DODOKUGMIM.COM, TOMOHON – Wakil Kepala Kepolisian Daerah (Wakapolda) Sulawesi Utara (Sulut) Brigjen Pol. Drs. Alexander Mandalika, meminta warga menyaring setiap informasi yang diterima, termasuk berita-berita yang disebar di media massa. Hal ini diungkapnya, menyusul ditutupnya 320 ribu konten penyebar berita bohong atau hoax oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI, terkait rusuh di Papua dan Papua Barat.
“Di Papua dan Papua Barat jaringan internet dibatasi. Penyebar berita bohong ini pasti ditindak tegas sesuai hukum. Perkembangan terakhir di Papua dan Papua Barat ada 320.000 konten hoax yang dipangkas oleh Kemkominfo,” ungkap Mandalika, saat dijumpai Rabu (28/8/2019).
Terkait hal ini, Mandalika mengimbau warga Sulut untuk tidak terpancing provokasi terkait perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Ia meminta warga menyudahi konflik karena hal-hal tersebut.
“Berkaitan dengan peristiwa di Manokwari dan Jawa Timur, saya mengimbau masyarakat Sulut untuk tidak terprovokasi berita hoax yang menjerumuskan,” pintanya.
Mandalika meminta gereja, termasuk GMIM untuk bertindak mengeleminasi konflik, yang menurutnya dominan dipicu kebiasaan mengonsumsi minuman keras. “Di Sulut ada banyak warga Papua yang bekerja ataupun menempuh pendidikan. Mari kita jamin keamanan agar mereka dapat tinggal dengan tenang. Gereja harus bertindak untuk memerangi konflik-konflik sosial ini,” tegas Mandalika, yang juga masih bertugas sebagai penatua di GPIB Agape Cibubur ini.
Sementara itu, panasnya konflik SARA yang mendera provinsi paling timur Indonesia itu, ternyata justru mempererat kerukunan masyarakat Papua yang ada di Sulut dengan semua warga Nyiur Melambai ini.
Di kalangan mahasiswa misalnya. Kehadiran mamasiswa asal Papua diterima baik oleh mahasiwa asal Sulut. “Memang ada beberapa teman asal Papua merasa tidak nyaman dan bertanya-tanya soal kejadian di Surabaya, tapi tidak sampai menimbulkan kekacauan. Kami berupaya memberi rasa aman, sebab torang samua basudara, sama-sama ciptaan Tuhan,” ujar Geovani Palit, mahasiswa semester V Fakultas Hukum Unsrat Manado.
Sama halnya yang terjadi di Kampus De La Salle Manado. “Di kampus kami tidak ada masalah SARA dan tidak membedakan teman-teman asal Papua, malahan kampus memberikan dosen pendamping agar mereka merasa aman,” ujar Alfa Tiwow, Ketua BEM Fakultas Hukum, De La Salle.
Alfa berharap mahasiswa asal Papua juga tidak terprovokasi. “Di bawah Himpunan Mahasiswa di setiap fakultas, kita semua satu, saling merangkul dan mendukung,”pungkas dia.(dodokugmim/joukeolivia/saratuwomea)