DODOKUGMIM.COM, BITUNG – Ingin melihat langsung Macaca Nigra alias monyet pantat merah atau dalam sebutan lokalnya, Yaki panta merah? Datang saja ke Cagar Alam Tangkoko dan Batu Angus Kota Bitung, Sulawesi Utara.
Cagar Alam Tangkoko dan Batu Angus Kota Bitung adalah kediaman asli para yaki panta merah. Yaki panta merah kini menjadi maskot Kota Bitung. Hewan dengan ciri khas ini, memikili habitat asli di area hutan Kota Bitung.
Tubuh berwarna hitam, rambut berbentuk jambul di atas kepalanya, dan pantat berwarna merah muda, membuat monyet ini semakin unik.Sayangnya, ada orang yang menangkapnya untuk dijual secara ilegal, ada juga yang menjadikan Yaki panta merah ini sebagai santapan.
Semua ini membuat populasi satwa yang dilindungi ini semakin berkurang. “Jumlah yaki di Cagar Alam Duasudara-Tangkoko sekira 2 ribu ekor,” ujar Manager Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki Billy Lolowang, Kamis (19/9/2019).
Menyikapi hal ini, Pemerintah Sulawesi Utara, Pemerintah Kota Bitung dan berbagai organisasi kian gencar melakukan kampanye penyelamatan Yaki panta merah, sebagai satwa langka khas Sulawesi Utara yang harus dilindungi.
Billy menuturkan, Yaki dengan naluri liar, menjadikannya mahkluk yang hidup berkelompok sesamanya, tidak bisa dipelihara manusia di rumah. “Ketika Yaki dipelihara di rumah sejak kecil, ia akan menjadikan jinak tapi juga berubah pola makannya.Saat mereka dikembalikan ke hutan, mereka jadi kesulitan untuk mencari makan,” tutur Billy.
Dalam proses rehabilitasi yang dilakukan Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki, kata dia, terkadang mengalami kesulitan dalam menemukan kelompok sosial yang cocok. “Kami pernah mendapati kasus Yaki yang tidak mau dekat dengan sesamanya dan lebih memilih dekat dengan manusia,” terang dia.
Di seluruh Sulawesi, lanjut Billy, ada tujuh jenis Yaki, yang semuanya mengalami penurunan jumlah populasi. “Teman-teman BKSDA dan Macaca Nigra Project di Tangkoko sedang melakukan survei terkait hal itu,” tegas Billy.
Penyelamatan Yaki pantat merah juga dilakukan Sekolah Hutan, yang didirikan Duta Yaki Indonesia Khouni Rawung. Isteri Wali Kota Bitung Maximilian Lomban itu, juga mendirikan Sekolah Lingkungan Kota Bitung, sejak tahun 2017.
Mentor Sekolah Hutan Raymond Zeekeon menuturkan, Sekolah Hutan bergerak dalam penyelamatan Yaki, dengan mengadakan kampanye di beberapa tempat yang terindikasi merupakan habitat Yaki. “Kami menyerukan kepada masyarakat untuk berhenti berburu dan memakan Yaki,” kata Raymond.
Selain itu, lanjut dia, Sekolah Hutan juga melakukan pengawasan terhadap peredaran satwa secara illegal. “Kami juga memiliki upaya mengembalikan Yaki panta merah ke habitat aslinya,” tambah dia.
Berkembangnya industri property juga menjadi ancaman bagi populasi Yaki di Bitung. Raymond menjelaskan, pembangunan permukiman warga yang semakin meluas membuat ruang untuk habitat Yaki semakin berkurang. “Ini membuat Yaki yang lari ke hutan, sering turun ke pemukiman warga. Akibatnya ada yang ditangkap untuk di makan ada juga yang dijual,” tuturnya.
Tapi hingga kini, Raymond menilai kampanye yang dilakukan pemerintah dan organisasi masyarakat, sudah membangun kesadaran masyarakat terhadap penyelamatan Yaki di Bitung. “Masyarakat diimbau untuk tidak memberi makan pada Yaki yang turun ke rumah warga. Tapi mereka melaporkan pada pemerintah setempat dan kemudian ditindaklanjuti untuk mengembalikan Yaki ke habitatnya,” jelas dia.
Mengapa ada larangan memberi makan? “Agar Yaki tidak kembali lagi ke rumah warga tersebut!” tegas Raymond sembari mengajak masyarakat untuk peduli pada satwa langka dan ikut melestarikannya.(dodokugmim/saratuwomea)