ABRAHAM Lincoln, Presiden Amerika Serikat yang ke 16, pernah berakta: “saya bersedih hati akan orang yang tidak merasakan cemeti yang dipukulkan pada punggung orang lain”. Kebanyakan orang di
dunia ini kebal dan acuh tak acuh terhadap kemelartan dan pederitaan orang lain. Yesus, Ia mencucurkan air mata-Nya dengan hati yang pedih disamping kubur seorang sahabat-Nya. Ia menangisi Yerusalem, karena kota itu tidak menghargai lagi perkara-perkara rohani. HatiNya amatlah peka terhadap keperluan orang lain. Karena itu, untuk menekankan pentingnya kasih manusia terhadap sesama, dirumuskan-Nya suatu perintah yang demikian bunyinya: “kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hatimu dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.
Dalam perikop yang kita baca, jelas terjadi keadaan yang berbeda. Justru Pemazmur yang mengalami sakit dan kelemahan, tidak ditolong dan dihargai sepenuhnya. Orang-orang disekitarnya berlagak munafik dan angkuh. Mereka justru mengharapkan bahwa Pemazmur segera lenyap karena banyaklah pelanggaran yang dilakukannya. Dihadapan Pemazmur mereka bersikap manis, tapi dibelakangnya mereka melancarkan serangan bertubi-tubi. Mereka senang melihat orang yang menderita, semakin menderita dan suatu ketika akan hilang lenyap. Pemazmur berkata: “semua orang yang benci kepadaku berbisik-bisik bersama-sama tentang aku, mereka merancangkan yang jahat tentang aku”.
Sobat obor, air mata yang dicucurkan untuk diri sendiri ialah air mata tanda kelemahan. Tetapi air mata yang dicucurkan karena kasih akan orang lain ialah air mata tanda kekuatan. Kita belumlah menjadi orang-orang yang benarbenar peka perasaannya, apabila kita belum dapat menangisi orang yang telah berbuat salah, dan mengangkat orang yang telah jatuh ke dalam dosa. Dan sebelum kita dapat merasakan kesedihan, dukacita dan kemalangan orang lain, kita tidak akan dapat mengenal kebahagiaan sejati. Karena itu kita diajak agar semakin peka terhadap lingkungan sekitar, jangan jadi pemuda yang egois dan menang sendiri. Amin (MT)