NAHUN 1 : 1 – 8
Oleh Pdt Decky Lolowang. Penulis adalah dosen di Fakultas Teologi UKIT Yayasan Ds. AZR. Wenas
PADA tanggal 14 dan 15 November 2019, bumi digoncangkan gempa berkekuatan 7.1 skala Rickhter. Episentrum gempa di sekitar Maluku Utara, pada kedalaman 73 km. Goyangan gempa mengguncang bangunan apapun, membuat kepanikan di sejumlah tempat, apalagi ketika sempat diingatkan adanya potensi tsunami.
Sejumlah penduduk di daerah Maluku Utara dan Sulawesi Utara, agak terguncang dan sempat mengungsi di daerah dataran tinggi, menghindari kemungkinan datangnya gelombang tsunami, di bawah bayang-bayang kedasyatan bencana yang setahun lalu terjadi di daerah Sulawesi Tengah. Teriakan minta tolong dan mohon ampunan Tuhan, sudah pasti berkumandang di mana- mana.
Barangkali tidak sedikit dari antara kita yang menganggap bahwa goncangan gempa seperti ini adalah pertanda murka Allah atas segala tindakan manusia yang sering alpa dan abai terhadap pelbagai peringatan Allah. Bahkan, melalui media sosial FB, dikirim refleksi seperti ini: “Setahun mendengarkan khotbah, belum tentu orang langsung bertobat, tapi sekali goyangan gempa bumi, langsung berdoa tiada henti, memohon ampunan Allah”. Tidak jarang manusia terlelap dalam kenyamanan semu, terlena dalam mimpi untuk meraih sesuatu, lalu sering abai berkomunikasi intens dengan Tuhan. Kenyamanan, kenikmatan hidup dapat saja membuat kita terbuai, lalu ketika sesuatu goncangan hidup melanda, barulah siuman dan dengan segera berteriak minta tolong dan memohon ampunan Allah.
Nahum, seorang nabi yang namanya sendiri berarti: penghiburan. Tujuan utama pewartaannya adalah menghibur umat Israel, yang mengalami penderitaan di bawah penjajahan bangsa asing. Dalam sejarah, sekali waktu bangsa Asyur pernah mengancam bangsa Israel yang membuat umat Allah ini mengalami penderitaan luar biasa. Tentu kita masih ingat cerita tentang bangsa Israel Utara yang dikuasai dan dihancurkan Asyur pada sekitar tahun 721 sebelum Masehi, sehingga setelah peristiwa itu, bangsa Israel Utara hilang dalam peta sejarah dunia.
Karena peristiwa sejarah ini, maka nabi Nahum mengibur umat Israel agar tidak perlu kuatir dan takut. Allah pasti akan menyatakan murka-Nya kepada bangsa penindas sehingga dilukiskan bahwa Allah itu cemburuan dan membalas semua perlakuan musuh-musuh yang telah mengancam ketenteraman dan kedamaian umat Israel. Bangsa yang menindas umat-Nya pasti akan dihancurkan dan dilenyapkan dari bumi ini.
Terbukti dalam sejarah, Asyur dengan ibukota Ninewe, bangsa yang perkasa di zamannya, dihancurkan oleh bangsa Babel sekitar tahun 612 sebelum Masehi. Nabi mengingatkan, semua yang terjadi dalam sejarah Asyur adalah bagian dari tindakan Allah melalui bangsa lain demi melindungi umat-Nya. Karena itu, sesudah melukiskan tentang sikap Allah terhadap bangsa penindas(ay.1-6), ditutup dengan ungkapan berciri pengakuan iman dalam ayat 7 – 8, yakni bahwa:
Allah itu pengasih dan penyayang,
tempat pengungsian di waktu susah,
tempat berlindung bagi orang yang berharap kepada-Nya
sekaligus menghukum, menghabisi mereka yang bangkit melawan Allah
Dari tulisan kitab nabi Nahum ini, patut kita merenungkan maknanya bagi kita dalam konteks masakini. Tantangan hidup memang makin menghimpit. Persaingan hidup makin menjadi. Hukum ekonomi mengajarkan bahwa hidup adalah arena persaingan, siapa yang siap dan cekatan menilai dan memanfaatkan situasi-kesempatan, maka ia akan menjadi pemenang, tidak peduli apakah merugikan atau menyebabkan orang lain menderita.
