SOBAT obor, salah satu pergulatan sejarah gereja yang rumit adalah tentang hubungan gereja dan negara di zaman keemasan gereja. Ketika gereja dilegalkan sebagai agama yang didukung pemerintah, maka mau tak mau gereja juga menjadi “pemerintah” kedua yang turut berkuasa atas kehidupan warganya. Di satu sisi kedekatan gereja dan negara tentu menguntungkan dari segi otoritas gereja atas ajaran dan keberadaannya. Tapi di sisi lain, ,tentu kedekatan ini berpotensi disalah gunakan, ketika ada kepentingan politik di dalamnya.
Bacaan dalam ayat perikop ini menunjukkan kedekatan para pemimpin umat Yahudi dengan kekuasaan pemerintah Romawi pada waktu itu. Wilayah orang Yahudi waktu itu memang berada dalam kekuasaan Romawi. Maka hukum yang dijalankan juga adalah aturan Romawi. Kedekatan para Imam waktu itupun membuat mereka bisa saja meremote Wali Negeri. Sehingga maksud jahat pun leluasa bisa dirancangkan dengan pertolongan Wali Negeri yang baru itu. Politik Wali Negeri yang baru ini pun adalah membutuhkan dukungan dari warga Yahudi. Sehingga terjadilah semacam persatuan yang tidak baik untuk menyampaikan tuduhan kepada Paulus. Melalui dua ayat ini kita belajar bahwa di era manapun gereja dan negara selalu berpeluang untuk dipersatukan atau sebaliknya dibenturkan. Gereja harus selalu bisa berdiri sebagai sumber moral bagi jalannya negara. Gereja tidak boleh bertindak layaknya negara berkuasa. Ia harus tampil meneduhkan, mendamaikan dan menyampaikan kebenaran berdasarkan Firman Tuhan yang benar tanpa harus mencampuri urusan negara. Tapi bukan berarti pula gereja lepas tangan dan tak mau tahu dengan urusan pemerintahan. Sekali lagi, gereja bisa menjadi garam dan terang bagi dunia (baca: negara) supaya masyarakat yang sejahtera bisa diwujudkan karena tujuan ini pula yang dikehendaki oleh Allah. Amin. (DLW)