ALASAN PEMILIHAN TEMA
Mengapa manusia harus belajar berulang-ulang? Supaya dapat memahami, mengingat dan cakap mengamalkan apa yang dipelajari. Manusia memiliki kemampuan otak yang berbeda dalam menangkap, merekam dan mengolah data, sebab itu pengajaran yang berulang dibutuhkan.
Manusia cenderung lupa pada sesuatu yang ditangkap sekilas atau dipelajari dalam waktu singkat. Sebaliknya, sesuatu yang diulang-ulang memudahkan otak menyimpan memori dan mendorong orang dapat menerapkan pengetahuannya. Mengajarkan berulang-ulang adalah strategi jitu dalam mendidik, berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan pembentukan karakter.
Demikian halnya perintah Tuhan Allah, pengetahuan dan kehendak-Nya harus diajarkan berulang-ulang agar orang percaya paham, ingat dan melakukan apa yang dikehendaki-Nya. Pembentukan karakter sebagai umat Tuhan mustahil dicapai tanpa belajar perintah-Nya terus menerus. Proses ini berlangsung dari dalam rumah, dengan menempatkan orangtua sebagai pendidik utama yang memberi perhatian penuh pada pertumbuhan rohani anak agar taat dan setia kepada Tuhan Allah.
Tema “Ajarkan Berulang-ulang Perintah Tuhan” menuntun perenungan di minggu ini, agar kita memahami dan menyadari tanggungjawab mewariskan iman sehingga generasi selanjutnya tidak kehilangan arah di era canggihnya teknologi informasi dan kuatnya pengaruh cara hidup manusia yang hedonis, materialistis dan individualistis.
PEMBAHASAN TEMATIS
Pembahasan Teks Alkitab (Exegese)
Musa diyakini sebagai penulis Kitab Ulangan (Yun. Deuteronomion: hukum kedua). Meskipun para ahli Perjanjian Lama juga menyimpulkan ada bagian dalam kitab ini yang berasal dari penulis dan zaman yang berbeda. Pasal-pasal terakhir Kitab Ulangan dianggap ditambahkan kemudian, ketika Israel menghadapi ancaman pembuangan karena ketidaksetiaan mereka pada Tuhan Allah.
Kitab Ulangan berisi Pidato Musa, menceritakan kembali perjalanan Israel menuju Kanaan, sekaligus penegasan tentang hukum dan ketetapan Tuhan Allah. Musa menyampaikan ini kepada generasi baru bangsa Israel yang siap menduduki Tanah Kanaan, meskipun ia sendiri tidak ikut serta.
Pada perikop ini, Musa dan Bangsa Israel sedang berada dalam pengembaraan di padang gurun, sejak keluar dari Mesir. Dalam pengembaraan tersebut, pembentukan generasi baru Israel berproses. Sedangkan generasi sebelumnya tidak diizinkan Tuhan Allah memasuki Tanah Kanaan, akibat ketidakpercayaan mereka kepada Tuhan Allah (lih. Bil 14 : 1-38), kecuali Yosua bin Nun dan Kaleb bin Yefune. Musa meriwayatkan perjalanan Israel sebagai pembelajaran agar generasi baru tidak melakukan kekeliruan yang sama. Sebaliknya supaya mempertahankan hidup sebagai umat yang taat dan setia, sekalipun berada di antara bangsa yang tidak menyembah Tuhan Allah.
Pidato Musa dalam Ulangan 6:1-9, dibuka dengan perintah tentang kewajiban umat untuk berpegang pada hukum dan ketetapan Tuhan Allah seumur hidup supaya baik keadaan mereka (ay.1-3). “Dengarlah hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa” (ay. 4) Ungkapan ini dikenal dengan Shema Israel atau pengakuan iman. Shema (Ibr : mendengar) bukan sekadar menangkap bunyi dengan indera pendengar, tetapi menyimak baik-baik dan merespon dengan tindakan. Shema juga diartikan taat menjalankan perintah, tunduk pada wewenang dan menjauhkan diri dari yang dilarang, sebagai respon tanggungjawab.
