Seorang teolog besar yang bernama Jürgen Moltmann pernah mengatakan: “Nature is not our property, neither are we only the part of nature”(Alam bukanlah milik kita, kita juga bukan bagian dari alam). Ketika mencermati ungkapan ini, maka ada hal dilematis yang muncul ketika sebagai manusia yang hidup di zaman modern ini, kita dihinggapi pola pikir bahwa alam ini adalah sesuatu yang menjadi barang milik manusia (property), sehingga manusia merasa berhak untuk menguasai dan memanfaatkan segala yang ada didalamnya.
Pemahaman yang melekat adalah semua yang ada di alam ini diciptakan demi keberlangsungan hidup manusia, sang makhluk yang sering (merasa diri) ada pada puncak tangga kehidupan. Perasaan superioritas manusia pun sering didengung-dengungkan dalam ungkapan yang menonjolkan kelebihan manusia di atas makhluk yang lain. Misalnya dengan ungkapan yang tidak asing terdengar di negara kita Indonesia: “hanya manusialah yang memiliki daya, rasa, cipta dan karsa, sedangkan makhluk yang lain tidak”.
Dalam ilmu teologi, dikenal istilah antroposentrisme, yang artinya semua masalah teologi menggunakan pengalaman manusia sebagai titik tolak. Teologi yang bersifat antroposentris juga ditemukan dalam kekristenan. Mulai dari konsep bahwa manusia ada di atas semua ciptaan, dan menganggap bahwa Allah hanya menyelamatkan manusia saja. Namun apakah ini benar?
Alkitab menyaksikan bahwa Allah dalam keagunganNya tidak hanya mengasihi manusia semata sebagai ciptaanN-ya. Misalnya dalam mazmur 104 yang menjadi bahan perenungan kita di saat ini, menunjukkan bahwa sejak semula, Allah mengasihi seluruh ciptaan-Nya. Allah menciptakan manusia dan makhluk hidup lainnya dengan kasih dan kebijaksanaan. Hal inilah yang seharusnya mendorong manusia untuk melihat alam bukan sebagai bagian miliknya melainkan sebagai berkat dan anugerah yang harus dijaga dan dipelihara. Bahkan mendorong manusia untuk merasa kagum dengan Pribadi Allah yang menciptakan semuanya itu.
Bagian mazmur 104 ini disebut sebagai “Hymne bagi Sang Pencipta” (A hymn to the Creator). Sebuah himne, pujian bagi Sang Pencipta yang hadir di dalam ciptaan-Nya sampai hari ini. Pemazmur jelas menyadari bahwa alam yang ia tinggali adalah cerminan keagungan Allah yang ia kagumi dan hormati. Dalam Mazmur 104:1-18 dijelaskan beberapa hal yang menarik untuk kita renungkan bersama.
Ay.1-4 Tuhan mahabesar. Nyanyian pujian bagi Allah dibuka dengan suatu ajakan pemazmur untuk dirinya sendiri untuk memuji Tuhan (ay.1a). Meskipun hanya satu larik, gerakan hati pemazmur pasti sudah terarah cukup kuat pada Tuhan, sehingga mazmur ini lahir dari suatu renungan yang mendalam, “TUHAN, Allahku, Engkau sangat besar”. Ini merupakan pegakuan iman pertama dari pemazmur. Meskipun pengakuan ini cukup kerap dijumpai dalam kitab Mazmur (Mazm. 47:3; 77:3; 147:5) namun dalam bagian ini mengandung kedalaman arti dan rasa yang khusus. Seluruh mazmur ini merupakan madah kepada kebesaran Tuhan yang tak terselami itu. Dia adalah Raja yang pakaianNya adalah keagungan dan semarak.
Terang adalah selimut-Nya (Ay. 2a). Biasanya pernyataan tentang terang dihubungkan dengan lukisan tentang kedatangan Tuhan untuk menyelamatkan umat-Nya (Mzm. 18:13; Hab 3:4). Kebesaran Tuhan tampak dalam kuasa-Nya sebagai pencipta langit (ay.2b-3a) dan penguasa badai (ay 3b-4). Dia membentangkan langit seperti tenda dan mendirikan istana-Nya di atas air yang ada di atas langit. Awan, angin api dan nyala api di sini disebutkan bersama-sama untuk menyatakan kekuatan alam yang menyertai badai. Bukan baal yang menjadi penguasa mereka, tetapi TUHAN. Semua berada di bawah kuasa-Nya. Awan dijadikan kendaraan-Nya, arus angin merupakan utusan-utusanNya dan api serta nyala api merupakan pelayan-pelayanNya. Semua melakukan firmanNya. Inilah kehebatan Allah yang disaksikan oleh pemazmur.
Ay. 5-9 Tuhan penakhluk samudera raya. Bait ini menyanyikan kebesaran Tuhan sebagai pencipta bumi. Dia telah “mendasarkan bumi” di atas tumpuan sehingga tidak akan goyah selamanya. Tuhan menciptakan bumi dengan menakhlukkan samudera raya (= air awali) yang menyelubungi bumi. Airnya tinggi melampaui gunung-gunung. Pemazmur memperlihatkan bagaimana Tuhan Allah menggunakan unsur-unsur alam seperti langit, awan, angin, api serta bumi untuk melukiskan keagungan dan kebesaran-Nya. Penggambaran seperti inilah yang digunakan oleh pemazmur untuk memuji dan mengagungkan segala kebesaran Tuhan Allah. Di dalam bumi ini sangat banyak tanda-tanda kebesaranNya yang menunjukkan bahwa Dialah yang Mahakuasa.