Dalam kehidupan keagamaan, komunitas beragama mengedepankan toleransi dan membangun kerukunan dengan menghargai serta menghormati keyakinan masing-masing pemeluk agama. Hidup rukun dan damai di tengah kemajemukan, menjadi komitmen bersama dalam membangun Indonesia maju, menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur. Namun, bukan berarti tidak ada gesekan di sana sini.
Ancaman global baik ekonomi, budaya maupun keamanan selalu patut diwaspadai. Tapi, di atas semuanya, patut dibangun kesadaran rohani yang tinggi bahwa Tuhan yang kita percayai adalah Allah yang pengasih dan penyayang, mengenal dan mendengar setiap keluh kesah umat yang percaya kepada-Nya, tetapi juga, sebagaimana digambarkan nabi Nahum, Allah itu adalah cemburuan dan membalaskan kejahatan kepada orang-orang yang menyesah umat percaya.
Semalam hingga pagi hari, tanggal 14-15 November 2019, bumi digoncangkan gempa berkekuatan 7.1 skala Rickhter. Episentrum gempa di sekitar Maluku Utara, pada kedalaman 73 km. Goyangan gempa mengguncang bangunan apapun, membuat kepanikan di sejumlah tempat, apalagi ketika sempat diingatkan adanya potensi tsunami.
Sejumlah penduduk di daerah Maluku Utara dan Sulawesi Utara, agak terguncang dan sempat mengungsi di daerah dataran tinggi, menghindari kemungkinan datangnya gelombang tsunami, di bawah bayang-bayang kedasyatan bencana yang setahun lalu terjadi di daerah Sulawesi Tengah. Teriakan minta tolong dan mohon ampunan Tuhan, sudah pasti berkumandang di mana- mana.
Barangkali tidak sedikit dari antara kita yang menganggap bahwa goncangan gempa seperti ini adalah pertanda murka Allah atas segala tindakan manusia yang sering alpa dan abai terhadap pelbagai peringatan Allah. Bahkan, melalui media sosial FB, dikirim refleksi seperti ini: “Setahun mendengarkan khotbah, belum tentu orang langsung bertobat, tapi sekali goyangan gempa bumi, langsung berdoa tiada henti, memohon ampunan Allah”. Tidak jarang manusia terlelap dalam kenyamanan semu, terlena dalam mimpi untuk meraih sesuatu, lalu sering abai berkomunikasi intens dengan Tuhan. Kenyamanan, kenikmatan hidup dapat saja membuat kita terbuai, lalu ketika sesuatu goncangan hidup melanda, barulah siuman dan dengan segera berteriak minta tolong dan memohon ampunan Allah.
Nahum, seorang nabi yang namanya sendiri berarti: penghiburan. Tujuan utama pewartaannya adalah menghibur umat Israel, yang mengalami penderitaan di bawah penjajahan bangsa asing. Dalam sejarah, sekali waktu bangsa Asyur pernah mengancam bangsa Israel yang membuat umat Allah ini mengalami penderitaan luar biasa. Tentu kita masih ingat cerita tentang bangsa Israel Utara yang dikuasai dan dihancurkan Asyur pada sekitar tahun 721 sebelum Masehi, sehingga setelah peristiwa itu, bangsa Israel Utara hilang dalam peta sejarah dunia.
Karena peristiwa sejarah ini, maka nabi Nahum mengibur umat Israel agar tidak perlu kuatir dan takut. Allah pasti akan menyatakan murka-Nya kepada bangsa penindas sehingga dilukiskan bahwa Allah itu cemburuan dan membalas semua perlakuan musuh-musuh yang telah mengancam ketenteraman dan kedamaian umat Israel. Bangsa yang menindas umat-Nya pasti akan dihancurkan dan dilenyapkan dari bumi ini.
