BAGI Paulus, senjata yang paling besar untuk menangkis serangan iblis adalah doa. Melalui doa kita yakin bahwa Tuhan akan memberi kita kemampuan dan kekuatan untuk menghadapi tantangan hidup yang sekarang sedang terjadi. Kita bermohon kepada Allah untuk kebaikan dan berkat juga bagi orang lain.
Namun tidak ada gunanya kita berdoa supaya Allah dapat mengatasi segala macam cobaan di dunia ini, sementara kita membiarkan diri masuk dalam pencobaan. Tidak ada gunanya kita berdoa supaya orang lain dapat bertobat, sementara kita sendiri tidak ingin hidup dalam pertobatan. Tidak ada gunanya kita berdoa supaya mereka yang ditimpa kemalangan dapat dihiburkan, dan orang-orang terlantar dikenyangkan, kecuali kita sendiri pergi menghibur yang sedih dan memberi makan yang kelaparan. Tidak ada gunanya kita orang-orang yang kita kasihi, kalau kita tetap meneruskan kebiasaan kita yang mementingkan diri sendiri dan tidak memedulikan orang lain. Kalau kita sakit dan pergi ke dokter, pasti ia akan memberi obat, memberi nasehat tentang makanan dan perwatan, menyuruh kita melatih tubuh, dsb. Kalau langkah-langkah yang dokter sarankan tidak kita taati, lebih baik kita tidak pergi memeriksakan diri ke dokter. Berdoa juga tidak berbeda dengan itu. Doa akan menjadi sesuatu yang terlihat jahat dan bukan suatu berkat, kalau doa hanya menjadi alat untuk membuat Allah melakukan apa yang kita sendiri tidak mau berusaha untuk melakukannya. Jadi sangat tepat kalimat bijak populer berkata: “doakan yang kamu kerjakan, dan kejarkan yang kamu doakan”.
Sobat obor, kebanyakan dari kita berdoa hanya pada saat kehidupan kita tercekam oleh kesulitan. Padahal doa harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Berdoa tidak hanya untuk pementingan diri sendiri, tapi baiklah kita belajar untuk lebih banyak berdoa bagi orang lain. Paulus mengakhiri periko ini dengan permintaan agar supaya sahabat-sahabatnya mendoakan dia. dan baiklah kita mengingat bahwa setiap orang kristen, siapapun itu sangat memerlukan topangan doa dari setiap kita yang rela mendoakan. Amin (MT)