
MARKUS 14:32-42
DODOKUGMIM.COM – MArkus 14 : 32 – 42, menceritakan tentang Yesus Kristus yang sedang memasuki gerbang penderitaanNya. Dalam konteks Yesus sebagai manusia pada waktu itu, Ia merasakan penderitaan yang sangat dalam. Dikatakan dalam ayat 33, “Ia sangat takut dan gentar”. Dua kata yang mengungkapkan bahwa Yesus tertekan secara emosional.
Keadaan seperti itu membuat Yesus sedih, cemas dan gelisah sehingga Ia mengatakan bahwa “seperti mau mati rasanya”. Dalam situasi seperti ini, apa yang Yesus lakukan? Ia pergi menyendiri dan berdoa, Ia bergumul di taman Gersemani. Ia mengarahkan diri-Nya kepada Allah melalui doa; Ia merebahkan diri ke tanah dan berdoa.
Pada saat itu, ada tiga murid Yesus yang Ia bawa Bersama denganNya di taman Getsemani yaitu Petrus, Yakobus dan Yonahes. Namun Yesus tidak berdoa dengan mereka melainkan Ia menyendiri. Dalam doaNya, Ia memohon kalau boleh tidak menghadapi cawan yang pahit itu, artinya dijauhakan dari penderitaan yang sangat berat yang Ia akan alami. Namun, Yesus memilih untuk taat kepada BapaNya karena Ia tahu bahwa penderitaan yang akan Ia alami, harus terjadi.
Ada beberapa hal yang sangat penting bagi kita, teristimewa dalam menghayati minggu-minggu sengsara ini.
Pertama, ”making time in solitude and silence to pray in every single day”. Artinya meluangkan waktu dalam kesunyian dan keheningan untuk berdoa setiap hari. Berdoa adalah salah satu bentuk “spiritual discipline” (disiplin spiritual) yang sangat penting untuk kita lakukan.
Disiplin artinya wajib, berarti tidak boleh tidak dilakukan. Sekarang ini, kita diperhadapakan dengan suatu realitas hidup dimana pandemic COVID-19 sudah ada di sekitar kita. Penyebarannya yang sangat cepat yang menelan ribuan korban jiwa
membuat dunia termasuk kita sebagai warga GMIM di dalamnya merasa takut, gentar, gelisah, cemas, sedih dan menderita. Bagaimana tidak takut? Masker dan hand sanitizer saja sudah sangat sulit didapat, harga bahan pokok sudah mulai meningkat dan ketersediaannya mulai berkurang.
Tidak hanya itu, ketakutan utama yang ada pada kita ialah kematian, jika kita terkena virus tersebut. Sekarang ini dunia sedang bergumul dengan COVID-19 ini, karena setiap harinya menelan korban jiwa. Ketakutan, kegentaran
dan kesedihan yang kita rasakan sekarang ini, sama persis dengan apa yang rasakan oleh Yesus. Sebagaimana Yesus bergumul dan berdoa, marilah kita juga melakukan hal yang sama. Kekuatan doa sangat mengubah dan memulihkan.
Karena itu marilah kita meluangkan waktu setiap hari untuk menyendiri dan berdoa kepada Tuhan. Berdoa tidak
hanya untuk kita saja tetapi untuk dunia ini.
Kedua, obedient (Taat). Sekalipun Yesus berdoa memohon sekiranya cawan pahit lalu lalu daripadaNya namun Ia memilih untuk taat kepada BapaNya. Menyikapi pandemic COVID 19 ini, gereja dan pemerintah telah mengambil langkah antisipatif yang sangat bijaksana yaitu stay at home for two weeks (tinggal di rumah selama dua minggu). Hal ini dilakukan untuk memutus mata rantai penyebaran dari virus ini. Sebelum keputusan ini diambil, tentu saja gereja dan pemerintah sudah menggumulinya. Semua dilakukan untuk kepentingan dan kesehatan bersama.
Oleh karena itu sebagai warga gereja dan masyarakat, marilah kita menaatinya sebagai bentuk ketaatan kita kepada Tuhan. Marilah kita bijak menanggapi hal ini dengan melihat bahwa pimpinan gereja dan pemerintah adalah wakil Allah. Gereja
adalah instrument Allah, untuk menjalankan God’s Mission (Misi Allah) di dunia ini dalam memulihkan ciptaanNya. Pemerintah adalah orang-orang yang dipercayakan oleh Tuhan untuk membawa kesejahteraan kepada rakyat; “sebab tidak ada pemerintah yang tidak berasal dari Allah” (Roma 13;1).
Beribadah di rumah tidak mengurangi esensi dari ibadah tersebut; hanya tempatnya yang berbeda. Kerena itu, diwaktu-waktu yang dianjurkan gereja dan pemerintah untuk tinggal di rumah ini, marilah kita jadikan rumah kita sebagai “Taman Getsemani”, tempat kita untuk berdoa dan bergumul kepada Tuhan memohon pengampunan, perlindungan dan belas kasihNya.(dodokugmim/nandabonde)