Penulis : Pdt. Deni Leiden Waljufri, S.Th
SOBAT Obor, di antara banyaknya kepercayaan di dunia ini, hanya Kristen lah yang memiliki pemahaman iman tentang keselamatan sebagai anugerah. Umumnya, kepercayaan lain memahami keselamatan sebagai sebuah usaha manusia. Layaknya seorang anak yang mengharapkan sesuatu dari orang tua, ia harus membujuk ayah ibunya dengan cara berbuat baik, tapi apakah pemberian dari ayah ibunya karena sepenuhnya hasil usaha anak itu, atau karena kasih sayang dari orang tua. Hubungan antara manusia dengan Tuhan itu sering digambarkan dengan cahaya dan kegelapan. Terang itu adalah Allah dan manusia adalah gelap. Manusia hanya bisa bersatu dengan Allah kalau ia juga menjadi terang. Kalau ia gelap atau setengah gelap, maka ia pasti akan hilang oleh cahaya.
Jauh sebelum Allah hadir di tengah manusia dalam diri Yesus Kristus, cara manusia untuk dapat layak di hadapan Allah adalah dengan melakukan Hukum Taurat. Taurat yang dilakukan sepenuhnya akan membuat manusia kudus dan layak di hadapan Allah karena hakekat Allah yang kudus. Dengan catatan, manusia tidak boleh setengah- setengah melakukan taurat itu, bahkan sembilan puluh sembilan puluh persen pun akan dianggap tak layak. Pertanyaannya siapakah manusia yang mampu benar sepenuhnya melakukan taurat tanpa cacat sedikitpun. Contohnya, berpuasa. Seorang menahan diri dari godaan makanan, minuman bahkan godaan iman untuk dapat mencapai kekudusan. Kenyataannya, tak ada seorangpun yang seratus persen dapat menahan diri tanpa celah sedikitpun ketika melakukan puasa. Itu hanya salah satu contoh dalam Taurat; bayangkan ada ratusan dalil dalam taurat yang harus dilakukan tepat. Maka dengan jalan ini, seharusnya tak ada manusia satupun yang bisa benar sepenuhnya. Semua harus binasa dalam hukuman dosa. Manusia butuh sesuatu yang berbeda, dan hadirlah Yesus Kristus, Ia menggantikan posisi manusia yang berdosa. Dengan jalan ini kita dibenarkan oleh Allah. Hanya iman untuk mengakui Yesus Kristus sebagai Juruselamatlah yang akan menyelamatkan manusia. Bukan karena usaha dan perbuatan baik manusia, karena itu tak pernah cukup. Itulah kita, orang Kristen, umat yang selamat karena dibenarkan oleh Allah melalui Yesus Kristus.
Prinsip iman Kristen ini yang ditegaskan oleh Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Galatia ini. Paulus menegaskan bahwa ia sudah mati terhadap Taurat karena kaum Yahudi menganggap orang Kristen selain percaya Kristus tapi juga melakukan Taurat. Kita ingat bahwa kalau ada orang yang bisa maksimal melakukan Taurat, Pauluslah orangnya. Tetapi Paulus selanjutnya sadar bahwa melakukan Taurat tidak serta merta menjadikan dia benar. Maka hanya ada satu cara, yaitu percaya Yesus! Yesuslah yang membenarkan dan menyelamatkan manusia. Maka bagi Paulus pula, hidupnya bukan lagi miliknya sendiri, melainkan milik Kristus. Dia sudah mati bersama Kristus yang disalibkan. Kristuslah yang menghidupkan dirinya. Jadi hidup Paulus bukan lagi berjuang melakukan Taurat supaya dibenarkan, melainkan untuk Allah. Dia hidup tapi bukan lagi ia sendiri yang hidup. Pertanyaan ini terdengar aneh secara logika. Ia hidup dalam menjalankan kasih karunia. Ia memiliki penghiburan dan kemenangan kasih karunia, namun kasih karunia itu tidak datang dari dirinya sendiri, tetapi dari pihak Allah. Orang- orang percaya dalam hal ini memandang diri mereka hidup dalam ketergantungan kepada Allah. Akhirnya, Paulus hendak mengatakan dua hal mengenai pernyataannya dalam perikop ini, pertama, bahwa ia tidak menolak kasih karunia. Kedua, ia tidak menyia- nyiakan kematian Kristus.
Sobat Obor, penting sekali memahami iman Kristen tentang pembenaran oleh Kristus ini. Kita harus paham benar bahwa sebagai orang yang diselamatkan oleh Kristus, kita sudah dibenarkan olehNya. Maka sekarang kita merespon kebaikan Tuhan itu dengan berbuat yang terbaik untuk memuliakan Tuhan selama hidup. Kita berbuat baik bukan untuk mencari pembenaran, tetapi perbuatan baik kita untuk merespon anugerah Tuhan Yesus yang sudah diberikan secara cuma- cuma kepada kita. Sola Fide! Hanya oleh karena iman. Amin. (DLW)