Ada seorang Pace yang pekerjaannya seorang nelayan, dia rajin sekali melaut, pagi pagi benar Pace sudah melaut untuk memancing ikan dan sore hari dia pulang ke rumah. Rutinitasnya setiap hari seperti itu sampai ia tidak pernah datang beribadah di gereja apalagi ibadah-ibadah lainnya. Suatu kali di saat ia sedang melaut tiba-tiba datang badai dan ombak yang besar menimpanya, kapalnya dihempas ombak yg bergulung-gulung nyaris tenggelam. Pada waktu itu Pace mulai ketakutan dan Ia berdoa dengan sungguh-sungguh kepada Tuhan begini: “Ya Tuhan bila saya tetap hidup maka tiap hari minggu saya akan masuk gereja untuk beribadah…” tiba tiba lautpun menjadi reda dan Pace pulang dengan selamat. Sore hari ia merapat ke pantai sambil berbisik di dalam hati mengingkari janjinya, Ya Tuhan sebulan sekali saja ya saya ke gerejanya…baru beberapa meter ia melangkah dari pantai, beberapa tetangga rumahnya sudah berlari menemui si pace sambil berteriak teriak…. Pace!! Rumahmu barusan terbakar…. Pace terkejut dan berseru dan berkata “Tuhan persoalan di laut, ya di laut saja jangan bawa-bawa di darat!!!
Begitu cepat berbicara dengan janji dan sumpah tapi lamban untuk melakukannya. Begitu mudah orang berjanji tetapi hanya kepalsuan belaka. Di depan manusia boleh bersandiwara tapi di hadapan Tuhan tidak boleh.
Ilustrasi tadi mau menghentar kita dalam kisah Yefta yang adalah salah satu dari beberapa hakim yang ada di Israel. Yefta seorang pahlawan yang gagah perkasa. Ia anak seorang perempuan sundal; Ayahnya ialah Gilead berasal dari suku Manasye yang tinggal di sebelah timur sungai Yordan walaupun demikian Yefta diangkat oleh para tua tua menjadi kepala dan panglima mereka. Yefta berperang melawan bani Amon yang memang notabene di izinkan Tuhan dalam murkaNya untuk menindas dan menginjak orang Israel selama 18 tahun. Oleh karena orang Israel meninggalkan ibadah kepada Tuhan, hidup menyembah ilah-ilah lain. Mereka terdesak dan menderita dalam murkaNya maka bertobatlah bangsa Israel,mencari Tuhan dan menjauhkan segala ilah lain dari peribadatan mereka dan mulai beribadah kepada Allah. Allah yang penuh kasih itu pun memilih Yefta untuk memimpin perang menghadapi Bani Amon. Roh Allah menghinggapi Dia, pertanda bahwa Allah beserta denganNya dan memperlengkapi dia dalam peperangan menghadapi bani Amon. Dalam perjalanannya itu Yefta bernazar kepada Allah katanya (ay. 31,32) Lalu bernazarlah Yefta kepada TUHAN, katanya: “Jika Engkau sungguh-sungguh menyerahkan bani Amon itu ke dalam tanganku, maka apa yang keluar dari pintu rumahku untuk menemui aku, pada waktu aku kembali dengan selamat dari bani Amon, itu akan menjadi kepunyaan TUHAN, dan aku akan mempersembahkannya sebagai korban bakaran.” seharusnya Yefta tidak perlu melakukan tawar menawar dengan Tuhan, sebab ia telah dikuasai Roh Tuhan maka kemenangan itu sudah menjadi kepastian. Di luar dugaannya ketika ia sudah mengalami kemenangan, ia pulang dan yang pertama menyambutnya di depan pintu adalah anak perempuan satu satunya. Sedih dan pilu hatinya ketika harus menepati nazarnya kepada Allah. Sebab Nazar adalah janji khusus kepada Allah sebagai tanggapan atas pertolonganNya. Seseorang dapat bernazar untuk mempersembahkan sesuatu atau melakukan sesuatu. Bernazar kepada Tuhan memang tidak diwajibkan. Namun, kalau sudah bernazar, Tuhan mengharuskan janji itu ditepati ulangan 23:21 Ulangan 23:21 (TB) “Apabila engkau bernazar kepada TUHAN, Allahmu, janganlah engkau menunda-nunda memenuhinya, sebab tentulah TUHAN, Allahmu, akan menuntutnya dari padamu, sehingga hal itu menjadi dosa bagimu”.
