DODOKUGMIM.COM, MANADO – Isak tangis keluarga pecah selama ibadah pemakanan Vanly Lahingide (14), siswa SMP Kristen 46 Mapanget Barat, Kota Manado, Kamis (3/10/2019). Vanly meninggal dunia saat dihukum lari oleh guru piket karena terlambat datang ke sekolah, Selasa (1/10/2019).
Sudah beberapa hari, Yulin Mandiangan duduk terpaku di depan peti jenazah anaknya. Kamis pagi itu, ia tampak berusaha tegar, meski sesekali terdengar rintihannya. “Ade kiapa kasiang pecepat skali so pigi, mama masih da lia pigi skolah pake sragam kong dorang bawa pulang so deng peti kasiang,” ucap Yulin terisak.
Ia terus saja menyeka airmatanya yang menetes. Di samping, sang putri, Yulita Lahingide, berusaha menenangkan Yulin. Yulita adalah kakak dari Vanly.
Sejumlah pelayat yang datang menyatakan belasungkawa, sempat ikut menenangkan Yulin dan suaminya. Pihak sekolah juga hadir. Teman-teman Vanly pun hadir di sana. Kesedihan tampak di wajah mereka. Tak ada satu pun menyangka akan mengalami kejadian seperti ini.
Pesan-pesan yang menguatkan juga disampaikan pendeta dalam ibadah pemakaman tersebut.
Jony Lahingide, sang ayah, menuturkan, ia tak menyangka, Senin pagi itu menjadi hari terakhirnya mengantar sang putra ke sekolah. Rumah tinggal mereka di Perumahan Tamara, Kelurahan Mapanget Lingkungan VIII, tak jauh jaraknya dengan sekolah.
Jarak dari rumah ke sekolah bisa ditempuh dalam waktu lima menit dengan kendaraan bermotor.
Pagi itu, Jony mengantar Vanly sekira pukul 06.50. Perjalanan yang harusnya ditempuh dalam lima menit berubah lebih lama. “Ada halangan di jalan, jadi sampe di skolah so terlambat,” kata Jony.
Ia menurunkan sang putra di depan lorong menuju sekolah. “Saya katakan turun di sini jo, nanti baku bawa deng tamang-tamang,” tutur dia.
Usai mengantar sang anak, Jony mengaku kembali ke rumah. Ia dan keluarga mendapat kabar beberapa jam kemudian, bahwa sang anak mengalami sakit, dan pada akhirnya meninggal dunia. “Selama ini Vanly sehat. Kami tidak pernah melihat tanda-tanda ia mengalami gangguan kesehatan. Dia tidak pernah mengeluh sakit,” ucap Jony.
Bagi Jony, putra bungsunya ini adalah anak yang aktif, meskipun tak banyak bicara. “Dia agak pendiam, rajin ke sekolah dan suka berteman dengan siapa saja,” tambahnya.
Dari informasi yang dihimpun, diketahui Vanly dan sejumlah sisiwa yang datang terlambat pada pagi itu, mendapatkan hukuman dari guru berinisial CS, yang bertugas sebagai guru piket, Selasa itu. Mereka di suruh berlari mengelilingi lapangan sekolah sebanyak 20 kali putaran.
Vanly ikut berlari bersama murid lainnya, tapi kemudian pada putaran keempat ia jatuh pingsan. Oleh pihak sekolah, ia dilarikan ke RS AURI. Di situ ia sempat mendapatkan penanganan medis, tapi kemudian di rujuk di RS. Prof Kandou, Malalayang.
Sayang, nyawanya tak sempat tertolong. Ia tak sadarkan diri hingga menghembus nafas terakhir. Jenazah Vanly kemudian di bawa ke RS. Bhayangkara Karombasan untuk diautopsi.
Terkait hal ini, Kapolresta Manado Kombes Benny Bawensel mengatakan pihaknya masih melakukan penyelidikan. Sejumlah saksi dari pihak sekolah, teman korban dan keluarga telah diperiksa. Pihak kepolisian masih menunggu hasil autopsi. “Kita akan lihat nanti apakah ada unsur kelalaian,” kata dia, Rabu (2/10/2019).
Sang guru piket, kata Benny, belum bisa dimintai keterangan karena sakit. “Beliau syok karena siswanya meninggal dan sekarang sedang dirawat di rumah sakit,” ucapnya.
Ibadah pemakaman pada Kamis kemarin dipadati masyarakat. Hadir juga pihak Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Manado, Pengurus Yayasan GMIM Ds. AZR Wenas, guru serta siswa SMP Kristen 46 Mapanget, dan sejumlah kepala sekolah yang ada di Manado.(dodokugmim/saratuwomea)