“Dengarlah hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa” merupakan pengakuan iman Israel. Disebut sebagai hukum utama Israel (Halakhah). Kalimat tersebut bukan sekedar rumusan teologi tentang monoteisme ataupun penolakan terhadap penyembahan baal, melainkan terutama menjadi ketetapan bagi bangsa Israel bahwa Tuhan hanya satu yaitu Allah dan Israel dituntut hanya menyembah kepada-Nya saja. Dalam tradisi agama Yahudi, Ulangan 6:4 ini menjadi pengakuan iman yang wajib diucapkan dua kali sehari, yakni di pagi dan malam hari.
Mendengar juga berarti mengasihi Tuhan Allah. “Kasihilah Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu” (ay.5). Mengasihi bukan soal perasaan saja, melainkan ketaatan. Mengasihi Tuhan Allah berarti mengutamakan dan menaati-Nya (band. Ul 5:10, 7:9, 10:12, 11:1). Tuhan Allah menuntut kesetiaan dan pengabdian penuh umat-Nya. Tuhan Yesus Kristus mengulang perintah ini dengan menyatakannya sebagai hukum yang terutama dan pertama ( Matius 22:37-38, Markus 12:29-30).
Menyembah dan mengasihi-Nya dalam ketaatan wajib diajarkan berulang-ulang. Kalimat “mengajarkan berulang-ulang” diterjemahkan dari kata Ibrani wᵉsinnantam, berasal dari kata kerja “Sanan”. Kata ini diartikan mengulang-ulang pengajaran terus menerus (say again and again, diligently). Bangsa Israel wajib berusaha sekuat tenaga, menggunakan segala keahlian serta memanfaatkan semua kesempatan untuk membuat setiap generasi menyembah dan mengasihi Tuhan Allah.
Seorang yang mendengar perintah Tuhan Allah, wajib memperdengarkan itu pada keturunannya agar dapat membangun kehidupan sebagai umat-Nya. Dengan kata lain, seseorang barulah bisa membuka mulutnya untuk memperdengarkan pengajaran tentang perintah Tuhan Allah, setelah dia membuka telinganya untuk mendengar dan memperhatikan perintah Tuhan Allah dan meresponnya dengan bertanggungjawab.
Hidup mengasihi Tuhan Allah tidak berpusat pada hubungan pribadi seseorang dengan Tuhan Allah saja, tetapi juga pada tanggungjawab membangun kehidupan rohani keturunannya. Cara mengasihi Tuhan Allah diungkapkan dengan memperhatikan pertumbuhan rohani anak-anak, karena itu mengajarkan perintah Tuhan Allah harus dimulai dari dalam rumah.
Kata duduk (Ibr. bᵉsibtᵉka = sit, dwell, line), dalam perjalanan (Ibr. badderek = in the way, path, journey) atau berjalan (Ibr. ubᵉlektᵉka = go, walk), berbaring (Ibr. ubᵉsakbeka = lie down, to sleep) dan bangun (Ibr. ubᵉqumeka = to arise, stand), merupakan kata-kata yang merepresentasikan kegiatan manusia sehari-hari, mulai dari pagi hingga malam, pada waktu bekerja maupun istirahat. Itu berarti mengajarkan berulang-ulang perintah Tuhan Allah tidak dibatasi waktu dan situasi. Orangtua dapat mengajarkan perintah Tuhan Allah pada anak-anaknya kapan dan di mana saja, termasuk di masa kecil hingga dewasa.
Sedangkan perintah ‘mengikatkannya pada tangan, menjadikan lambang di dahi, menuliskan pada tiang pintu rumah dan pada pintu gerbang,’ menyatakan dalam mengajarkan perintah Tuhan Allah tak ada sekat ruang. Sehingga ketetapan dan peraturan-Nya menjadi pedoman yang mengatur semua aktifitas kerja, menjaga pandangan mata dalam pergaulan, menuntun kehidupan dalam rumah (keluarga), bahkan melekat sebagai identitas diri.