Terbukti dalam sejarah, Asyur dengan ibukota Ninewe, bangsa yang perkasa di zamannya, dihancurkan oleh bangsa Babel sekitar tahun 612 sebelum Masehi. Nabi mengingatkan, semua yang terjadi dalam sejarah Asyur adalah bagian dari tindakan Allah melalui bangsa lain demi melindungi umat-Nya. Karena itu, sesudah melukiskan tentang sikap Allah terhadap bangsa penindas(ay.1-6), ditutup dengan ungkapan berciri pengakuan iman dalam ayat 7 – 8, yakni bahwa:
Allah itu pengasih dan penyayang,
tempat pengungsian di waktu susah,
tempat berlindung bagi orang yang berharap kepada-Nya
sekaligus menghukum, menghabisi mereka yang bangkit melawan Allah
Dari tulisan kitab nabi Nahum ini, patut kita merenungkan maknanya bagi kita dalam konteks masakini. Tantangan hidup memang makin menghimpit. Persaingan hidup makin menjadi. Hukum ekonomi mengajarkan bahwa hidup adalah arena persaingan, siapa yang siap dan cekatan menilai dan memanfaatkan situasi-kesempatan, maka ia akan menjadi pemenang, tidak peduli apakah merugikan atau menyebabkan orang lain menderita.
Dalam kehidupan keagamaan, komunitas beragama mengedepankan toleransi dan membangun kerukunan dengan menghargai serta menghormati keyakinan masing-masing pemeluk agama. Hidup rukun dan damai di tengah kemajemukan, menjadi komitmen bersama dalam membangun Indonesia maju, menuju masyarakat sejahtera, adil dan makmur. Namun, bukan berarti tidak ada gesekan di sana sini. Ancaman global baik ekonomi, budaya maupun keamanan selalu patut diwaspadai.
Tapi, di atas semuanya, patut dibangun kesadaran rohani yang tinggi bahwa Tuhan yang kita percayai adalah Allah yang pengasih dan penyayang, mengenal dan mendengar setiap keluh kesah umat yang percaya kepada-Nya, tetapi juga, sebagaimana digambarkan nabi Nahum, Allah itu adalah cemburuan dan membalaskan kejahatan kepada orang-orang yang menyesah umat percaya.
Tentu tidak dimaksudkan di sini supaya manusia yang teraniaya berdoa supaya Allah mengutuk orang, kelompok, atau bangsa yang menindas. Allahlah yang punya hak dan berdaulat menyatakan kuasa, penghukuman atas orang-orang yang patut dihukum. Umat percaya hendaknya fokus untuk senantiasa mengagungkan Allah, menyatakan syukur dan sembah kepada-Nya sambil bersaksi bahwa Tuhan yang kita percayai Allah yang penuh kasih dan rahmat. Kebaikan dan Kesetiaan-Nya turun temurun atas orang-orang yang takut akan Dia.
Karena itu, umat yang dikasihi, dilindungi, dihibur dan diberkati-Nya, tidak sampai alpa dan abai memuliakan dan mewartakan segala perbuatan-Nya yang ajaib dalam segala situasi, baik di saat susah maupun senang, di saat dalam situasi terhimpit maupun di saat bahagia. Soli Deo Gloria. Amin. (dodokugmim/nandarisbonde)
Tentu tidak dimaksudkan di sini supaya manusia yang teraniaya berdoa supaya Allah mengutuk orang, kelompok, atau bangsa yang menindas. Allahlah yang punya hak dan berdaulat menyatakan kuasa, penghukuman atas orang-orang yang patut dihukum. Umat percaya hendaknya fokus untuk senantiasa mengagungkan Allah, menyatakan syukur dan sembah kepada-Nya sambil bersaksi bahwa Tuhan yang kita percayai Allah yang penuh kasih dan rahmat.
Kebaikan dan Kesetiaan-Nya turun temurun atas orang-orang yang takut akan Dia. Karena itu, umat yang dikasihi, dilindungi, dihibur dan diberkati-Nya, tidak sampai alpa dan abai memuliakan dan mewartakan segala perbuatan-Nya yang ajaib dalam segala situasi, baik di saat susah maupun senang, di saat dalam situasi terhimpit maupun di saat bahagia. Soli Deo Gloria. Amin. (dodokugmim/nandarisbonde)