Ay. 10-15 Tuhan pemberi hidup. Bait ketiga ini memuji Tuhan sebagai pemberi hidup. Air samudera raya yang telah ditakhlukkan itu sekarang menjadi sumber hidup semua ciptaan. Semua itu dilakukan oleh Tuhan. Tuhan adalah pemberi hidup: pertama, dengan melepas mata-mata air di lembah-lembah. Penerima pertama kebaikan dari Tuhan ini ialah binatang-binatang liar, dan burung-burung di udara bersiul bersukacita didekatnya (ay.11-12). Keledai hutan dijadikan seperti lambang binatang liar yang tidak mau dikendalikan dan menjauhkan diri dari segala peradaban. Baiklah diperhatikan bahwa manusia yang sangat membutuhkan mata air tidak disebutkan dalam ayat-ayat tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa manusia bukanlah pengendali alam semesta melainkan Tuhan; kedua, dengan menurunkan hujan sehingga bumi dengan segala yang berdiam di atasnya kenyang oleh “hasil perbuatanperbuatan-Mu” (ay. 13b). Yang dimaksud dengan perbuatan-perbuatan Tuhan ialah yang disebut pada ay. 10a, 13a, 14a, 14b dan 15b. Hujan menyuburkan gunung-gunung (ay. 13a). Karena hujan berasal dari Tuhan, maka Dia pulalah yang menumbuhkan rumput-rumput bagi hewan (ay. 14a) dan tumbuh-tubuhan anual (jenis biji-bijian, herba dan sayur-sayuran) yang menjadi makanan manusia melalui kerja (ay. 14b). Tuhan pulalah yang mengeluarkan makanan dari dalam tanah (ay. 14c). “Makanan, anggur dan minyak” (ay. 14c-15) disebutkan bersama-sama karena bagi bangsa Israel pada zaman perjanjian lama ketiganya merupakan sebuah tanda untuk kehidupan yang sejahtera.
Ay. 16-18 tidak mengandung pembicaraan langsung dengan Tuhan. Pemazmur merenung dan mengingat pegunungan Libanon yang megah. Kemegahan ini adalah hasil perbuatan Tuhan (ay.13). dialah yang membuat pohon-pohon aras yang ditanam-Nya sendiri di sana bertumbuh subur (ay.16). pegunungan Libanon terkenal pula dengan pohon sanobarnya yang bersama dengan berangan dan cemara menjadi kemuliaanNya. Pohon sanobar termasuk jenis pohon berbatang tinggi dan berduri daunnya. Pohon ini terkenal bertumbuh pula di pegunungan Yehuda dan Edom. Tentu saja pohon ini menjadi tempat Maburung-burung bersarang (ay.17). burung Ranggung adalah semacam burung bangau. Sayapnya kuat (Zak. 5:9) dan termasuk jenis burung yang suka berpindah (Yer. 8:7). Gunung yang tinggi adalah juga rumah bagi binatang-binatang hutan dan liar seperti kambingkambing hutan. “Pelanduk” termasuk binatang haram (Im. 11:5) tetapi mengagumkan karena membuat rumahnya di atas bukit batu meskipun lemah (Am. 30:26).
Bait demi bait dalam Mazmur ini menunjukkan betapa besar rasa kagum pemazmur terhadap Allah yang telah menjadikan segala sesuatunya dengan sempurna. Hal ini mempertegas bahwa alam adalah gambaran keagungan Allah sebagai pencipta. Kemuliaan dan pemeliharaan Allah tampak didalam kemegahan alam semesta, betapapun menakutkan alam ini maupun hewan-hewan liar di dalamnya, tetapi Allah berada diatas semuanya itu.
Dan semua diciptakan dengan perhitungan yang matang untuk menjaga ekosistem dan memberikan kehidupan kepada segala makhluk. Menjadi bijaksana dalam hal memelihara alam ciptaan merupakan hal yang tidak bisa ditolak oleh manusia, sebagai makhluk yang diberikan amanat oleh Allah untuk mengelola alam ciptaan dengan bijaksana. Karena kesatuan manusia dengan alam terlihat jelas dari unsur materi yang Allah gunakan untuk menciptakan manusia, yakni dari debu tanah. Oleh karena itu, merusak alam dalam perspektif iman Kristen, sama saja dengan merusak unsur utama dari diri manusia. Maka sebagai manusia sudah seharusnyalah kita memelihara alam yang telah dijadikan Tuhan sambil mengingat betapa besar perbuatan Tuhan yang telah menjadikan alam semesta ini agar setiap manusia mengalami keajaiban dalam hidupnya.
Socrates pernah berkata: “Hanya kepada orang yang halus perasaannya, keindahan dan rahasia alam ini dibukakan Tuhan untuknya”. Alam diciptakan oleh Tuhan, agar kita selalu mengingat setiap perbuatan-Nya dalam hidup kita. Maka marilah merasakan kehangatan Tuhan Allah lewat alam yang kita sentuh setiap harinya. Karena di manapun kaki kita berpijak di atas bumi, di sana ada kuasa Tuhan yang manaungi kehidupan kita. Amin.