Perintah ini pada perkembangannya dipraktikkan secara harafiah oleh keturunan bangsa Israel. Dibuatlah kotak-kotak kulit yang kecil (Ibr. Tefillim), bagian dalamnya berisi tulisan beberapa ayat Torah, lalu diikat di tangan kiri, juga di dahi. Kotak-kotak ini disebut “tali sembahyang” yang dikritik Tuhan Yesus Kristus saat mengecam motivasi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Matius 23:5).
Petunjuk pada ayat 7-9 secara implisit menyatakan pengajaran berulang-ulang itu dilakukan tidak hanya dengan kata, melainkan praktik hidup. Generasi yang lebih tua wajib meneladankan cara hidup menyembah dan mengasihi Tuhan Allah, agar generasi berikutnya berpegang teguh pada ketetapan dan perintah-Nya dan mewariskannya turun temurun.
Makna dan Implikasi Firman
- Tuhan Allah yaitu Bapa, Anak dan Roh Kudus merupakan pusat penyembahan dan sumber pengajaran iman orang percaya. Pengakuan ini diimplementasikan melalui tindakan mengasihi, menaati dan mengajarkan perintah-Nya berulang-ulang. Mengajarkan berulang adalah bagian dari misi gereja untuk memperlengkapi warganya.
- Keluarga Kristen adalah basis misi, di mana orangtua menjadi pendidik utama yang bertanggungjawab atas pertumbuhan rohani anak. Orangtua wajib mengajarkan cara hidup mengasihi dan menaati Tuhan Allah setiap saat dalam semua situasi, tanpa batas ruang ataupun waktu.
- Setiap orang percaya harus mengarahkan pendengarannya untuk memahami pengajaran tentang Tuhan Allah berulang-ulang. Selanjutnya, memperdengarkan tentang pengajaran itu pada orang lain dengan menunjukkannya melalui perbuatan dan ucapan.
- Gereja sebagai institusi perlu memaksimalkan semua sumber daya sebagai media pengajaran.
PERTANYAAN UNTUK DISKUSI:
- Apa perintah Tuhan Allah yang harus diajarkan berulang-ulang menurut Ulangan 6:1-9?
- Mengapa hal itu perlu dilakukan? Jelaskan pemahaman saudara!
- Bagaimana gereja mengulang-ulang pengajaran tentang perintah Tuhan Allah, sekaligus menjawab kebutuhan dan tantangan pelayanan di era four point zero dan memasuki era five point zero?
NAS PEMBIMBING: Yosua 22: 5
POKOK POKOK DOA:
- Berdoa bagi gereja agar selalu dimampukan untuk mengajarkan perintah Tuhan Allah berulang-ulang di tengah kemajuan zaman yang penuh
- Berdoa bagi orang-orang percaya agar setia mengasihi dan taat pada Tuhan Allah, sekalipun berada dalam gumul penderitaan dan kesukaran.
- Berdoa bagi semua orangtua agar memperhatikan pertumbuhan rohani anak-anaknya dan mewariskan iman lewat perkataan dan perbuatan.
TATA IBADAH YANG DIUSULKAN:
HARI MINGGU BENTUK III
NYANYIAN YANG DIUSULKAN:
Nyanyian Masuk : NNBT No. 6.“Allah Bapa yang Kumuliakan”
Nas Pembimbing: PKJ No. 14 “Kunyanyikan Kasih Setia Tuhan”
Pengakuan Dosa: KJ. No. 29. “Di Muka Tuhan Yesus”
Pemberitaan Anugerah Allah: NNBT No. 36 “Barangsiapa Yang Percaya Kepada Tuhan”
Persembahan: NKB No.133. “Syukur Padamu Ya Allah”
Nyanyian Penutup: NKB No. 207. “Taat, Setia, Bertekad Yang Bulat”
ATRIBUT
Warna Dasar Hijau dengan Simbol Salib dan Perahu di atas Gelombang.