PAULUS tidak pernah tenggelam dalam kesusahannya sendiri sehingga tak punya waktu lagi untuk memikirkan kesusahan orang lain. la sungguh pribadi yang dibentuk dalam rasa empati yang tinggi, yang merasa bahwa orang lain menjadi bagian penting dalam hidupnya. Hidup bukan tentang “siapa saya, ataupun kamu”, namun bagi Paulus hidupnya adalah tentang kita. Ketika kita melayani Kristus secara bersama-sama, tidak ada yang harus berkata: ini untuk kepentinganku. Orang tak mungkin berperang dengan 90 persen berjuang dan 10 persen melarikan diri. Orang yang hendak mengikuti Yesus juga harus sanggup memberikan seluruh dirinya, seluruh hidupnya. Seluruh dirinya! Seluruh hidupnya!
Ketika Paulus berkata: “Bersukacitalah!” ada suatu gambaran yang terlintas dalam benaknya akan semua yang terjadi. la sendiri sedang mendekam dalam penjara dengan kematian yang hampir pasti. Dia juga mengetahui keadaan yang sebenarnya terjadi pada jemaat Filipi. Namun ia tetap mengajak jemaat untuk bersukacita. Bagi Paulus, orang Kristen tidak akan pernah kehilangan sukacitanya, selama ia menjadi milik Kristus. Paulus tidak pernah ragu-ragu dalam mengikut Kristus. Hinaan, tuduhan dan fitnaan bukan hanya sekali mewarnai kehidupan pekabaran Injilnya. Namun, tidak pernah ia gentar dan goyah untuk tetap melayani. la menyadari, bahwa pelayanannya akan berakhir dengan sukacita besar, yang ia temukan di dalam Yesus.
Sobat obor, mengapa orang Kristen harus memiliki sukacita dan kebaikan dalam hidupnya? Sebab, kata Paulus: Tuhan sudah dekat. Bila kita mengingat kedatangan Kristus dalam kemenangan, kita tidak akan pernah kehilangan pengharapan dan sukacita. Bila kita mengingat hidup ini singkat, kita tidak akan memperlakukan sesama dengan seenaknya. Kita akan digerakan untuk memperlakukan sesama dalam kasih, sama seperti yang kita harapakan bahwa Allah juga akan memperlakukan kita demikian. Karena itu, berikanlah hidup kita sepenuhnya dalam tangan Kristus. Bersukacitalah dan hendaklah kebaikan hati kita menjadi berkat bagi banyak orang. Amin (MT)