SOBAT obor, salib adalah adalah suatu sarana yang disiapkan untuk mengeksekusi seseorang dengan menempatkan mereka dengan cara digantung/dipaku di kayu palang (salib) itu. Setiap orang yang dihukum
disalib menghendaki kematian yang lebih cepat agar mereka bisa mengakhiri penderitaan itu. Sebab sebelum mereka disalib, mereka telah melewati berbagai tahapan penghukuman sampai pada akhirnya disalibkan. Dalam masa Romawi hukuman penyaliban adalah yang paling berat dan hanya dikenakan kepada penjahat dengan kejahatan luarbiasa. Bahkan yang lebih mengerikan lagi mereka yang disalib dibiarkan tergantung sebagai makanan burung pemakan bangkai.
Sobat obor, melihat alasan mengapa seseorang harus dihukum dengan disalib tentu tidaklah pantas hal itu diterima oleh Tuhan Yesus. Sebab Ia bukanlah pelaku kejahatan bahkan Ia pun tidak pernah melakukan kesalahan. Hal ini juga yang diakui oleh Pilatus, ”…bahwa aku tidak mendapati kesalahan apapun padaNya” (ayat 4b). Akan tetapi hal ini harus terjadi sebagai penggenapan atas apa yang telah difirmankan-Nya. Ia berkata kepada mereka: “Anak Manusia akan diserahkan ke dalam tangan manusia dan mereka akan membunuh Dia” (band. Mat. 17:22-23).
Pilatus, adalah pemimpin yang tidak mampu mempertahankan kebenaran. Ia menyerahkan Tuhan Yesus untuk dihakimi oleh orang banyak agar ia terbebas dari kesalahan. Proses pengadilan yang dialami oleh Tuhan Yesus, adalah upaya membelokkan fakta oleh karena para pemimpin umat menolak untuk menerima Tuhan Yesus sebagai sosok yang sesungguhnya mereka nanti-nantikan. Kendatipun mereka sendiri harus melakukan dosa asalkan apa yang sudah direncanakan terwujud. Padahal mereka adalah pemimpin umat yang seharusnya mengedepankan kebenaran bukan keinginan pribadi atau kelompok.
Sobat obor, firman Tuhan saat ini mengajarkan kepada kita tentang: pertama, berani memperjuangkan kebenaran. Setiap orang yang bersalah harus dihukum dan yang benar harus dibela untuk mendapatkan kebebasan. Kedua, jadilah pemimpin yang benar dengan tidak menukar kebenaran dengan posisi/ jabatan atau harta. Ketiga, jangan membiarkan tekanan hidup mengubah akal sehat menjadi akal bulus. Pada akhirnya jujurlah dengan hidup ini. Biarkan Tuhan yang bekerja atasmu, agar hidupmu tetap dalam kendalinya. Muliakanlah DIA dalam lakumu. Amin (ARMI)