TEMA BULANAN : “Demokrasi Dalam Perspektif Iman Kristen ”
TEMA MINGGUAN : “Kolusi, Korupsi dan Nepotisme Merusak Tatanan Kehidupan”
BACAAN ALKITAB: 1 Samuel 8:1-22
ALASAN PEMILIHAN TEMA
Mencuatnya persoalan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN), telah menjadi beban tersendiri bagi kehidupan sosial, dimana kita sebagai warga gereja berada. Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan menyalah-gunakan kepercayaan yang dikuasakan kepada seseorang. Kolusi merupakan sikap dan perbuatan tidak jujur karena membuat kesepakatan ter-sembunyi dan selalu disertai dengan pemberian uang atau fasilitas tertentu (gratifikasi) sebagai pelicin agar segala urusannya menjadi lancar. Nepotisme berasal dari kata Latin nepos, yang berarti “keponakan” atau “cucu”. Jadi nepotisme berarti dalam suatu kegiatan seseorang lebih memilih saudara, teman akrab atau berdasarkan hubungan kekerabatan, bukan berdasarkan kemampuannya (kompetensi).
Kolusi, korupsi dan nepotisme adalah “wabah” menakutkan bagi semua orang, termasuk warga gereja. Begitu berakarnya perilaku ini, sehingga sering menimbulkan efek negatif dalam kehidupan masyarakat, termasuk jemaat. Kolusi, korupsi dan nepotisme juga dapat menjadi ancaman yang serius dan dapat membunuh masa depan generasi berikutnya, apalagi indikasi yang sangat kuat bahwa hal ini sudah dilakoni oleh berbagai elemen masyarakat, mulai dari masyarakat biasa sampai pada para pejabat; dari yang berpendidikan rendah sampai yang memiliki gelar akademik yang tinggi, bahkan dikenal sangat baik, beragama dan dianggap sebagai tokoh panutan religius, semua nyaris tersandung dengan hal ini. Dengan kata lain masalah ini telah berakar jauh ke dalam kehidupan sosial kita bahkan dapat dikatakan sebagai kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), sehingga gereja pun tertantang untuk menggumulinya dalam peran-peran kerasulan dan suara kenabiannya.
PEMBAHASAN TEMATIS:
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Kitab Samuel pada permulaannya mengisahkan peris-tiwa kelahirannya yang dramatis karena perjuangan dalam tangis dan doa dari Hana ibunya (1 Sam. 1:10). Pemang-gilannya di bait Allah pada masa Imam Eli, diceritakan bahwa ia di panggil sampai empat kali oleh TUHAN (1 Sam. 3:1-11). Ia memimpin bangsa Israel mengalahkan orang Filistin di Mizpa (7:9-14). Serta yang mengurapi Saul sebagai raja pertama bangsa Israel (9:15-19), dan selanjutnya Daud (19:12,13).
Kitab 1, 2 Samuel (termasuk Kitab 1, 2 Raja-Raja) menguraikan titik awal masa peralihan yang sangat penting dalam sejarah bangsa Israel; masa transisi ketika bangsa Israel menganut sistem Kerajaan (Monarkhi). Kemerosotan moral dan iman pada zaman Hakim-hakim menjadi salah satu alasan terjadinya perubahan besar ini dalam kehidupan sosial, politik dan agama di Israel, yaitu dari masa kepe-mimpinan para hakim ke pemeritahan seorang raja. Tradisi Yahudi menyebutkan bahwa Samuel adalah pengarang Kitab ini. Ia adalah tokoh terakhir dalam catatan Alkitab yang menjadi hakim (Kisah Para Rasul 13:20), ia juga disebut sebagai Imam, Nabi dan pelihat (1 Samuel 2:18; 3:20,7:15; 9:9,19; 1 Taw 29:29). Dia digambarkan sebagai tokoh kharismatik, melaksanakan tugas hakim bukan dengan kekuatan fisik atau tangannya saja, namun dengan kuasa Allah melalui ucapan dan doanya.
Khususnya narasi kitab 1 Samuel 8:1-22, memberi gambaran dan ekspresi bangsa Israel yang menginginkan seorang raja sebagai pemimpin mereka. Masa ini kemudian dikenal dengan masa peralihan dari teokrasi (pemerintahan Allah) kepada sistem monarki (Kerajaan/sekuler). Pemicu keinginan Israel untuk diperintah oleh seorang raja, pertama ingin mengikuti bangsa-bangsa lain di sekitar mereka dan kedua perilaku buruk anak-anak Samuel, Yoel dan Abia yang sudah diangkat sebagai hakim di Bersyeba dijadikan alasan bagi bangsa Israel tidak mau dipimpin lagi oleh keturunan Samuel, yang tidak sesuai dengan harapan dan cenderung mementingkan keuntungan pribadi, terlibat suap dan berlaku tidak adil. Kewibawaan dan kehebatan Samuel sebagai pemimpin bangsa Israel tidak menjadi cermin bagi anak-anaknya. Penolakan ini justru memicu kekecewaan Samuel di usia lanjut (ayat 1-6).
