristus tidak menjadi penutup dari diskusi yang sedang berlangsung tersebut. Ahli Taurat tersebut memiliki pertanyaan klarifikasi lanjutan, yakni untuk membenarkan dirinya. Sangat mungkin pembenaran diri yang dimaksud adalah untuk meminimalisasi tuntutan hukum yang terutama tersebut. Hal ini dapat dilihat dari pertanyaannya, “Dan siapakah sesamaku manusia?” (ay. 29). Ahli Taurat ini memiliki kerangka berpikir tertentu tentang siapa saja yang merupakan sesamanya dan Yesus Kristus hendak mengkonfrontasi kerangka berpikir tersebut. Yesus Kristus hendak menantang konsistensi ahli Taurat tersebut, yakni bila ia sungguh-sungguh mengasihi Tuhan Allah, bersediakah ia mengasihi sesamanya manusia yang diciptakan segambar dan serupa dengan Tuhan Allah, bahkan mereka yang dalam benaknya bukanlah umat pilihan Allah (orang non Yahudi)? Tantangan Yesus Kristus mendorong ahli Taurat tersebut untuk memikirkan kembali dengan sungguh-sungguh tentang perintah Tuhan Allah untuk mengasihi orang lain, baik sesama Israel maupun orang asing (lih. Imamat 19:33-34). Yesus Kristus kemudian mengisahkan tentang orang Samaria yang murah hati itu (ay. 30- 35).
Yesus Kristus mulai dengan mengisahkan seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho dan jatuh ke tangan para penyamun yang merampok, memukuli, dan meninggalkannya hampir mati. Siapa orang ini tidak dijelaskan dengan detil, sebab yang hendak ditunjukkan dari kisah ini adalah respons orang-orang terhadap orang yang malang ini. Perjalanannya memang penuh resiko mengingat beratnya jalan yang harus dilewatinya sebagai jalan yang panjang, penuh bebatuan, di kelilingi gua-gua, sekaligus menjadi tempat persembunyian bagi orang-orang dengan niat jahat atau para pejuang politik dengan kekerasan seperti kaum Zelot. Kemalangan yang menimpa orang ini, sekalipun tragis, menjadi kesempatan bagi orang lain untuk menyatakan belas kasihan kepadanya. Yesus Kristus menunjukkan tentang tiga orang yang memiliki kesempatan tersebut. Imam yang merupakan pelayan Allah di Bait Suci memilih untuk “melewatinya dari seberang jalan,” besar kemungkinan karena ketakutannya menjadi tidak tahir bila menyentuh mayat, ketidakmauan menolong orang yang dipandangnya berdosa, atau ketakutan akan dirampok ketika sedang menolong. Kisah ini sendiri tidak menunjukkan motifnya secara gamblang, kecuali fakta bahwa imam ini memang tidak mau menolong. Hal yang sama dilakukan oleh orang Lewi yang memilih “melewatinya dari seberang jalan.” Dua orang dari kelompok religius Yahudi yang tidak mau menolong ini sekaligus mengungkapkan kritik Yesus Kristus kepada jomplangnya atau ketidakseimbangan pengetahuan agama Yahudi dan sikap hidup mereka terhadap sesama. Pertolongan justru diberikan oleh seorang Samaria, seseorang yang dipandang lebih di bawah dan kurang oleh orang Yahudi. Bagi orang Yahudi, orang Samaria dipandang kelas bawah dan harus dihindari. Orang Yahudi tidak mau makan bersama orang Samaria sebab hal itu dianggap sama dengan memakan makanan yang haram bagi mereka. Namun orang Samaria inilah yang justru menyatakan belas kasihan secara konkrit kepada orang malang tersebut. Orang Samaria ini digerakkan oleh belas kasihan (to eleos) pergi kepada orang yang hampir mati ini, membalut lukalukanya, menyirami dengan minyak dan anggur, menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya, membawanya ke tempat penginapan, dan merawatnya. Orang Samaria ini membayar perawatan orang itu dengan uangnya dan siap membayar lebih lagi. Kisah orang Samaria ini ditutup Yesus Kristus dengan pertanyaan, “Siapakah sesama manusia dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?” (ay. 36). Ahli Taurat tersebut menjawabnya, “Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.” Yesus Kristus pun memberikan perintah yang sama atas responsnya tersebut, yakni untuk melakukannya dengan segera. Kisah orang Samaria ini dan pertanyaan di ujung cerita yang disampaikan Yesus Kristus membawa ahli Taurat tersebut membuka mata untuk melihat kesalahan dari kerangka pikirnya. Apa yang terpenting bukanlah pertanyaan tentang siapa yang merupakan sesama manusia, tetapi terutama dorongan bagi seseorang untuk siap menjadi sesama manusia bagi orang lain, terlebih mereka yang membutuhkan belas kasihan.
Makna dan Implikasi Firman
- Orang percaya kepada Yesus Kristus dipanggil untuk menyatakan belas kasihan kepada orang lain, yakni untuk meneladani Tuhan Yesus Kristus sendiri. Halangan terbesar begitu banyak orang dalam melakukan hal ini adalah identifikasi dan penghakiman terhadap orang lain, “Apakah dia sesamaku manusia atau tidak?”
- Kisah orang Samaria yang murah hati dipakai oleh Tuhan Yesus Kristus untuk mengubah kerangka berpikir, merasa, dan bertindak dari kebanyakan orang bahwa pertanyaan terpenting seharusnya adalah, “Apakah kita bersedia menjadi sesama manusia bagi orang lain, terlebih bagi mereka yang membutuhkan?” Tuhan Yesus Kristus sendiri mengatakan bahwa setiap orang percaya akan dikenal sebagai murid-murid-Nya ketika orang percaya hidup di dalam kasih.
- GMIM sebagai gereja Tuhan berkomitmen menjadi gereja yang memelopori hadirnya belas kasihan di manapun Tuhan Yesus Kristus mengutus umat-Nya pergi dan berada.
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI:
- Berdasarkan Injil Lukas 10:25-37, bagaimanakah memahami tentang sesama manusia itu menurut Yesus Kristus?
- Apakah halangan bagi seseorang untuk menyatakan belas kasihan kepada orang lain di sekitarnya?
- Apa yang harus dilakukan oleh gereja masa kini dalam memelopori hadirnya belas kasihan dalam hidup setiap hari?
NAS PEMBIMBING: Matius 9:36.
POKOK-POKOK DOA:
- Kesediaan untuk menjadi sesama manusia bagi orang lain, terlebih bagi mereka yang membutuhkan.
- Gereja menjadi pelopor mewujudkan belas kasihan.
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN HARI MINGGU BENTUK I
NYANYIAN YANG DIUSULKAN
Panggilan Beribadah: NKB. No.3. Terpujilah Allah
Ses Nas Pembimbing: NKB No.141. Kasihku Pada-Mu Tambahkanlah!
Ses Pengakuan Dosa: NNBT No. 11. Ya Allahku, Kami Mengaku Dosa
Ses Pemberitaan Anugerah Allah: KJ No.39 Ku Diberi Belas Kasihan
Ses Pengakuan Iman: KJ. No.280. Aku Percaya
Hukum Tuhan: NKB.No.73. Kasih Tuhanku Lembut.
Pembacaan Alkitab: KJ. No.50a. Sabda-Mu Abadi
Persembahan: NNBT. No.15. Hai Seluruh Umat Tuhan.
Nyanyian Penutup: PKJ.No. 128 Kasih Tuhan Yesus Tiada Bertepi
ATRIBUT Warna Dasar Hijau dengan Simbol Salib dan Perahu Di Atas Gelombang