SOBAT obor, seorang lelaki miskin menjual gula merah ke kota. Istrinya selalu membuat gula merah seberat satu kilo dan dia selalu menjualnya ke salah satu toko dan membeli kebutuhan harian makanan di sana. Suatu kali pemilik toko itu curiga dengan berat gula merah itu dan menimbangnya. Ternyata berat gula merah itu tidak cukup sekilo. Maka marahlah pemilik toko itu dan memarahi penjual gula merah: “Dasar penipu!” Lelaki miskin itu terdiam dan menundukkan kepalanya sambil berkata: “Kami orang miskin dan tak punya timbangan di rumah. Kami membeli beras di toko bapak seberat satu kilo dan itulah yang kami jadikan timbangan untuk menimbang gula merah itu”. Seketika pemilik toko itu terdiam dan menjadi malu.
Sobat obor, sebenarnya contoh ilustrasi di atas banyak kita temui dalam keseharian orang percaya. Kita terlalu gampang menghakimi orang lain, melihat kesalahan mereka tanpa berpikir tentang diri kita. Orang yang tidak bisa menolong dirinya sendiri karena karakter yang buruk, sama sekali tidak layak membantu mengubah hidup orang lain. Bagaimana mungkin engkau dapat menawarkan bantuan kepada saudaramu untuk mengeluarkan selumbar dalam matanya, yang membutuhkan mata yang jeli dan tangan yang mantap, sedangkan engkau sendiri mempunyai balok dalam matamu sendiri dan tidak mengeluarkannya? Oleh karena itu, mereka yang ingin melayani orang lain harus terlebih dahulu menunjukkan bahwa mereka pertama mencemaskan jiwa mereka sendiri. Membantu mengeluarkan selumbar di mata saudara kita memang perbuatan yang baik, tetapi untuk itu, kita harus melayakkan diri dengan memulai dari diri sendiri. Melalui contoh yang kita berikan, melalui hidup sendiri yang kita ubahkan, kita bisa membantu orang lain mengubah hidup mereka. Maka tahan dirimu untuk menunjuk menghakimi tapi ubahkan dirimu untuk mengubahkan mereka. Amin. (DLW)