Atas dasar desakan, tuntutan dan keinginan orang-orang Israel yang diwakili oleh para tua-tua Israel itu, maka TUHAN menegaskan kepada Samuel bahwa: pertama harus mendengarkan segala perkataan mereka. Kedua untuk meneduhkan kekecewaan Samuel, maka TUHAN mengata-kan bahwa mereka menolak TUHAN, bukan Samuel. Hal ini seperti yang dilakukan mereka pada saat TUHAN menuntun bangsa itu keluar dari Mesir (ayat 7-10). Ketiga, Samuel harus memperingatkan dan memberitahukan apa yang menjadi hak raja ketika ia memerintah, dengan kata lain bahwa raja memiliki otoritas yang besar dengan kekuasaannya yang absolut (mutlak), sehingga dengan mudah raja meminta, mengambil dengan paksa segala sesuatu dari rakyatnya, antara lain semua anak laki-laki harus bekerja diladang (sebagai pembajak), pembuat senjata dan menjadi kepala pasukan dan pengawal raja. Dan khusus anak-anak perempuan akan bekerja di dapur istana sebagai juru campur rempah-rempah, juru masak dan juru makanan (Ayat 11-13). Keempat, apapun yang menjadi milik (harta, hasil ladang) mereka akan diambil untuk kepentingan istana, mereka harus rela raja mengambil hasil terbaik dari buah anggur, hasil pohon zaitun dan gandum untuk pegawai-pegawai raja, termasuk juga budak laki-laki dan perempuan serta ternak dan keledai, kambing, domba bahkan orang-orang Israel akan dijadikan budak. (ayat 14-18). Keinginan dan kekerasan hati untuk diperintah oleh seorang raja, mengalahkan resiko-resiko yang akan mereka hadapi kemudian, mereka tidak mendengar dan menerima peringatan yang disampaikan oleh Samuel, dan Tuhan mengabulkan keinginan mereka untuk dipimpin oleh seorang raja. (ayat 19-22).
Makna dan Implikasi Firman
Perilaku dan keteladanan hidup orang tua, pasti akan menjadi model dan ukuran yang akan diikuti oleh anak-anaknya. Namun sangat disayangkan, Samuel yang berkepribadian luar biasa secara spiritual, integritasnya terhadap TUHAN dan bangsa Israel tidak diragukan, tidak dapat diteladani oleh anak-anaknya yaitu Yoel dan Abia. Hal ini tentu harus menjadi peringatan bagi kita sebagai umat Tuhan dan keluarga Kristen, supaya kita dapat membina anak-anak kita untuk hidup meneladani kebaikan yang kita lakukan.
Kecenderungan memaksakan kehendak dan keinginan sendiri menandakan ketidak-dewasaan kita dalam mencer-mati dan menelaah perilaku organisasi. Cara ini menun-jukkan bahwa dengan sengaja kita membenturkan keinginan pribadi dengan semangat kebersamaan. Karena itu, demokrasi mengajarkan kita cara terbaik untuk me-nampilkan keterlibatan semua orang dalam pengambilan keputusan, baik dalam keluarga, organisasi, termasuk politik. Sebab kita semua berhak menentukan arah kehidupan yang sejahtera, terlibat dalam berbagai aspek untuk menggerakkan pembangunan, dan menghormati kedaulatan hukum dalam arti bertindak adil dan benar.
Allah selalu terbuka mendengarkan segala keluhan, beban bahkan keinginan kita, sekalipun semuanya itu lebih menonjolkan kekerasan hati kita sebagai manusia. Allah tidak pernah membatasi kehendak kita, namun Allah selalu memperingatkan kita tentang resiko-resiko yang akan dihadapi ketika keinginan atas pilihan kita keliru. Karena itu, Tuhan Allah harus dilibatkan secara kontinue dalam seluruh aspek hidup kita, jangan sekali-kali mengabaikan Allah dalam pengambilan keputusan, baik dalam keluarga maupun gerejawi, termasuk keputusan politik. Gereja harus berani menyuarakan penegakkan hukum, pembe-rantasan korupsi, serta menyadarkan warga gereja bahwa perilaku yang demikian sangat merusak tatanan kehidupan kita sebagai umat Tuhan.
Sebagai warga gereja, kita harus bertanggungjawab untuk membentuk, dan memperlengkapi para pemimpin supaya takut akan Tuhan, tidak mempermainkan hukum dan keadilan (kolusi), tidak mengejar suap (korupsi), dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, keluarga dan kelom-pok sendiri (nepotisme).
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI:
- Bagaimana kita memahami perilaku anak-anak Samuel dalam hubungan praktek korupsi, kolusi dan nepotisme menurut 1 Samuel 8:1-22?
- Mengapa demokrasi itu diperlukan baik dalam keluarga maupun organisasi pelayanan jemaat/gereja?
- Apa yang akan kita lakukan sebagai langkah pencegahan terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme di lingkungan kehidupan kita?
POKOK-POKOK DOA:
Kesadaran yang penuh untuk menolak dan menjauhkan diri dari perilaku dan perbuatan korupsi, kolusi dan nepotisme.
Persekutuan keluarga, jemaat dan masyarakat supaya menjadi sarana dan basis utama membentuk pribadi-pribadi yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral dan takut akan Tuhan.
Membangun kedewasaan dan kemandirian dalam memilih dan menentukan pemimpin politik bebas dari tekanan, intervensi dan pengaruh politik transaksional (money politik).
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN:
TATA IBADAH MINGGU II
NYANYIAN YANG DIUSULKAN:
Kemuliaan Bagi Allah: PKJ No.2 Agunglah
Ses Doa Penyembahan: NNBT No. 25 Ketika ‘Ku Bangun.
Ses Pengakuan Dosa: NKB No. 17 Agunglah Kasih Allahku.
Janji Anugerah Allah : KJ No. 387 ‘Ku Heran, Allah Mau Memberi.
Puji-pujian: NKB No. 72 Nama Yesus Berkumandang.
Ses Pembacaan Alkitab: KJ No. 49 Firman Allah Jayalah
Ses Pengakuan Iman: NNBT No. 26 Tuhan Yesusku Mutiara Hatiku.
Persembahan: KJ No. 393. Tuhan, Betapa Banyaknya.
Nyanyian Penutup: KJ No. 436. Lawanlah Godaan.
ATRIBUT:
Warna dasar hijau dengan simbol salib dan perahu di atas gelombang.