Pernakah kita mengalami keadaan yang membahayakan? Hidup terancam dengan sesuatu yang membuat kita takut, gelisah, dan kita memerlukan pertolongan. Bagaimana cara kita menghadapinya? Bilangan Pasal 10 berisi sebuah cara yang diperintahkan Tuhan untuk dilakukan umat Israel ketika menghadapi ancaman, yaitu meniup nafiri tanda semboyan. Bilangan Pasal 10 jika dilihat dari pembagian Kitab Bilangan menurut lokasi kejadian, menceritakan kisah ketika umat Israel keluar dari Mesir dan berkemah di Padang Gurun Sinai. Tuhan memerintahkan Musa untuk menghitung bangsa, dan menetapkan posisi suku-suku Israel di sekeliling Kemah Suci. Suku Lewi dihitung, diberi kewajiban khusus, dan dikuduskan bagi Tuhan. Hukum-hukum dan aturan lain diberikan, agar bangsa Israel siap menuju tanah perjanjian. Tuhan menunjukkan kehadiran-Nya lewat Tiang Awan dan Tiang Api, kini perintah terakhir yang diberikan Allah di gurun Sinai adalah membuat dua Nafiri Perak (Pasal 1 – 10).
Nafiri (Sangkakala/Terompet/Shofar) Adalah sebuah alat tiup seperti terompet panjang atau disebut alat musik dari tanduk hewan yaitu domba/kambing yang panjang dan melengkung dengan ujung yang melebar, biasanya tanduk hewan itu diolah dan diberikan lubang-lubang pada bagian ujung dan sisi untuk menghasilkan suara yang berbeda. Pengalaman pertama Israel dengan nafiri (sangkakala) tercatat dalam Keluaran 19: 16-20, pada bagian itu istilah-istilah yang berasal dari Bahasa Kanaan dan Fenisia, mengacu pada bunyi nafiri yang terbuat dari tanduk domba/kambing jantan, yang menyertai guntur dan kilat yang mengerikan di Gunung Sinai. Tetapi pada bagian ini yang disajikan adalah jenis nafiri yang sama sekali berbeda, yaitu terbuat dari perak.
Tuhan berfirman kepada Musa: ”Buatlah dua nafiri dari perak” (ay. 1-2a). Bagian pembukaan ini mengandung makna tentang hidup yang harus tunduk pada otoritas Firman Tuhan dan melakukan perintah-Nya. Sepertihalnya yang kemudian, Tuhan menetapkan anak-anak imam Harun sebagai orang yang bertanggung jawab meniup nafiri-nafiri itu, dan ini menjadi ketetapan selama-lamanya turun-temurun (ay. 8). Tuhan berkuasa menentukan kepada siapa Ia berkenan memberikan tugas dan tanggung jawab, dan tugas kita adalah menaati-Nya, bertanggung jawab melaksanakan tugas/perintah yang Ia berikan.
Dari perak tempaan harus kau buat itu, supaya dipergunakan untuk memanggil umat Israel, dan untuk menyuruh laskar-laskarnya berangkat (ay. 2b-3). Maksud/kegunaan nafiri dalam bagian ini dijelaskan secara umum, yang diperjelas dalam uraian ayat-ayat selanjutnya yang dapat dipahami dari dua cara membunyikan nafiri, yakni:
- Pertama, Nafiri hanya ditiup: Kedua nafiri ditiup untuk memanggil umat berkumpul di depan Kemah Pertemuan (ay. 3, 7), hanya satu saja yang ditiup untuk memanggil para pemimpin dan para kepala pasukan (ay. 4, 7), dan nafiri yang ditiup pada hari-hari bersukaria, pada perayaan-perayaan bulan-bulan baru pada waktu mempersembahkan korban bakaran dan keselamatan (ay. 10).
- Kedua, nafiri ditiup dengan tanda semboyan (artinya dibunyikan dengan nada khusus/tertentu). Meniup tanda semboyan pertama kali untuk menyuruh berangkat laskar-laskar yang berkemah di sebelah Timur (ay. 5), meniup tanda semboyan kedua kali untuk menyuruh berangkat laskar-laskar yang berkemah di sebelah Selatan (ay. 6), dan apabila berperang melawan musuh yang menyesakkan, nafiri ditiup dengan tanda semboyan untuk diingat Tuhan dan diselamatkan (ay.9).
Jadi, nafiri dibuat sebagai alat komunikasi untuk memanggil umat dan pemimpin berkumpul, menandai perayaan, tanda semboyan menyuruh laskar-laskar berangkat dari lokasi mereka berkemah sebagai tanda pergerakkan dalam peperangan, dan tanda semboyan menghadapi ancaman. Dengan kata lain, Allah menggunakan Nafiri untuk memimpin dan mengendalikan perjalanan umat-Nya, dalam beribadah dan dalam menghadapi ancaman musuh. Allah mau umat menyandarkan hidupnya pada pimpinan dan pertolongan Allah.