Pengkotbah 5:4-5 “Pengkhotbah 5:4-5 (TB) (5-3) Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu.
(5-4) Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya”. Yefta tahu bahwa yang namanya nazar wajib ditunaikan. Bukan hanya Yefta saja yang tahu tetapi anaknya pun ketika mendengar perkataan ayahnya ay. 35b aku telah membuka mulutku bernazar kepada TUHAN, dan tidak dapat aku mundur.” Jawab anaknya Ay. 36. Tetapi jawabnya kepadanya: “Bapa, jika engkau telah membuka mulutmu bernazar kepada TUHAN, maka perbuatlah kepadaku sesuai dengan nazar yang kau ucapkan itu, karena TUHAN telah mengadakan bagimu pembalasan terhadap musuhmu, yakni bani Amon itu.” Seorang anak yang taat bukan saja kepada ayahnya tetapi juga kepada Allah. Ia tahu tentang nazar itu sendiri sehingga ia merelakan hidupnya menjadi korban dari nazar ayahnya. Ay. 37 Lagi katanya kepada ayahnya: “Hanya izinkanlah aku melakukan hal ini: berilah keluasan kepadaku dua bulan lamanya, supaya aku pergi mengembara ke pegunungan dan menangisi kegadisanku bersama-sama dengan teman-temanku.” Sulit untuk memastikan apa yang dilakukan Yefta terhadap anaknya itu dalam rangka memenuhi nazarnya kepada Tuhan. Tetapi apa yg Alkitab tuliskan dalam bagian ini dapatlah dikatakan bahwa Yefta menetapkan putrinya menjadi kepunyaan Tuhan sehingga mengasingkan diri dari segala urusan duniawi termasuk di dalamnya pernikahan dan mengabdikan dirinya hanya untuk Tuhan dan melakukan segenap pekerjaan Allah seumur hidupnya.
Apa yang dapat kita ambil maknanya dari kisah Yefta
- kita harus sangat berhati-hati dan penuh pertimbangan sebelum membuat nazar-nazar seperti itu, supaya jangan sampai, karena menuruti perasaan yang sedang kita rasakan, sekalipun itu semangat yang penuh kesalehan, kita menjerat hati nurani kita sendiri, dan melibatkan diri kita dalam rupa-rupa kebingungan, serta pada akhirnya terpaksa berkata di hadapan utusan Allah bahwa kita khilaf. Kemalangan Yefta mengingatkan kita agar jangan cepat cepat bernazar dan pada akhirnya tak mampu memenuhinya. Hal itu akan jadi sama dengan ilustrasi di atas persoalan di laut jangan bawa bawa di darat Tuhan.
- Bahwa apa yang telah kita nazarkan dengan sungguh-sungguh kepada Allah harus kita laksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab, apabila itu memang dapat dilakukan dan tidak melanggar hukum, meskipun itu sangat sulit dan menyusahkan bagi kita. Rasa tanggung jawab Yefta yang sungguh besar terhadap nazarnya itu haruslah senantiasa menjadi milik kita juga. Sekalipun sulit tapi ia membayar nazarnya kepada Allah. Mari kita mengingat kembali nazar, janji, sumpah di hadapan Allah yang pernah diucapkan! apakah itu menyangkut keluarga, pekerjaan, pelayanan dan apa saja tunaikanlah itu!
- Jangan permainkan Allah dengan nazar yang tidak dipenuhi sebab Allah itu setia. KesetiaanNya terbukti! Apa yang dijanjikanNya telah Ia buktikan dalam pribadi Yesus Kristus yang datang ke dunia untuk menjadi korban keselamatan bagi manusia berdosa. KetaatanNya sampai mati di kayu salib namun bangkit pada hari yang ketiga. Ia yang setia menuntut kita agar tetap setia baik terhadap setiap janji, nazar yang di ucapkan maupun bagi kita yang tidak bernazar sekalipun wajib setia beriman dan syukur kepadaNya Allah dan Tuhan kita. TUHAN YESUS MEMBERKATI KITA SEMUA. AMIN