Oleh : Pdt Frangky Kalalo, M.Th. Penulis adalah Sekretaris Departemen Pembinaan Bidang Ajaran, Pembinaan dan Pengembalaan Sinode GMIM.
DODOKUGMIM.COM – Ada yang merasa janggal, ada yang merasa lucu ada yang sinis. Prinsipnya Tuhan kwa yang jaga, disertai kutipan Mazmur 91:7 “Walau seribu orang rebah di sisimu, dan sepuluh ribu di sebelah kananmu, tetapi itu tidak akan menimpamu.”
Tidak keliru, meskipun dalam ilmu menafsir Alkitab ( hermneutika) tentu ada konteks bahasa budaya historisnya. Boleh boleh saja punya iman yang tidak takut apapun juga bahkan maut. Tapi harus tetap berhikmat.
Ironisnya salah satu gereja di Korea (Daegu) Gereja Yesus Shincheonji, dituding sebagai penyebab utama merebaknya virus Corona di Korea Selatan. Seorang anggota jemaat suspect virus Corona ikut dalam ibadah. Terjadi kontak melalui jabat tangan, bersentuhan, dan dalam pujian yang bersemangat, menyebabkan virus terpancar dari mulut ke mana mana. Akhirnya banyak jemaat terjangkit. Dari ibadah tersebut ratusan orang terpapar,kemudian menjalar jadi ribuan dan Korsel tumbang.
Akibatnya pimpinan Jemaat Pdt Lee Man-hee didakwa oleh pemerintah abai dengan himbauan untuk membatasi kontak.
Jabat Tangan hanyalah tradisi kebiasaan untuk saling menunjukkan keakraban, saling menghargai dan saling menerima. Ada berbagai model “jabat tangan” yang lebih ekstrim di berbagai penjuru dunia. Saling jabat disertai cium tangan di Indonesia juga ada. Jabat tangan, berpelukan dan saling cium pipi 8 kali berturut turut seperti di Afganistan, ada yang gaya Eksimo saling menyentuhkan hidung.
Lalu, apakah karena “iman” dan kebiasaan maka apakah kita kemudian tidak peduli dengan resiko dan himbauan?
Suka atau tidak suka kontak seperti ini sangat beresiko tertular virus. Kalu ndak peduli berarti cari sandiri toh ni penyakit.
Tapi ada gaya lebih aman. Gaya Salam Way Thailand dan Namaste India. Dekapkan tangan di dada sambil saling tunduk hormat. Gaya salam ini yang disarankan WHO.
Yang soal bukan jabat tangannya tapi rasa saling menghargai dan menghormati satu dengan yang lain tetap terjaga.
Di berbagai negara yang melakukan Lockdown karena Covid-19, untuk meminimalisir penyebaran, pemerintah melakukan berbagai cara bahkan beberapa diantaranya, tentara diterjunkan dengan model penanganan siaga perang.
Tugas kita adalah membantu pemerintah, mendukung dan melaksanakan semua upaya yang disarankan pemerintah untuk kebaikan kita bersama.
PGI dan Sinode GMIM sudah mengedarkan himbauan. Pembatasan kontak seperti jabat tangan, adalah salah satu yang disarankan.
Lebih ekstrim kalau terjadi keadaan sangat luar biasa maka Lockdown adalah cara terakhir untuk mengisolir penyebaran virus. Orang harus mengurung diri di rumah. Mudah mudahan tidak terjadi di Indonesia kondisi tersebut.
Jadi stop jo kwa tu mo polemikkan cuma deng ganti mode jabat tangan.. Seolah olah torang pandang enteng dan sinis dengan ini pandemi. Mari kase tunjung pa pemerintah torang sangat mendukung dengan dorang pe usaha untuk torang samua.
Pemerintah berusaha juga bantu sekuat tenaga tapi masyarakat juga harus mau bekerjasama.
Ambil hikmah….Tuhan so ijinkan ni Virus menimpa torang umat manusia….mungkin so talalu banyak orang sombong, serakah, egois dan lainnya.
Untuk seluruh Pendeta, Pelayan Khusus dan jemaat, mari lakukan apa yang dihimbau BPMS GMIM dan Pemerintah. Himbauan yang ada bukan untuk diperdebatkan atau dikritisi, tapi mari bersama kita dukung dan laksanakan agar semua terhindar dari Virus Corona.
Terakhir ndak usah panik dan menyebarkan keheboan kepada orang lain dengan hoaks dan isu macam macam.
Torang percaya pemerintah akan sanggup mengatasi samua ini.
Dan tentunya torang pe Tuhan ada lia lia akang kwa pa torang.
Tuhan berkati pemerintah Tuhan berkati torang samua.(dodokugmim/sara)