Penulis : Pdt. Deni Leiden Waljufri, S.Th
SOBAT obor, biasanya kita cenderung lebih mudah mengasihi orangorang yang kita kenal atau orang-orang yang kepadanya kita memiliki hubungan baik. Namun akan sulit bagi kita untuk mengasihi orang yang tidak memiliki hubungan baik dengan kita. Malahan lebih mudah bagi kita untuk melihat kekurangan-kekurangan yang ada padanya. Tuhan Yesus memberi pengajaran praktis dalam perikop ini. Kita harus sangat berhati-hati dalam mencela orang lain, sebab kita sendiri pun perlu mengingat diri kita sendiri. Oleh sebab itu janganlah kamu menghakimi, sebab dengan demikian kamu pun tidak akan dihakimi; Jangan kamu menghukum orang lain, sebab dengan demikian kamu pun tidak akan dihukum. Melainkan, bermurah hatilah terhadap orang lain dengan tidak menyimpan kesalahan orang lain, menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu dan mengharapkan segala sesuatu. Maka orang lain pun akan bermurah hati juga terhadap kamu. Jika Allah tidak menghakimi dan menghukummu, orang juga tidak akan melakukannya. Mereka yang berbelas kasih kepada orang lain akan mendapati orang lain berbelas kasih juga kepada mereka.
Kita selalu ingat falsafah tangan yang menunjuk. Jika kita menunjuk seseorang dan menudingnya sesuatu bahkan menghakiminya, harusnya ada tiga jari yang balik menunjuk kepada kita. Penghakiman bukan hak kita, karena seorang yang bisa menghakimi harusnya benar-benar bersih dari kesalahan yang dituduhkan. Perikop ini juga membicarakan mengenai siapa yang berhak menghakimi seorang benar atau tidak. Jelas yang berhak menghakimi adalah Tuhan, sumber kebenaran. Kita juga belum sempurna dalam menaati dan melakukan kebenaran. Oleh sebab itu kita tidak berhak menilai dan menghakimi orang lain akan sikap mereka terhadap kebenaran. Ada dua bahaya mengancam orang yang suka menghakimi orang lain. Pertama, mereka menjadikan diri mereka Allah atas orang lain. Kedua, mereka buta terhadap kelemahan diri karena terlalu berfokus kepada kesalahan orang lain. Pada akhirnya, karena mereka adalah orang buta yang mencoba menuntun orang buta lainnya, mereka terjatuh ke dalam lubang. Terima atau tidak, dalam pelayanan sebagai pelayan Tuhan kita sering terjebak dengan gaya menghakimi meskipun sering ditutupi dengan kata- kata rohani.
Tuhan Yesus menginginkan kita saling mengasihi, bukan saling menjatuhkan. Lalu bagaimana kita bisa menjadi pribadi yang mengasihi? Yaitu dengan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Kasih yang kita terima dari Allah dalam hidup kita harus kita alirkan dan nyatakan kepada orang lain. Jangan menghakimi dan jangan menghukum karena ini akan menghasilkan permusuhan, kebencian, dan perkelahian. Hal ini juga tidak memuliakan nama Tuhan, karena dengan begitu kita tidak menjadi berkat bagi orang lain. Yang Tuhan inginkan dari kita adalah agar kita mengasihi sesama dan saling mengampuni. Itulah tindakan nyata yang harus kita lakukan terhadap orang lain karena kasih Allah yang telah ada dalam hidup kita. Kalau kita mengasihi maka kita akan dikasihi, kalau kita membenci maka kita akan dibenci.
Sobat obor, memang lebih mudah bagi kita untuk menilai orang lain dibanding melihat ke dalam diri sendiri. Untuk itu kita perlu membangun diri kita yang rapuh ini dengan nilai-nilai yang berasal dari kebenaran firman Tuhan. Hanya dengan mengisi diri kita dengan firman Tuhan, maka kita dapat membangun diri menjadi berkat bagi orang lain. Namun jika tidak, maka kita ibarat orang buta menuntun orang buta. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melakukan introspeksi diri. Jangan begitu gampang menunjukkan jari kita ke wajah orang lain untuk menuding atau menyalahkan dia, sementara kehidupan kita sesungguhnya tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengan dia. Untuk itu kita memerlukan kasih dan kemurahan hati. Kasih dan kemurahan hati bukan hanya untuk didengar dan dibicarakan saja. Kita harus memiliki kasih itu karena kasih merupakan tanda bahwa kita adalah pengikut Tuhan Yesus Kristus yang sejati. Amin. (DLW)