Pertanyaan bagi kita, sudahkah kita membiarkan Allah memimpin dan mengendalikan perjalanan hidup kita, sehingga kita mau peka memahami tanda panggilan Tuhan? Seperti ketika nafiri dibunyikan, umat harus berkumpul di Kemah Pertemuan. Sekarang ini kita tidak lagi menggunakan Nafiri dari tanduk hewan atau perak untuk memanggil umat berkumpul di kemah pertemuan (gereja/tempat-tempat beribadah). Tetapi kita mempunyai Lonceng Gereja, pengeras suara/Toa, media informasi lewat tulisan di kertas, Facebook, WhatsApp, dll, yang mengajak kita berkumpul untuk beribadah.
Ketika ”nafiri-nafiri” ini di-”bunyi” kan, sudahkah kita datang berkumpul dan beribadah? Atau kita mengabaikannya dan tidak mempedulikannya? Izinkanlah Allah memegang kendali atas hidup kita, sehingga ketika ada panggilan untuk berkumpul dalam Bait-Nya, beribadah memuji nama-Nya, kita tidak menutup telinga, mata, dan hati kita, tetapi dengan sukacita kita datang berkumpul dan beribadah.
Pertanyaan selanjutnya, sudahkah kita menyandarkan hidup kita pada pimpinan dan pertolongan Allah? Allah mengatur umat Israel agar ketika menghadapi ancaman musuh yang menyesakkan, meniup nafiri tanda semboyan agar Allah mengingat dan menyelamatkan mereka. Mungkin kita bertanya: mengapa nafiri semboyan harus dibunyikan baru Tuhan mengingat dan menyelamatkan umat-Nya? Apakah Allah tidak tahu apa yang dialami umat-Nya? Allah selalu tahu apa yang terjadi dalam hidup umat-Nya. Allah selalu berinisiatif menolong kita. Tetapi Allah memberi ruang pada tindakan aktif umat-Nya, untuk memanggil-Nya, sebagai bukti kita mengandalkan Dia, dan bukti kita percaya bahwa hanya Allah yang berkuasa menyelamatkan/menolong kita, maka kita akan menerima berkat-Nya, diingat dan diselamatkan/ditolong Allah. Itulah sebabnya, umat harus meniup nafiri tanda semboyan menghadapi ancaman.
Meniup nafiri tanda semboyan memberi arti bagi kita sekarang yaitu berserulah kepada Tuhan, ketika kita diperhadapkan dengan ancaman musuh yang menyesakkan. Allah tahu apa yang kita alami. Tetapi Ia mau agar kita ”membunyikan nafiri semboyan” yaitu memberitahukan, berseru, menyampaikan kepada-Nya, memanggil-Nya, BERDOA, sebagai bukti kita mengandalkan Dia, dan kita meyakini bahwa Allah sumber pertolongan kita, maka sekali lagi, kita akan mereima berkat: diingat dan diselamatkan/ditolong Allah.
Menarik pada bagian akhir Perikop ini, setelah Allah mengatur umat membunyikan nafiri Semboyan pada saat terancam musuh (ay. 9), Allah mengatur umat membunyikan nafiri pada hari-hari bersukaria, pada masa-masa perayaan (ay. 10). Ini artinya, Allah mau kita selalu berseru, berdoa, andalkan, dan terhubung dengan-Nya, dalam keadaan susah dan senang. Bergumul atau bersuka, Allah mau nafiri dibunyikan. Allah mau kita selalu berseru, mengandalkan, dan terhubung dengan-Nya, dalam segala keadaan. Ada ungkapan bijak berkata: ”if you only pray when you’re in trouble, then you are in trouble”. Berseru, berdoa, andalkan Tuhan bukan hanya pada saat kita merasa perlu atau dalam mengalami masalah/pergumulan. Tetapi berserulah, berdoalah, andalkanlah, dan terhubunglah dengan Tuhan dalam segala keadaan, susah ataupun senang.
Maka, apa yang sedang saudara alami sekarang? Bersenang, bersuka, karena beberapa hal menyenangkan sedang terjadi dalam hidup? Atau sedang bersedih, berduka, bergumul karena sakit, masalah, tantangan, terjadi hal-hal yang tidak kita harapkan, membuat kita terancam putus asa, patah semangat, hilang sukacita. Bunyikanlah Nafirimu, serukanlah rasa syukurmu, serukanlah rasa sakitmu, berdoalah! Allah dekat dengan kita, Dia selalu mendengar, mengingat, dan mau menolong kita. Yesaya 55:6 berkata: ”carilah Tuhan selama Ia berkenan ditemui; berserulah kepada-Nya selama Ia dekat!” Amin.