
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada pilihan. Kadang kita bertanya-tanya: Bagaimana cara menggunakan berkat yang Tuhan percayakan kepada kita? Apakah cukup hanya menggunakannya untuk kebutuhan pribadi, ataukah kita memiliki tanggung jawab kepada orang lain di sekitar kita?
Kita melihat ketimpangan yang nyata di dunia ini—ada yang hidup berkelimpahan, sementara yang lain hidup dalam kekurangan. Kita mungkin berpikir, “Apakah tugas saya untuk peduli? Bukankah mereka bisa berusaha sendiri?”. Dalam dunia yang semakin individualis, kita tergoda untuk memikirkan diri sendiri, mengabaikan kebutuhan sesama. Namun, firman Tuhan dalam Lukas 16:19-31 menantang kita untuk melihat kehidupan dari sudut pandang yang lebih dalam. Kisah tentang orang kaya dan Lazarus menjadi cermin bagi kita untuk merenungkan: Apakah hidup kita telah mencerminkan kasih dan pelayanan kepada sesama?
Yesus memulai kisah ini dengan menggambarkan dua tokoh yang sangat kontras. Orang kaya berpakaian ungu dan lenan halus, simbol kemewahan dan status tinggi, serta hidup dalam pesta setiap hari (Luk. 16:19). Sementara itu, Lazaru seorang pengemis miskin, terbaring di depan pintu rumah orang kaya, berharap mendapat remah-remah dari meja sang kaya. Bahkan, tubuhnya penuh dengan borok yang dijilat anjing (Luk. 16:20-21).
Muncul pertanyaan dalam bacaan saat ini. Mengapa orang kaya itu dihukum? Jawabannya, bukan karena ia kaya, tetapi karena ia gagal menggunakan kekayaannya untuk melayani sesama. Ia memiliki kesempatan untuk menolong Lazarus, namun memilih untuk mengabaikannya.
Abraham menegaskan, “Anak, ingatlah, bahwa engkau telah menerima segala yang baik sewaktu hidupmu, sedangkan Lazarus segala yang buruk. Sekarang ia mendapat hiburan dan engkau sangat menderita” (Luk. 16:25). Ini menjadi pengingat bahwa berkat yang orang kaya itu miliki harus digunakan untuk kebaikan, bukan untuk diri sendiri saja.
Kata “Berdiakonia” berasal dari kata dasar diakonia dalam bahasa Yunani diakonos, yang berarti pelayanan, yang bisa diartikan sebagai care atau service dalam bahasa inggris. Service artinya pelayanan yang diberikan untuk memberikan kebahagiaan atau sukacita kepada sesama. Sementara care adalah upaya untuk membangun hubungan emosional dengan sesama. Jadi, hidup berdiakonia adalah panggilan untuk melayani sesama dengan kasih Kristus.
Ada beberapa poin yang dapat kita ambil dari kata diakonia yang bukan hanya tentang memberi uang, harta atau makanan, tetapi tentang: Pertama, kita harus peka kebutuhan orang lain. Kedua, ada aksi atau tindakan nyata, bukan hanya sekedar kasihan atau merasa iba. Dan ketiga, sebagai umat ciptaan Tuhan, kita haru menghidupi kasih Kristus terhadap sesama, dalam hal ini menjadi saluran berkat bagi sesama.
Ketika kita melayani, kita sedang menghidupi kasih Tuhan dalam hidup kita. Dalam Matius 25:40, Yesus berkata, “Apa yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”
Janganlah menunggu sampai akhirnya kita terlambat, seperti orang kaya dalam kisah ini. Saat kita masih hidup, kita memiliki kesempatan untuk membuat perbedaan. Tuhan telah mempercayakan berkat-Nya kepada kita bukan untuk disimpan, tetapi untuk dibagikan.
Kisah ini mengingatkan kita pada realitas kehidupan: ada banyak “Lazarus” di sekitar kita, orang-orang yang membutuhkan perhatian, kasih, dan bantuan. Namun, seperti orang kaya dalam kisah ini, kita sering memilih untuk tidak peduli.
Pertanyaannya Apakah kita sudah membuka mata terhadap mereka yang membutuhkan di sekitar kita?
Kisah ini menunjukkan bahwa kehidupan di dunia hanyalah sementara, tetapi keputusan kita di sini memiliki dampak kekal.
Ada sebuah kisah tentang seorang misionaris yang menghabiskan hidupnya melayani suku-suku terpencil. Ketika ia meninggal, banyak orang yang bersaksi bagaimana pelayanannya mengubah hidup mereka. Kesaksian ini mengingatkan torang, bahwa apa yang torang lakukan di dunia ini akan meninggalkan warisan yang kekal.
Bukan soal kita yang hebat karena berdampak baik bagi banyak orang, tapi ada cerita hebat yang memuliakan nama Tuhan.
Hidup ini adalah kesempatan. Jangan biarkan hari-hari kita berlalu tanpa arti. Jadikan hidup kita sebagai alat Tuhan untuk membawa kasih dan terang bagi dunia. Saat hidup, berdiakonialah. Dan ketika waktunya tiba, kita akan berdiri di hadapan Tuhan, mendengar-Nya berkata, “Baik sekali perbuatanmu, hai anak-Ku yang Kukasihi”. Terpujilah Tuhan, Amin.