Oleh : Pdt. DR.H.W.B Sumakul (Penulis adalah Majelis Pertimbangan Sinode GMIM)

DODOKUGMIM.COM – Di saat dunia dilanda virus corona, covid 19, pandemi ini ditanggapi serius oleh semua bangsa. Tragedi yg dimulai melanda Wuhan Cina sudah memakan banyak korban di Cina sendiri, Korea Selatan dengan hebohnya ibadah di Gereja Daegu, Italia dan banyak negara lain, termasuk Indonesia.
Tanggapan pemerintah dan Gereja juga bervariasi. Sekolah diliburkan; Untung dunia maya (virtual society) boleh menjadi alat solusi.
Masalahnya, gereja lebih khusus bervariasinya pendeta dan pelsus lain ketika pemerintah dan gereja mengusulkan dalam pertemuan ibadah (koinonia) untuk tidak dulu (sementara) berjabatan tangan dan cipika cipiki untuk menahan diri dari penyebaran virus corona.
Ada yang mengklaim seolah-olah esensi ibadah dalam perjumpaan pribadi itu menjadi aneh, berkurang, atau kehilangan hakekat kristiani malahan kehilangan hakekat alkitabiahnya. Ini bisa dimengerti karena iman dan ekspresi iman tidak bisa dipisahkan.
Tetapi pertanyaan prinsipil dari penolakan penghapusan jabat tangan atau cipika cipiki dst, apakah memang wajib jabat tangan itu sebagai wujud persaudaraan kristiani?
Kajian kritis dikedepankan dimana jabat tangan itu sebagai dasar keakraban dalam Alkitab? Kalau ada dalam arti bagaimana? Jangan-jangan itu ekspresi keakraban dari dunia barat ? Diimport oleh kekristenan di Asia?
Inilah kajian dan refleksi kritis kita. Namaste India, Salam way Thailand, bow head (saling membungkuk) gaya Jepang, Cina inilah Gaya Asia, yang tak kenal agamapun yang penting orang beragama dari Asia. Dan pasti boleh diterima oleh orang Kristen dalam mengekspresikan keakraban dan persekutuan.
Malahan American way sekarang ada yang “bump elbow”.
Tidak selalu essence of faith identical with cultural expression of faith. Cultural expression of faith selalu bervariasi sesuai locus dan context iman itu lahir, bertumbuh dan berkembang. Kalau memperlakukan cultural expression of faith identik dengan esensi iman, Gereja tidak berkembang seperti sekarang. Budaya, ekspresi budaya juga adalah ciptaan dan berkat Tuhan. Tentang ekspresi budaya, Gereja perlu terbuka dan yang berkenan kepada Tuhan perlu juga dikuduskan Gereja.
Karena itu dalam pergumulan umat manusia sekarang ini dengan Covid 19, marilah, dalam kasih Karunia Allah di dalam Yesus Kristus, kita mengejar
keselamatan dan kesehatan. Dalam iman kita sungguh percaya
Pasti badai berlalu.
Jika sudah aman tentu kita boleh berjabat tangan lagi.
Dalam iman kita berdoa dan berharap seperti kata firman ini:
“ Sembuhkanlah aku ya Tuhan maka aku akan sembuh; selamatkanlah aku maka aku akan selamat sebab Engkau kepujianku.” (Yeremia 17:14).
“Dialah yang mengampuni segala kesalahanku, yang menyembuhkan segala penyakitmu.” Mammut 103:3.
“Sesungguhnya Aku akan mendatangkan kepada mereka kesehatan dan kesembuhan dan Aku akan menyembuhkan mereka dan akan menyingkapkan kepada mereka kesejahteraan dan keamanan yang berlimpah-limpah.” Yeremia 33:6.
Marius 19:2
“Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Ia pun menyembuhkan mereka di sana.”
Tuhan Yesus terus memberi hikmat, kesehatan dan kesejahteraan bagi kita.(dodokugmim/steviwowor)