KAPAN terakhir kali kita berkata pada diri sendiri “I am proud to be my self” atau “saya bangga dengan diriku”? Atau mungkin kita belum pernah mengatakan hal itu itu pada dirimu hingga saat ini dan bahkan tidak menyadari ungkapan tersebut perlu untuk memotivasi diri. Harus diakui, memberi penghargaan terhadap diri sendiri bukan hal yang mudah, apalagi kalau kita merasa kurang percaya diri, tapi sebenarnya di satu sisi, penghargaan terhadap diri sendiri atas apa yang kita boleh kerjakan akan memotivasi diri kita untuk selalu bersyukur.
“Baiklah tiap-tiap orang menguji pekerjaannya sendiri”, kata Paulus. Menguji pekerjaan artinya memeriksa diri, atau lebih tepatnya mengoreksi diri. Ungkapan lainnya: ”tak usah pusing dengan orang lain”. Kenyataannya, banyak orang disibukkan dengan memeriksa kehidupan orang lain, tapi lupa mengontrol hidup sendiri. Lebih parahnya, karena menjadikan orang lain sebagai ukuran, maka hidup sendiripun sepertinya di-remote orang lain. Ya, kalau kita membeli sebuah handphone dengan terpaksa untuk menyaingi tetangga yang membeli handphone baru, berarti keputusan kita dipengaruhi oleh orang lain. Hal ini membuat kita tidak pernah merasa puas dengan apa yang kita miliki atau kerjakan. Dan terang saja, membuat kita tidak pernah bersyukur apapun yang sudah diberikan kepada kita.
Kalau demikian, bolehkah kita berbangga dengan apa yg miliki? Atau bolehkah kita memuji diri atas apa yang kita lakukan? Tentu saja! “Maka ia boleh bermegah melihat keadaanya sendiri”, demikian kata Paulus selanjutnya. Bermegah dengan keadaan sendiri bukan berarti menyombongkan diri. Tapi, lebih kepada usaha memotivasi diri atas apa yang kita kerjakan. Selanjutnya, proud to be my self membuat kita tak gampang menjadi iri hati dan ikut arus. Dan pastilah hal inimembuat hidup ini penuh syukur. “Sebab tiap orang akan memikul tanggungannya sendiri” (ayat 5), tapi jangan sampai pula self proudly membuat kita lupa diri dan menyangkal Tuhan. Amin. (DLW)